Penilaian Manusia Selalu Berbeda






Oleh : Alin FM (Praktisi multimedia dan Penulis) 


Kisah ini kisah yang sangat terkenal. Sering dibahas di forum-forum motivasi, kajian Islam dan seminar. Saya pun terinspirasi oleh kisah ini. Kisah ayah anak yang menempuh perjalanan dengan seekor keledai. 


Dikisahkan ada seorang anak dan ayahnya sedang menempuh perjalanan menuju suatu desa dengan mengendarai seekor keledai. Di perjalanan kali pertama sang anak duduk di atas punggung keledai sementara sang ayah menuntunnya. Ketika mereka melewati desa pertama, ada seseorang yang tengah duduk dan berkatalah orang itu:


“Sungguh anak tak tahu diri. Dia sendiri menunggang di atas keledai, sementara si ayah malah menuntun. Sungguh anak tak tahu diri.” Demi mendengar itu, si anak turun dan meminta sang ayah naik ke punggung keledai. Tak beberapa lama kemudian, mereka melewati desa kedua. Kemudian lewatlah seseorang lagi. Orang itu berkata, “Orang tua tak tahu diri. Ia enak-enakan di punggung keledai dan membiarkan anaknya kelelahan.”


Demi mendengar hal itu, kini si anak dan sang ayah sama-sama menunggang keledai. Tak beberapa lama kemudian, mereka mereka melewati desa ketiga. Lalu seorang lelaki yang sedang duduk-duduk.


Berkatalah lelaki yang sedang duduk itu, “ Orang tua dan anak yang dungu. Sudah tahu keledai itu kecil, malah naik berdua. Apa tidak bisa mereka naik kuda yang lebih kuat.?” Sekali lagi, ayah dan anak itu terusik. Sekarang mereka berdua berjalan kaki sambil menuntun keledai. Saat sedang melewati desa ke-empat, lalu ada seorang lelaki yang berkata kepada mereka,“Dua orang yang bodoh. Membawa keledai kok malah berjalan. Kenapa keledainya tidak digunakan untuk kendaraan mereka?


Kemudian ayah itu menghentikan keledai mereka, dan berkata kepada anaknya " itulah kalau kita mengikuti penilaian manusia, kita dibuat lelah dengan penilaian orang tersebut , karena penilaian manusia selalu berbeda".  


Kisah ini sering sekali kita alami di kehidupan sehari-hari. Begitupun dengan saya yang memiliki banyak anak. Ketika saya jalan-jalan dengan anak-anak ada yang melotot keheranan sambil berkata "wah banyak banget anaknya" tersirat memiliki anak banyak sesuatu yang tidak disukai. Dan tak sedikit mencemooh. Namun ada juga senang melihat saya punya anak banyak dan mendoakan anak-anak saya menjadi anak sholeh-shalehah dan penghafal Al-qur'an. 


Saya sering kali begitu peduli dan memasukan semua perkataan orang lain ke dalam hati alias baper. Akhirnya bikin saya sedih dengan penilaian tersebut. Pikiran tersita dan sibuk tentang seperti orang lain ucapkan.


Padahal yang terpenting adalah focus saja pada kebaikan yang sedang kita kerjakan dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT. Selama masih di atas kebenaran dan melakukan kemaksiatan tidak perlu risih dengan penilaian manusia. Fokus saja meraih Ridho Allah SWT. Karena yang Allahlah melihat dan Maha membalas.


Itulah penilaian manusia selalu berbeda. Setiap kepala mempunyai penilaian yang berbeda pula. Maka tak pelak penilaian manusia sering mengalami perbedaan bahkan bertentangan satu sama lain. Nah bagaimana jikalau penilaian manusia menjadi hukum yang berlaku seperti sekarang ini. Maka tak heran jikalau undang-undang sering sekali diamandemen atau direvisi. 


Padahal ada penilaian yang terbaik untuk manusia yang berasal dari Sang Pencipta Allah SWT. Pemilik kesempurnaan dan kekuasaan di alam semesta. Kebaikan dan keburukan atas penilaian manusia seyogyanya disandarkan kepadaNya, Allah SWT. Terikat dengan bingkai seruan Syar'i berpijak kepada kebenaran yang hakiki. 


Allah SWT berfirman:


Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. (QS. al-Mā`idah: 48).


Wallahu a'lam bishowab. []

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم