Oleh : Thama rostika (Pena untuk Peradaban)
Tak terasa kita sudah memasuki 10 malam terakhir di bulan ramdhan. Kesedihan mulai muncul ketika sebentar lagi akan berpisah dengan bulan mulia ini. Bulan ramdhan selalu penuh kisah dan cerita tersendiri. Suasananya akan selalu dirindu dan dinanti. Terlebih banyak keutamaan yang bisa di dapat selama ramdhan. Allah jadikan bulan ramadhan penuh ampunan, pahala dilipatgandakan, tak terkecuali adanya keutamaan malam lailatul qadar. Setiap muslim pastinya telah mengetahui keutamaan malam yang disebut sebagai malam seribu bulan ini. Allah SWT berfirman yang artinya : "Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan." (TQS. al-Qadar : 3)
Bisakah di bayangkan, pahala menghidupkan lailatul qadar adalah lebih baik dari pahala ibadah selama kira-kira 83 tahun 3 bulan. Bukankah ini suatu kondisi yang menakjubkan juga menggembirakan mengingat kita pun belum tentu bisa hidup hingga usia 80 tahun, namun dengan keutamaan malam lailatul qadar ini maka kita bisa mendapatkan kebaikan dan pahala selayaknya hidup selama seribu bulan.
Rasulullah Saw : “Siapa saja yang menghidupkan Lailatul qadar dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw juga mendorong setiap Muslim untuk sungguh-sungguh meraih keutamaan malam tersebut. Beliau Saw bersabda : “Carilah oleh kalian keutamaan lailatul qadar pada malam-malam ganjil di sepuluh terakhir Ramadhan.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Malam lailatul qadar tidak diketahui pasti tepatnya pada malam keberapa di 10 malam terakhir. Namun dari apa yang dijelaskan termasuk dalam nash di atas, bahwa malam laitul qadar bisa di dapat dalam malam-malam ganjil. Kenapa Allah dan Rasul tidak langsung saja menjelaskan kapan tepatnya malam lailatul qadar itu? Wallahu ‘alam. Namun bisa jadi seperti apa yang ditegaskan oleh Imam al-Ghazali : “Boleh jadi maksud Allah merahasiakan keberadaan lailatul qadar adalah untuk meningkatkan kesungguhan manusia dalam mencarinya.”
Malam lailatul qadar merupakan malam yang dinanti dan diharapkan bisa diraih karena keutamannya. Namun, ada hal lain yang mengungguli malam seribu bulan ini.
Diriwayatkan dalam hadis shahih, bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Maukah kalian, aku beritahu tentang suatu malam yang lebih utama dari Lailatul Qadar? Yaitu (malamnya) seorang penjaga yang berjaga-jaga di suatu wilayah yang menakutkan (di medang perang fi Sabilillah) dan dia amat berharap tidak kembali kepada keluarganya (berharap mati syahid, pen.).” (HR al-Hakim).
Inilah satu keutamaan lain yang mengungguli malam seribu bulan. Sayangnya dalam hal ini, tidak banyak dari kaum muslim yang mengetahuinya. Juga tidak banyak yang memiliki hasrat sebesar hasrat untuk meraih keutamaan lailatul qadar.
Padahal jihad pun merupakan amalan utama yang lebih dulu disebut oleh Rasulullah saw. sebelum haji mabrur. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. :
Nabi saw. pernah ditanya, “Amal apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya?” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Jihad fi sabilillah?” Beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Haji mabrur.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Karena keutamaannya itu, tak heran kiranya kita banyak mendengar kisah para sahabat yang begitu antusias ketika datangnya panggilan jihad dari Rasulullah saw, terlebih panggilan itu muncul saat Ramadhan. Mereka tak getar menjemput syahid, bahkan rela meninggalkan apapun, termasuk momen yang paling penting dalam hidup mereka, seperti ‘malam pengantin’, sebagaimana yang dilakukan oleh Sahabat Hanzhalah ra. Ia segera meninggalkan istrinya yang baru beberapa jam sebelumnya ia nikahi, demi menjemput syahid di medan jihad. Bahkan di akhirat kelak, orang-orang yang mati syahid berangan-angan dihidupkan dan dipulangkan kembali dunia karena berhasrat untuk kembali terbunuh sebagai syahid sepuluh kali karena merasakan sendiri keutamaan orang-orang yang mati syahid saat ditempatkan di surga-Nya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Melihat keutamaan tersebut, lantas bagaimana kita dapat meraihnya, sementara saat ini kita tidak sedang berada di medan perang jihad fi sabilillah atau berada di wilayah perang? Masih bisakah kita meraih keutamaan jihad tersebut? Tentu saja bisa. Keutamaan jihad fi sabilillah dapat kita raih tak lain dengan melibatkan diri dalam medan dakwah yaitu amar makruf nahi mungkar. Terutama yang ditujukan kepada para penguasa zalim. Rasulullah saw. bersabda, “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kata-kata kebenaran di hadapan penguasa zalim.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Rasulullah Saw juga pernah bersabda, “Pemimpin para syuhada (di Hari Kiamat nanti) adalah Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Rasulullah saw. yang syahid di medang Perang Uhud, pen.) dan seorang laki-laki yang berdiri tegak di hadapan seorang penguasa zalim, dia menasihati penguasa tersebut, lalu penguasa itu membunuh dirinya.” (HR ath-Thabarani dan al-Hakim).
Telah nyata kita melihat kemungkaran terbesar saat ini yang dilakukan oleh penguasa karena tidak menerapkan syariah Islam. Maka ke sanalah amar makruf nahi mungkar lebih layak ditujukan. Berjuang melawan kemungkaran, berperang melawan ideologi kufur yang merusak dan menyengsarakan umat. Maka sudah selayaknya jika melihat keutamaan amar makruf nahi munkar yang lebih utama dari malam lailatul qadar maka seharusnya kita pun berlomba juga untuk mendapatkan nya.
(Sumber : buletin kaffah edisi 092, 24 mei 2019)