Menggagas Solusi Mahalnya Kedelai

 


Oleh Maretatik


Akhir-akhir ini, keberadaan makanan berbahan baku kedelai agak sulit dicari. Jika pun ada, maka tak akan seperti biasanya. Jika bukan harganya yang naik, maka ukurannya yang akan dikurangi. Begitulah nasib  tahu, tempe belakangan ini. Sebagaimana terjadi pada pengrajin tempe di Pliken, Kembaran Banyumas, mereka terpaksa harus mengurangi ukuran tempe produksinya, agar tetap terjangkau oleh konsumen. (Liputan6.com, 11/3/2022).


Harga kedelai memang tengah mengalami kenaikan sejak awal Februari lalu. Kenaikan harga tersebut dipicu naiknya harga kedelai dunia. Sementara, pasokan kedelai di negara kita masih bergantung impor, sehingga saat harga kedelai dunia mengalami kenaikan, maka harga kedelai di dalam negeri juga akan merangkak naik. 


Kenaikan harga kedelai bukan kali ini saja terjadi. Namun sudah seringkali terjadi di negeri ini. Hanya saja masalah ini belum juga teratasi. Padahal seharusnya, pemerintah bisa belajar dari kejadian di masa sebelumnya, dan menjadikannya pelajaran untuk kebijakan di masa yang akan datang.


Ekonom senior Rizal Ramli mengatakan bahwa seharusnya pemerintah memikirkan swasembada pangan, termasuk kedelai. Jangan terus-menerus mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. (Liputan6.com, 6/3/2022). Masih menurut Rizal, bahwa seharusnya Menteri Koordinator Perekonomian bisa mengintegrasikan kebijakan perdagangan dan impor dengan kebijakan produksi Departemen Pertanian. 


Kebutuhan kedelai untuk produksi tahu tempe mencapai tiga juta ton per tahun. Dengan rincian, dua juta ton untuk produksi tempe dan 1 juta ton untuk produksi tahu. Dari kebutuhan tiga juta ton tersebut, sebanyak 2,7 juta ton dipenuhi dengan impor dan sisanya dipenuhi dari produksi dalam negeri. (katadata.co.id, 17/2/2022). 


Melihat prosentase pemenuhan kedelai yang sebagian besar diperoleh dari impor tersebut, maka wajar jika harga kedelai dunia mengalami kenaikan, maka harga kedelai di dalam negeri pun akan ikut terguncang. 


Hal ini tentu sangat miris, mengingat Indonesia adalah negara agraris. Banyak lahan yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk menanam kedelai, agar pasokan lokal bisa memenuhi kebutuhan kedelai nasional. Apalagi, kedelai adalah tanaman yang mudah tumbuh di mana saja. 

Sebenarnya, di tahun 2016, pemerintah berhasil menaikkan produksi nasional hingga mencapai 2,4 ton per hektare. Di mana angka ini melampaui rata-rata produktivitas kedelai nasional yang hanya 1,5 ton per hektare. Namun sayang, hal itu tidak bisa bertahan lama, karena harga jual di tingkat petani tidak cukup menggembirakan, sehingga banyak petani yang kemudian berhenti menanam kedelai. Akibatnya, luas lahan yang ditanami kedelai berkurang.


Bulog yang diberi tugas untuk menjaga stabilitas harga di kalangan petani, mengaku tidak memiliki dana yang cukup. Akhirnya petani menjual sendiri kedelainya meskipun dengan harga yang murah. Dalam kondisi yang tidak menguntungkan inilah, akhirnya petani memilih berhenti menanam kedelai.


Dari pembahasan di atas, sebenarnya dapat dipahami, bahwa kelangkaan kedelai yang berujung pada impor, diakibatkan oleh kapasitas produksi nasional yang belum bisa memenuhi kebutuhan nasional. Di sisi lain, petani lokal tidak mau terus menanam kedelai karena merasa tidak sejahtera. Hai ini karena pemerintah gagal melakukan distribusi secara merata agar harga tidak anjlok.


Nyatalah, bahwa pemerintahan yang berasaskan kapitalisme ini tidak benar-benar memperhatikan kebutuhan rakyat. Meskipun para pakar sudah menawarkan berbagai solusi praktis, namun mereka tidak mau mengaplikasikannya. Karena fokus mereka adalah mengembalikan modal yang dulu mereka keluarkan hingga mampu menduduki jabatan tertentu. 


Maka seharusnya, kita berpikir untuk mengganti sistem hari ini yang nyata-nyata tidak sungguh-sungguh mengurusi rakyatnya. Kita berupaya mencari sistem lain yang selalu mengedepankan kepentingan rakyat. Apalagi jika bukan sistem Islam, yang telah terbukti berjaya selama berabad-abad menaungi masyarakat sehingga mereka hidup makmur dan tenteram, karena tercukupi kebutuhan mereka. Karena Islam selalu mengingatkan bahwa seorang penguasa akan ditanya tentang rakyat yang diurusnya.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم