Penista Agama Tumbuh Subur di Sistem Kufur




Oleh :  Atien


اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.
(QS. Al-Hijr [15]: 9).

Sebagai orang beriman siapapun pasti memahami bahwa Al-Qur'an adalah kitab suci yang Allah turunkan kepada Rasul Muhammad Saw agar disampaikan kepada umatnya sebagai panduan hidup bagi manusia.

Sebagai sesuatu yang datang dari Allah, Al-Qur'an berisi aturan- aturan Islam yang begitu lengkap. Aturan-aturan tersebut akan menjadi petunjuk dan jalan keselamatan di dunia maupun akhirat.

Namun kesempurnaan Al-Qur'an diusik oleh narasi menyesatkan dari seorang pendeta bernama Saifuddin Ibrahim yang diunggahnya di media sosial.

Dalam unggahan video miliknya Saifuddin meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk menghapus 300 ayat Al-Qur'an. Permintaan itu lakukan karena 300 ayat tersebut mengajarkan paham radikal. (16/3/2022 CNNIndonesia).

Permintaan yang tidak masuk akal itu sontak mendapat berbagai kecaman.  Salah satunya datang dari Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. Mahfud MD bahkan telah meminta Polri untuk menyelidiki tayangan video Saifuddin karena telah menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat dan berpotensi memecah belah persatuan bangsa.

Lagi-lagi, Islam diserang, dihinakan,dipojokkan, dilecehkan dan dinistakan. Sepertinya tidak ada kata bosan dari musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam.

Cara-cara licik yang dipakai oleh para musuh Islam selalu memunculkan ide-ide picik. Hal itu bisa dilihat dari rentetan peristiwa yang selalu ditimpakan kepada Islam. Umat pasti masih ingat  tentang suara adzan yang notabene sebuah panggilan mulia untuk melaksanakan shalat  disamakan dengan gonggongan anjing. Setelah itu muncul berita viral daftar penceramah radikal. Sekarang ganti lagi dengan keinginan untuk penghapusan 300 ayat Al-Qur'an. Semuanya selalu dihubungkan dengan Islam, simbol, syiar dan para pengembannya.

Dari semua narasi yang muncul, pasti bermuara pada satu kesimpulan bahwa Islam mengajarkan terorisme dan radikalisme. Ke dua hal itu juga menjadi alasan bagi pendeta Saifuddin meminta penghapusan 300 ayat Al-Qur'an.

Apapun alasan yang diberikan oleh Saifuddin tetaplah sebuah penistaan agama karena kelancangannya menggugat dan merendahkan ayat- ayat Al-Qur'an.

Banyaknya penistaan agama yang muncul di negeri ini, seakan tiada henti. Hal itu menunjukkan betapa penistaan agama dianggap tindakan yang sudah biasa terjadi di tengah-tengah masyarakat

Umat pasti belum lupa dengan penistaan Surah Al- Maidah 51 pada September 2016 yang dilakukan oleh BCP, kemudian pada 2021 muncul kasus sama yang menyeret MK dengan pernyataannya yang menyebut kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren menyesatkan dan mengajarkan paham radikal. MK juga menganggap bahwa ajaran Islam yang dibawa Rasul Saw tidak benar, maka harus ditinggalkan.

Meskipun demikian, tingkah polah para penista agama terus melenggang dengan bebasnya. Mereka sepertinya tidak berkaca dari para pendahulunya yang harus dihukum walaupun hanya sementara. Ringannya hukuman jelas tidak mungkin menimbulkan efek jera. Bahkan setelah mereka bebas dari hukuman, penista agama bisa memperoleh kepercayaan dan jabatan dengan mudahnya. Entahlah, mungkin rakyat sudah bosan dengan penegakkan hukum di negeri ini yang selalu saja tumpul ke atas namun tajam ke bawah.

Begitu seringnya kasus penistaan agama yang terjadi ternyata berbanding lurus dengan sistem sekarang. Sebuah sistem yang mengedapkan asas kebebasan. Salah satunya adalah kebebasan berpendapat. Dalam sistem ini mereka para penista tidak peduli bahwa pernyataannya 
yang berisi gugatan dan cacimaki kepada agama lain bisa menyakiti dan memicu kemarahan pemeluknya.

Penista agama berlindung dibalik topeng hak asasi untuk membela diri. Mereka menganggap kebebasan dan hak asasi adalah boleh berbuat apa saja dan sesuka hatinya. Itulah buah dari sistem kufur Kapitalisme liberal. Sistem kufur yang membuat penista agama tumbuh subur.

Lantas sampai kapan umat Islam harus selalu menerima segala bentuk penistaan? Apalagi yang dinista adalah firman Allah Yang Mahaagung.
Keagungan Al-Qur'an terdapat dalam firman Allah yang artinya: "Sungguh orang-orang yang mengingkari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu datang kepada mereka (mereka pasti akan celaka). Sungguh Al-Qur'an adalah benar-benar kitab yang mulia. Tidak datang kepada Al-Qur'an kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya. Al-Qur'an itu diturunkan dari Rabb  Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (TQS. Fushshilat [41]: 41- 42).

Maka hanya ada satu jalan  untuk menghentikan segala bentuk penistaan agama yaitu dengan kembali kepada aturan Islam. Islam dengan aturannya yang sempurna akan memberikan hukuman setimpal dan efek jera bagi penista agama sehingga orang lain takut untuk melakukannya. Hal itu sesuai sabda Rasul yang artinya: " Siapa yang mau" membereskan" Ka'ab bin Asyraf? Sesungguhnya dia telah menyakiti Allah dan Rasulnya." (HR. Bukhari).

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan dengan rinci dal kitabnya Ahkam Ahli Al-Dzimmah bahwa jumhur ulama ( mazhab Maliki, Syafi'i, Hambali) sepakat bahwa Ahludz dzimmah yang melakukan penghinaan kepada agama Islam maka batallah perjanjiannya sebagai warga negara dan layak dihukum mati. (Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauriyyah, Ahkam Ahlidz Dzimmah, hlm
1356-1376).
(Sumber https://m.facebook.com).

Dalil-dalil di atas menjadi panduan dalam menjatuhkan hukuman bagi penista agama. Akan tetapi pelaksanaan hukuman tersebut hanya akan terwujud apabila sudah ada negara yang menerapkan sistem Islam yang menerapkan seluruh aturan Islam secara kaffah. Sistem Islam akan menghilangkan segala bentuk penistaan agama. Islam akan kembali menjadi mercusuar dunia sebagaimana yang tertulis dalam sejarah kegemilangannya.

Wallahu a'lam bi ashshawwab.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم