Sampah Istimewa, Mungkinkah?






Oleh: Mu'allimah

Beberapa hari kemarin, di berbagai ruas jalan di Jogjakarta nampak sampah menggunung dalam waktu yang cukup lama. Hampir sepekan masyarakat DIY dipusingkan dengan hal tersebut akibat dari penutupan TPST Piyungan dan penolakan warga sekitar.

Setelah melalui perundingan akhirnya disepakati bahwa TPST Piyungan bisa dibuka kembali sampai dengan Maret 2025. Setelah itu pemerintah kota dan kabupaten dipersilahkan untuk mengelola sampahnya masing-masing. Sebenarnya persoalan sampah ini tidak akan menjadi masalah jika ditangani secara serius. Apalagi DIY memiliki sumber daya manusia yang berlimpah dan intelek, namun sayang belum bisa dioptimalkan dalam urusan ini.

Sebagai kota pendidikan, budaya dan pariwisata sudah seharusnya memiliki keistimewaan dalam menyolusi berbagai persoalan tidak terkecuali sampah ini. Bahkan pemerintah pusat melalui kementrian PUPR dan ESDM telah mengalokaiskan dana sekira 40 milyar dari 100 milyar untuk penanganan sampah DIY (sumber : web dprd-diy go.id) Jadi tunggu apalagi, semua sarana dan prasarana yang diperlukan sudah tersedia tinggal realisasi di lapangan, apakah sesuai dengan harapan masyarakat atau tidak.

Dalam hal pungutan retribusi sampah, warga tidak pernah nunggak, ngutang apalagi ngemplang, selalu kontan. Sehinggga tidak ada alasan untuk tidak terselesaikan secara tuntas. Maka menjadi wajar kiranya jika masyarakat menginginkan penanganan sampah ini istimewa mengingat keunggulan yang dimiliki DIY,  sehingga nantinya bisa menjadi rujukan pengelolaan sampah secara terpadu.

Pertanyaannya kemudian, mampukah para _stakeholders_ menuntaskan PR ini jika sistemnya tidak ideal seperti saat ini. Maka pilihan cerdasnya adalah mengganti sistem yang tidak ideal tersebut dengan sistem ideal yakni sistem islam dalam kehidupan bernegara. Pasti akan kita dapati para pemimpin yang amanah, memberikan perhatian penuh pada semua urusan rakyat sehingga untuk urusan sampah pun bisa menjadi istimewa.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم