Aksi Matikan Mic, Pembelaan Terhadap LBGT kah?

 


Oleh : Hanif Eka Meiana, SE (Aktivis Muslimah)


Lagi-lagi kejadian matikan mic saat rapat paripurna kembali berulang. Dilansir dari suara.com, Ketua DPR RI Puan Maharani kembali mematikan mikrofon anggota dewan saat akan interupsi pada Rapat Paripurna selasa lalu (24/5/2022). Kini yang menjadi korbannya ialah Amin AK, salah satu Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Amin AK saat itu melakukan interupsi menyinggung soal kekerasan seksual pada RKUHP.


Puan saat itu memberikan waktu satu menit bagi Amin AK untuk memberikan interupsi namun belum sempat tuntas menyampaikan interupsi, mikrofon anggota dewan tersebut langsung dimatikan. Ia beralasan bahwa rapat paripurna telah molor dan berlangsung semala 3 jam sejak pukul 10.42 WIB. Sementara anggota dewan yang beragama Islam sudah seharusnya segera menunaikan shalat zhuhur. 


Saat interupsi, Amin menyampaikan tentang kelemahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang seolah-olah mengizinkan zina atas dasar sexsual consent. Tak hanya itu, dia juga menyinggung soal kekosongan hukum LGBT di Indonesia yang mengatur prihal Lesbian, Gay, Bisexsual, dan Transgender (LGBT). Serta pengibaran pride flag atau bendera LGBT oleh Kedutaan Besar Inggris.


Kejadian matikan mic saat rapat tersebut mendapat pembelaan dari dari Wakil Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PWNU DKI Jakarta, Lutfi Syarqawi. Dalam keterangan tertulisnya ia mengungkapkan tentang keutamaan shalat tepat pada waktunya itu lebih baik daripada berbakti kepada kedua orang tua dan jihad fisabilillah.


Tidak hanya kali ini saja, kejadian sama pun terjadi saat Benny K Harman dari Fraksi Demokrat saat membahas RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) saat Rapat Paripurna 5 Oktober 2020 lalu. Sosok Puan dikatakan oleh Ust Ahmad Khozinuddin dalam channel youtubenya sebagai pemegang rekor yang mematikan mic saat Rapat Paripurna. Menjadi pertimbangan kita bersama apakah sosok ini pun layak untuk memimpin negeri ini. Juga sikap seperti ini menunjukkan bahwa ketua DPR RI sensitif untuk membahas soal LGBT. Jika ia menolak LGBT seharusnya ia memberi ruang bagi Amin AK untuk bersuara. 


Direktur Siyasah institute Iwan Januar di mediaumat.id menyampaikan bahwa ada kelompok-kelompok di DPR yang ingin LGBT tidak diusik. Tahun 2018 Zulkifli Hasan pernah sampaikan saat menghadiri Tanwir I Aisyiyah di Surabaya bahwa ada lima fraksi DPR yang perjuangkan LGBT. Selain tidak beradab ketika koleganya selaku wakil rakyat hendak menyampaikan aspirasi tetapi justru menunjukkan sikap otoriter yang jauh dari keterbukaan dan menghargai pendapat orang lain.


Dari penyampaian tokoh diatas patut kiranya kita mawas politik. Kritis terhadap apa-apa yang sedang terjadi di negeri ini terutama soal LGBT. Sebagaimana Islam menindak tegas para pelaku LGBT agar tidak sampai meluas di tengah masyarakat. Sebab akan ada pihak-pihak yang berusaha melindungi dan menyuburkan LGBT di tanah air. Tidak hanya membawa kerusakan di masyarakat, perilaku yang mencontoh kaum Sodom ini pun akan membawa azab dan kemurkaan dari Allah SWT. Firman Allah SWT:


"Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit, Maka Kami jungkir balikkan (negeri itu) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang memperhatikan tanda-tanda." (QS Al-Hijr: 73-75)>

Wallahualambishawwab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم