Bahan Pokok Naik, Rakyat Kembali Tercekik



Oleh : Gendista Qur'ani


Memasuki awal bulan Juni harga bahan pokok mengalami kenaikan. Salah satunya adalah harga cabai merah. Berdasarkan pemantauan di Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) cabai merah keriting dan cabai rawit merah mengalami kenaikan yang paling tinggi, masing-masing sebesar 29,62 persen dan 33,77 persen dibandingkan 13 Mei 2022.(TRIBUNNEWS.COM 02/06/2022 )


Berdasarkan pantaun MNC Portal pada Minggu, (12/6/2022) di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, harga cabai rawit merah saat ini mencapai Rp100.000 untuk cabai yang sudah dibersihkan batangnya, sedangkan untuk cabai rawit merah yang belum dibersihkan seharga Rp95.000 per kilogramnya.( okezone.com 12/06/2022 )


Sementara itu Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat beberapa bahan pokok terpantau naik harganya dibandingkan saat Hari Raya Lebaran 2022 kemarin. Komoditas yang mengalami kenaikan antara lain telur, bawang merah, kedelai dan cabai.( Bisnis.com 07/06/2022 )


Gagal menstabilkan harga pangan, bukti negara tak bisa mensejahterakan.


Saat ini pemerintah "sukses" membuat rakyat kecil di berbagai wilayah dan kota di Indonesia memutar otak.  Harga pangan meroket merupakan kejadian berulang yang setiap saat dapat di rasakan oleh rakyat. Hal ini menjadi pertanyaan besar, "Di mana peran negara dalam menjaga harga bahan pokok bagi rakyat secara merata dan adil?


Fakta kegagalan negara dalam mengendalikan harga yang terus berulang membuktikan ketidakmampuannya dalam mengatasi setiap penghambat kestabilan harga. Pemerintah tidak mampu menyelesaikan akar masalah penyebab fluktuasi harga dari hulu ke hilir. Pada akhirnya rakyat selalu jadi obyek penderita. 


Lantas?Apa sebenarnya faktor penghambat kestabilan harga?


Realitasnya negara yang menerapkan kapitalisme demokrasi seperti saat ini, dipastikan akan gagal membuat kebijakan atau regulasi untuk melindungi rakyat kecil, sebab negara kapitalisme terjebak dalam pusaran mekanisme pasar bebas sebagai wujud implementasi liberalisasi ekonomi kapitalisme. 


Dalam mekanisme pasar bebas komoditas primer (pokok) dan sekunder dikuasai para pemilik modal yaitu para kapitalis oligarki (sekompok kecil yang berkuasa). Keadilan hanyalah milik "shahibul maal" (kapitalis).


Sistem kapitalis mendasari problem ekonomi pada kelangkaan bahan pokok, sehingga dalam hal pangan sistem ini telah menjadikan ketersediaan stok pangan adalah perkara utama yang harus dipenuhi oleh negara.


Jika ketersediaan pangan terpenuhi, maka persoalan pangan akan selesai. Olek karena itu, berbagai cara dilakukan untuk memenuhi stok pangan. Jika produksi pangan dalam negeri tidak memadai, maka impor besar-besaran akan dilakukan oleh negara. Ironisnya ketersediaan bahan pangan memadai, tetapi masih banyak masyarakat yang kelaparan.


Disinilah kesalahan sistem ekonomi kapitalisme yang mengabaikan distribusi pangan dalam menjamin kebutuhan pangan masyarakat. Negara seringkali tidak peduli dengan masyarakat yang tidak mampu menjangkau harga pangan.


Peran daulah Islam dalam menjaga kestabilan pangan


Ekonomi Islam mewujudkan kesejahteraan manusia (Muslim dan non Muslim). Keadilan ekonomi diwujudkan melalui implementasi politik ekonomi Islam yaitu tercapainya pemenuhan kebutuhan pokok bagi tiap individu (kulli fardlin) dalam masyarakat, (Abdurohman Al Maliki, Politik Ekonomi Islam). 


Negara merealisasikan mekanisme pasar syariat, mengatur barang atau komoditas yang bisa ditransaksikan. Syariat Islam melalui Al-Qur'an dan hadis menetapkan aturan kepemilikan yakni kepemilikan umum, negara dan individu. 


Maka dalam hal ini daulah Islam akan menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan pokok setiap individu masyarakat, jaminan pemenuhannya tersebut per individu secara sempurna. Tidak hanya temporar melainkan sepanjang tahun.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم