ISLAM MEMILIKI SOLUSI DALAM MEMBERANTAS KORUPSI

 



 Oleh : Rina Ummu Syahid


KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menilai kasus dugaan suap yang membelit Bupati Bogor Ade Yasin adalah contoh kegagalan dalam proses kaderisasi yang dilakukan oleh partai politik


Menurut KPK, laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021 jelek dan bisa berdampak terhadap kesimpulan disclaimer. Salah satu penyebabnya adalah auditor BPK menemukan penyimpangan dalam proyek perbaikan jalan Kandang Roda-Pakansari yang masuk dalam program Cibinong City A Beautiful. (kompas.com)


Terbongkarnya kasus korupsi kali ini sungguh merupakan cerminan bagaimana politik kita hari ini. Sebagai Pejabat Publik, seharusnya mereka  sibuk mengurusi kepentingan rakyat,  bukan malah berebut harta yang bukan haknya. 


Penanganan kasus korupsi kali ini mungkin akan bernasib sama dimana tak akan pernah tuntas penyelesaiannya. Oleh karena itu, jika kita menginginkan permasalahan korupsi selesai di negeri ini, tak cukup hanya sekadar mengandalkan lembaga seperti KPK ataupun tuntutan hukuman penjara untuk koruptor seperti yang sudah-sudah. 


Tabiat demokrasi, tambal sulam yang berkutat pada bagaimana cara untuk mengatasi kebocoran. Seharusnya mencari sumber masalahnya, setelah ditemukan, buang dan ganti dengan yang baru. Inilah solusi tuntas hingga ke akarnya.


Islam Mengatasi Korupsi Dengan Langkah Preventif Maupun Kuratif


Islam merupakan agama paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk urusan pemerintahan. Dalam pandangan Islam kekuasaan ada di tangan rakyat dan kedaulatan ada pada Allah (Alquran dan Hadist). 


Kepala negara (Khalifah) yang diangkat berdasarkan ridho dan pilihan rakyat adalah mereka yang mendapat kepercayaan dari rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan Alquran dan Hadist. Begitu pula pejabat-pejabat yang diangkat juga untuk melaksanakan pemerintahan berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.


Dalam pemerintahan Islam terdapat larangan keras menerima harta ghulul, yaitu harta yang diperoleh para wali (gubernur), para amil (kepala daerah setingkat walikota/bupati) dan para pegawai negara dengan cara yang tidak syar’i, baik diperoleh dari harta milik negara maupun harta milik masyarakat. 


Harta yang diperoleh dengan cara ghulul tidak bisa dimiliki dan haram hukumnya. Termasuk ghulul adalah korupsi, yaitu harta yang diperoleh para wali (gubernur), para amil (kepala daerah setingkat walikota/bupati) dan para pegawai negara dari harta –harta negara yang di bawah pengaturan (kekuasaan) mereka untuk membiayai tugas pekerjaan mereka, atau yang seharusnya digunakan untuk membiayai berbagai sarana dan proyek, ataupun untuk membiayai kepentingan negara dan kepentingan umum lainnya. (Abdul Qadim zallum, Al amwal fi daulah Khilafah, hlm. 121).


Adapun aturan yang diterapkan dalam Islam untuk mencegah korupsi adalah sebagai berikut:


Pertama, Badan Pengawasan/ Pemeriksa Keuangan. Untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak, maka ada pengawasan yang ketat dari Badan Pengawasan/ Pemeriksa Keuangan. Ditambah lagi keimanan yang kokoh akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah.


Kedua, gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Negara Khilafah memberikan gaji yang cukup kepada pejabat atau pegawainya. Gaji mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier. 


Dalam pemerintahan Islam biaya hidup murah karena politik ekonomi negara menjamin terpenuhinya kebutuhan seluruh rakyat. Kebutuhan kolektif, akan digratiskan oleh pemerintah seperti pendidikan, keamanan, kesehatan, jalan dan birokrasi.


Ketiga, ketakwaan individu. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, Khilafah menetapkan syarat takwa sebagai ketentuan selain syarat profesionalitas.


Karenanya mereka memiliki self control yang kuat. seorang Muslim akan menganggap bahwa jabatan adalah amanah yang harus ditunaikan dengan benar dan akan dimintai pertanggung jawaban di dunia dan akhirat. 


Ketakwaan individu juga mencegah seorang Muslim berbuat kecurangan, karena dia tidak ingin memakan dan memberi kepada keluarganya harta haram yang akan mengantarkannya masuk neraka.


Keempat, amanah. Dalam pemerintahan Islam setiap pejabat atau pegawai wajib memenuhi syarat amanah, yaitu wajib melaksanakan seluruh tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.


Berkaitan dengan harta, maka calon pejabat atau pegawai negara akan dihitung harta kekayaannya sebelum menjabat.


Saat menjabat pun selalu dihitung dan dicatat harta kekayaan dan penambahannya. Jika ada penambahan yang meragukan, maka diverifikasi tentang penambahan hartanya secara syar’i/ tidak. Jika terbukti dia melakukan kecurangan/korupsi, maka harta akan disita, dimasukkan kas negara dan pejabat atau pegawai tersebut akan diproses hukum.


Jika pejabat negara masih saja melakukan korupsi, maka penindakan hukum Islam akan diberlakukan dengan hukuman setimpal yang akan memberi efek jera bagi pelakunya sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat. 


Dalam Islam, korupsi termasuk hukuman ta’zir. Bisa berupa tasyhir atau publikasi, hukuman cambuk, penyitaan harta, pengasingan, hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati.


Keadilan ditegakkan secara tegas tanpa pandang bulu. Karena hukum yang diterapkan adalah syariat Islam. Bukan hukum demokrasi buatan manusia yang sarat kepentingan.


Itulah jurus jitu negara Khilafah membasmi korupsi. Sistem politik Khilafah dengan seperangkat aturannya yang terbukti kuat dan stabil. Apalagi aturannya lahir dari sang pembuat kehidupan, pasti akan mampu menghilangkan budaya korupsi.

Wallahu a’lam bishawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم