PRO KONTRA LABEL HALAL BARU, ADA APA?




Oleh : Sarah Madani (Aktivis Dakwah)

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) baru-baru ini merilis label halal baru yang berlaku secara nasional yang wajib beredar per 1 Maret 2022 (Antaranews.com 12/03/2022). Perubahan ini dilakukan dengan alasan sertifikasi halal suatu produk kini dikeluarkan dan merupakan wewenang BPJPH, bukan lagi oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia).

Kebijakan ini sontak saja mendapat banyak pro dan kontra di tengah masyarakat. Bagi mereka yang pro, adanya perubahan logo halal baru sah-sah saja dan menjadi tak masalah asalkan substansi kehalalan, baik dari produk, proses dan lainnya tetap terjaga. Hal ini serupa seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti dan Ketua Tanfidzyah PBNU, Ahmad Fahrurrozi (CnnIndonesia.com 15/03/2022).

Sementara jika dilihat dari pihak kontra, kebijakan ini menuai banyak kritikan. Masyarakat kadung hafal logo lama dengan nuansa hijau bertuliskan MUI dan kata “Halal” nya. Selain itu, persoalan logo yang berbentuk lurik gunungan wayang seolah-olah menunjukkan bahwa kemenag alergi dengan hal-hal yang berbau kearab-araban, sehingga logo halal pun terkesan‘dijawa-jawakan’.Bahkan  Belum lagi susunan khat huruf ‘halal’ nya yang menjadi samar, malah mirip kata “halaak”, bahkan kata “haraam”. Esensi agar logo halal tersebut mudah terbaca dan diketahui masyarakat malah dinilai hanya mementingkan aspek artistik saja.

 Selain itu, yang menjadi titik paling penting dalam persoalan jaminan halal atas suatu produk bukan hanya tentang label cap halal, tapi juga tentang keseriusan pemerintah untuk benar-benar menjamin bahwa produk yang diberi label halal tersebut benar-benar halal, mengingat pemeluk agama Islam di Indonesia merupakan penduduk yang mayoritas.

Maka, label halal menjadi amat penting sebagai penanda akan menentukan apakah suatu produk layak dan boleh di konsumsi atau tidak. Jangan sampai persoalan logo halal yang samar dan tidak mudah dikenali atau bahkan label halal tersebut hanya sekedar ‘tanda’ tanpa benar-benar memastikan kandungan produk yang sebenarnya—membuat masyarakat muslim malah mengkonsumsi sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT. Karena jangankan yang tidak berlabel halal, yang berlabel halal sekalipun kadang masih diragukan jika masyarakat tidak jeli melihat komposisi suatu produk.

Perpindahan kewenangan dalam proses sertifikasi halal yang berpindah dari MUI ke BPJPH yang dikelola langsung oleh negara pun dinilai sarat akan kepentingan. Terbukti dari UU Jaminan Produk Halal yang termasuk dalam klaster Permudahan Perizinan Usaha mengalami perubahan yang signifikan akibat disahkannya UU Omnibus Law atau UU Ciptaker pada 5/10/2020 lalu (muslimahnews.com 15/03/2022).  Apalagi jika dikaitkan dengan pasar umat Islam yang sangat besar, jangan-jangan upaya ini bukan semata untuk menjamin kehalalan produk atau mengakomodasi kepentingan umat islam saja, melainkan untuk tujuan-tujuan lain demi melahirkan keuntungan sebagian pihak saja.

Mengingat betapa pentingnya jaminan produk halal untuk masyarakat muslim, negara sudah semestinya memenuhi hak rakyat tersebut atas dorongan iman dan juga kewajiban. Salah satunya dengan aturan sertifikasi halal. Aturan ini juga tidak boleh membebani rakyat, terutama dari sisi produsen barang dan pelaku usaha. Negara justru seharusnya memberi kemudahan dalam hal regulasi ataupun pembiayaan mengingat hal itu merupakan tugas negara.
Aspek penetapan standar halal juga harus di atur oleh negara, jangan sampai ada perbedaan pandangan terkait kehalalan suatu produk.  Dimana satu pihak mengatakan halal, namun pihak lain mengatakan tidak halal. Maka negara harus menjamin kesamaan standar halal tersebut, sekalipun oleh lembaga yang sudah dilegimitasi oleh pemerintah. Jangan sampai terjebak dengan kepentingan bisnis kapitalis. Karena perkara halal dan haram bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Semoga segera terwujud pemerintah Islam yang benar-benar memperhatikan aspek halal-haram tanpa mengkaitkannya dengan beragam kepentingan segelintir orang tertentu.
Wallahu a’lam.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم