Minyak Goreng Langka, Ulah Korporasi Rupanya

 



Oleh: Erna Ummu Azizah


Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, tapi kok minyak goreng langka ya? Kalaupun ada harganya mahal. Hingga saat ada promo murah, para ibu rela antri untuk mendapatkannya. 


Baru-baru ini Polri berhasil membongkar praktik penimbunan dan penyalahgunaan minyak goreng curah, salah satunya di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Ada 61,18 ton untuk konsumsi rumah tangga malah dialihkan ke industri. Pantas saja langka, ada ulah korporasi rupanya. 


Seperti dilansir dari laman berita online, "Hasil penyelidikan Satgas Pangan, ditemukan adanya penyalahgunaan minyak goreng milik PT Smart Tbk yang dikirim dari kabupaten Tarjun, Kalimantan Selatan. Ada 61,18 ton minyak goreng curah yang harusnya untuk rumah tangga malah sudah dialihkan atau dijual ke industri." (Detikcom, 21/2/2022)


Dengan adanya penyelewengan ini, mengakibatkan harga penjualan minyak curah menjadi tak terkendali. Dan mirisnya lagi, meski Indonesia menjadi penguasa minyak sawit secara global, namun naik turunnya harga komoditas sawit dikendalikan oleh Bursa Malaysia Derivatives (BMD).


Hal ini dikarenakan besarnya pengaruh BMD dalam penetapan harga sawit global, mengingat Malaysia sebelumnya merupakan negara penghasil CPO terbesar dunia. Selain itu, banyak perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga sejatinya dimiliki oleh perusahaan asal Malaysia.


Jika benar demikian, patut diduga kelangkaan dan permainan harga minyak goreng sebenarnya adalah ulah korporasi. Mampukah penguasa memegang kendali minyak goreng di tengah sistem kapitalisme liberal?


Tak dipungkiri sistem kapitalisme liberal telah lama bercokol di dunia juga negeri tercinta Indonesia. Kebijakan yang diatur oleh para pemilik modal (kapitalis) menyebabkan nasib rakyat terpinggirkan. Karena yang dipikirkan hanyalah keuntungan. 


Tak heran rakyat akhirnya kelabakan, bahkan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Inilah derita hidup dalam aturan buatan manusia. Tentu akan berbanding terbalik jika aturan ditetapkan Sang Pencipta. Dialah yang maha mengetahui segala yang terbaik untuk hambaNya. Itulah Syariah Islam, pembawa rahmat bagi semesta alam. 


Islam telah mengatur bagaimana negara harus amanah dalam mengurus rakyatnya. Maka, negara dalam Islam (Khilafah) berkewajiban menjamin terpenuhinya sandang, pangan, papan. Segala hal yang dapat mengacaukan, termasuk masalah penimbunan akan segera diselesaikan. 


Cara Khilafah Mengatasi Penimbunan


Rasulullah saw. telah melarang makanan ditimbun (HR al-Hakim dan Ibnu Abi Syaibah).


Adapun bagaimana solusi mengatasi masalah penimbunan maka penimbun dijatuhi sanksi ta’zîr. Dia dipaksa untuk menawarkan dan menjual barangnya kepada para konsumen dengan harga pasar, bukan dengan dipatok harganya termasuk pematokan oleh negara.


Islam telah mengharamkan pematokan harga secara mutlak berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas yang berkata:


Harga melonjak pada masa Rasulullah saw. Lalu mereka berkata, “Ya Rasulullah, andai saja Anda mematok harga.” Beliau bersabda, “Sungguh Allah-lah Yang Menciptakan, Yang Menggenggam, Yang Melapangkan, Yang Memberi Rezeki dan Yang Menetapkan Harga. Aku sungguh berharap menjumpai Allah dan tidak ada seorang pun yang menuntutku dengan kezaliman yang aku lakukan kepada dia dalam hal darah dan tidak pula harta.” (HR Ahmad).


Ringkasnya, solusi masalah penimbunan adalah:


- Persoalan itu diselesaikan tanpa pematokan harga karena pematokan harga adalah tidak boleh.


- Dengan disertai sanksi terhadap orang yang menimbun berupa sanksi ta’zîr (jenis sanksinya ditetapkan oleh penguasa/hakim).


- Mengharuskan penimbun untuk menawarkan barangnya di tempat dagang agar masyarakat membelinya dengan harga pasar.


- Jika barang hanya ada padanya, sementara masyarakat memerlukannya maka negara wajib menyediakan barang tersebut dan berikutnya terdapat harga pasar tanpa ada seorang pedagang pun yang mengendalikan harga barang tersebut.


Jadi, penguasa dalam Islam (Khalifah) hanya akan tunduk pada aturan Allah, bukan kepada pemilik modal/pengusaha (korporasi). Karena amanahnya tidak hanya dipertanggungjawabkan di dunia, namun juga di akhirat kelak. Wallahu a'lam.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم