Oleh : Ramsa (Aktivis Muslimah)
Ketika manusia sudah tergoda kemewahan atau kenikmatan dunia, maka banyak setan akan menemani. Bujukan dan rayuan akan silih berganti. Gaji kecil jadi masalah, gaji besar pun terasa tak cukup. Hingga korupsi dianggap wajar. Rasanya di negeri ini sulit menjauhkan diri dari kejahatan satu ini.
Masih hangat diberitakan oleh CNBC Indonesia 19 April 2022 terkait adanya penetapan tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang ekspor minyak goreng mentah, yang dikerjakan oleh oknum pejabat Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, ada 4 orang yang jadi tersangka.
"Pertama, pejabat Eselon I Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. Dengan perbuatan tersangka telah melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, PT. Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas," kata Jaksa Agung Sianitar Burhanudin dalam keterangan pers disiarkan akun Youtube Kejaksaan RI, Selasa (19/4/2022).
Korupsi Merajalela Karena Sanksi Tak Buat Jera?
Tak terhitung banyaknya pelaku korupsi di Nusantara. Apakah karena kurangnya kontrol atau lemahnya aturan hukum? Atau karena korupsi dianggap budaya? Rasanya semua tepat. Naudzubillah. Berbagai kasus megakorupsi belum teratasi dan gak jelas arahnya kini muncul lagi korupsi baru, yang mirisnya justru muncul di tubuh lembaga negara yang diharapkan jadi penyambung lidah rakyat.
Melihat tingginya angka korupsi yang melanda negeri ini, tentu jadi pertanyaan besar mengapa hal demikian terus berulang? Salah satu jawabanya karena tidak ada efek jera dari sanksi yang diberikan pada pelaku korupsi.
Hukuman bagi koruptor di Indonesia yakni minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara.
Sanksi ini terkategori cukup ringan karena masih bisa dilakukan deal-deal politik, ada pengurangan masa tahanan. Juga ada fasilitas remisi tiap tahun dan segudang fasilitas mewah bagi koruptor kelas kakap saat berada dalam penjara. Tentu hal ini tak akan membuat efek jera, karena penjara ibarat hotel mewah.
Hukuman Koruptor dalam Islam
Dalam sistem peradilan Islam hukuman bagi pelaku korupsi masuk kategori ta'zir. Yang jenis hukumannya dikembalikan pada keputusan khalifah atau kepala negara. Hukumannya bisa meliputi, penjara, diasingkan atau bisa juga dibunuh.
Mengutip dari Republika, "AF Ahmed dalam The Rightly Guided Caliphs and the Umayyads menulis, saat Umar bin Khaththab menjabat sebagai khalifah, ia memecat pejabat atau kepala daerah yang melakukan korupsi."
Belum lama menjabat, Umar juga menginspeksi kekayaan pejabat negara dan menyita harta yang didapat bukan dari gaji yang semestinya. Harta sitaan dikumpulkan di Baitul Mal untuk digunakan bagi kepentingan rakyat. Sebagai pencegahan lanjutan, ia melarang pejabat eksekutif turut campur dalam pengelolaan Baitul Mal (Kas negara). Di tingkat provinsi, pengelola keuangan daerah tidak bergantung pada gubernur dan tanggung jawab mereka langusng kepada pemerintah pusat.
Selain tegasnya sanksi dalam membuat efek jera pelaku korupsi, dalam Islam juga yang diutamakan adalah mental amanah seorang pejabat. Karena setiap jabatan dan amanah sekecil apapun pasti ada pertanggungjawabannya. Hal ini ditopang oleh ketakwaan masyarakat yang baik, sehingga kemaksiatan bisa diminimalisir. Cukuplah firman Allah Ta'la berikut sebagai pengingat :
يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَّا يَجْزِى وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِۦ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِۦ شَيْئًا ۚ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
Artinya:
"Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah." (QS. Luqman : 33)
Maka sebagai muslim kita wajib menjadikan syariat Islam sebagai pengatur semua sisi kehidupan, baik hukum, politik dan kenegaraan. Agar semua keagungan nilai-nilai Islam bisa terelisasi di dalam kehidupan sehari-hari.
Wallahu A'lam