Oleh: Eni Mu'ta, S.Si (Komunitas Pena Cendekia)
Pupus sudah harapan rakyat harga minyak goreng dapat kembali normal atau lebih murah. Pasalnya, pemerintah telah mencabut kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ternyata tidak mampu menstabilkan harga dan barang. Pemerintah berlepas tangan, menyerahkan harga minyak goreng pada pasar. Kini minyak goreng bertebaran dengan harga semakin memanas.
/Balada Minyak Goreng/
Setelah berpekan-pekan dilanda kelangkaan, kini masyarakat tak lagi susah mencari minyak goreng. Bukan karena pemerintah sudah sukses menstabilkan harga dan mengatasi kelangkaan minyak. Tetapi, karena pemerintah sudah menyerahkan mekanismenya pada pasar. Alhasil, harga tak lagi dipatok berdasarkan HET. Stok di toko ritel pun melimpah dengan berbagai macam merek. Namun, rakyat dibuat shok karena harganya semakin memanas.
Banyak yang heran kemana selama ini minyak goreng berada? Saat banyak masyarakat yang membutuhkan dengan harga HET, minyak goreng mendadak menghilang. Setelah sehari HET dicabut, mendadak minyak goreng membanjiri pasar dengan harga lebih mahal. Sungguh ironi, negeri raja sawit rakyatnya harus menjerit lantaran harga minyak goreng melangit.
Menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, seharusnya stok minyak goreng yang sudah digelontorkan mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Sepanjang 14 Februari-16 Maret 2022, kebijakan Domestik Market Obligation (DMO) berhasil mengumpulkan 720.612 ton minyak sawit. Dari total tersebut, 551.067 ton sudah didistribusikan kepada masyarakat. Bahkan menurut perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), seharusnya tiap orang bisa mendapatkan dua liter atau melebihi konsumsi per bulannya. Namun, kenyataannya minyak goreng langka keberadaannya.
/Negara Angkat Bendera?/
Kelangkaan dan tingginya harga sejumlah komoditas di negeri ini bukan kali pertama terjadi. Mekanisme pasar dalam sistem ekonomi kapitalisme bukan semata-mata berjalan karena adanya permintaan dan penawaran. Tetapi ada ulah buruk para kapital untuk meraup untung besar. Mereka dapat menguasai pasar dan berani mempermainkan harga.
Terkait kelangkaan dan melangitnya harga minyak goreng, menurut ketua KPPU Ukay Karyadi sebagaimana dilansir dari m.bisnis.com (3/2/2022), ia menyatakan bahwa bisnis minyak goreng dalam negeri cenderung dikuasi oleh segelintir korporasi besar yang memiliki kekuatan mengontrol harga. KPPU mencatat dari 74 pabrik minyak goreng terdapat empat perusahaan yang menguasai pasar. Oleh karena itu, KPPU mensinyalir sejumlah perusahaan itu telah melakukan kartel kenaikan harga minyak goreng.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi pun mengaku tidak kuasa menghadapi mafia minyak goreng di tanah air. Pihaknya memiliki keterbatasan dalam undang-undang untuk mengusut tuntas masalah mafia dan spekulan minyak goreng. Sementara kebijakan yang bisa dilakukan hanya sebatas mengatur pasokan (cnnindonesia.com, 17/3/2022).
Anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS Amin Ak menyoroti tindakan pemerintah. Menurutnya, keputusan menyerahkan harga minyak goreng kepada mekanisme pasar bukan hanya menunjukkan kegagalan mengendalikan harga dan pasokan, namun juga menunjukkan pemerintah lemah di hadapan kartel pangan (news.detik.com, 17/3/2022).
Pada dasarnya, harga komoditas yang melonjak sehingga sulit dijangkau masyarakat berpangkal dari lemahnya fungsi negara. Negara tidak bertanggung jawab penuh atas urusan masyarakat. Melainkan sekadar menjadi regulator dan fasilitator bagi korporasi yang bercokol di negeri ini.
Praktik spekulasi dan kartel sukar dihilangkan karena korporasi lebih berkuasa daripada pemerintah. Wajar saja jika pemerintah angkat bendera dengan dalil menyerahkan harga minyak goreng pada pasar. Pemerintah kehilangan taring mengahadapi para korporasi. Selain itu, lemahnya penegakan sanksi pada pelaku kartel tidak memberikan efek jera. Bahkan sifatnya tebang pilih, hukum hanya menjerat pelaku kecil tetapi para kartel dan mafia kelas kakap sangat sulit ditindak.
Dengan demikian, derita rakyat akan semakin panjang seiring terus diterapkan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini. Sistem batil yang tidak memperdulikan urusan rakyat tetapi mengutamakan urusan para korporasi. Tidakkah ada sistem lain yang mampu dijadikan solusi?
/Sistem Islam Solusi Tepat/
Dalam sistem Islam, negara adalah _khodimatul ummat_ (pelayannya umat). Negara ada untuk mengurusi urusan rakyat serta memenuhi hajat hidup rakyat. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, tidak dibenarkan adanya praktik penimbunan dan mempermainkan harga. Sabda Nabi Saw, "Siapa saja yang melakukan menimbun makanan terhadap kaum Muslim, Allah akan menimpakan kepada dirinya kebangkrutan atau kusta" (HR. Ahmad).
Islam juga melarang keras adanya praktik kartel yang mempermainkan harga dan menyengsarakan rakyat. Sabda Nabi Saw, "Siapa saja yang mempengaruhi harga bahan makanan kaum Muslim sehingga menjadi mahal, merupakan hak Allah untuk menempatkan dirinya ke dalam tempat yang besar di neraka nanti pada hari kiamat" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Pada praktiknya, negara tidak boleh kalah berhadapan dengan para korporasi besar pemilik kartel. Karena negara wajib memenuhi hajat hidup rakyat dengan menjaga keamanan dalam mekanisme pasar. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab yang dikisahkan oleh Rawwas Qal'ahji dalam Mawsu'ah Fiqh Umat bin al-Kaththab.
Bahwa Khalifah Umar melarang praktik monopoli di pasar-pasar kaum Muslim. Umar menegur bahkan mengusir jika ada pedagang yang mempermainkan harga sesuka hatinya di pasar. "Tidak boleh ada praktik monopoli di pasar-pasar milik kami," tegasnya.
Selain itu, sistem Islam memiliki sanksi tegas bagi para spekulan. Para pedagang dan pengusaha besar berhak dilarang berdagang sampai jangka waktu tertentu karena terbukti melakukan praktik kartel. Negara juga melarang ekspor komoditas tertentu yang tengah dibutuhkan oleh rakyat. Karena kebutuhan rakyat adalah prioritas dibanding aktivitas perdagangan luar negeri.
Sungguh sangat berbeda secara diametral dengan sistem ekonomi kapitalisme. Maka tidak ada pilihan lain untuk mewujudkan negara yang bertanggung jawab atas urusan rakyat kecuali dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Dan sistem ekonomi Islam ini hanya bisa diterapkan dalam institusi negara dalam sistem Islam yang disebut Daulah khilafah. _Wallahu a'lam bishawwab_