Oleh : Ane, Pemerhati Sosial, Ciparay - Kab. Bandung.
Jika di luar negeri yang sedang ramai jadi perbincangan adalah gempuran (invansi) Rusia atas Ukraina, maka jika kita berbicara di dalam negeri tiada henti gempuran terjadi pada sejumlah komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga, seperti bawang merah, kedelai, daging sapi, bahkan minyak goreng yang masih menjadi polemik. Tak cukup disitu kini rakyat pun harus dibebani dengan harga LPG yang mengalami kenaikan harga pula.
Problem kenaikan harga yg makin tidak terkendali dari berbagai jenis produk, terutama produk pangan ini bukti potret yang jelas bagaimana peradaban kapitalisme diambang kehancuran, dan tidak mampu menjaga stabilitas harga di pasar.
Sementara dalam berbagai teori ekonomi sekuler kapitalistik, berbagai langkah yang sudah direkomendasikan samasekali tidak efektif. Karena situasi pasar dalam kondisi tidak sempurna, karena kendali pihak tertentu. Apakah dalam kondisi monopolistik alias pasar dikuasai satu pihak tertentu, atau dalam bentuk oligopoli alias pasar dikuasai beberapa kelompok.
Sedangkan saat ini, problemnya sudah sangat kompleks, dikarenakan sistem ekonomi kapitalisme memang sejak awal akan sulit mendeteksi permasalahan utamanya, sehingga walaupun telah diselesaikan problem utamanya, tapi karena sistem kapitalisme berhubungan baik dengan pengusaha, sehingga sulit untuk menyelesaikan problem yang menyebabkan ketidak seimbangan pasar. Padahal ini kunci penyelesaian problem ketidakstabilan harga. Sehingga saat ini sudah jelas ada yang mempermainkan harga, ada yang menimbun barang, dan sistem kapitalisme sulit untuk menjaganya.
Sedangkan dalam Islam tidak demikian. Stabilisasi harga dalam peradaban Islam, pengaturan keuangan Islam membuat semua wilayah kekuasaan Islam nyaris tanpa inflasi. Inflasi muncul hanya saat ada beberapa sosok penguasa yang tidak teguh menerapkan ekonomi Islam.
Saat Syariat tersebut dilaksanakan dengan baik, seperti saat Islam menjaga ketersedian suplai dan demand dengan baik, jika ada ihtikar (penimbunan) diberikan hukuman tegas oleh Qadhi (hakim) dalam kasus kasus penimbunan barang, maka tidak akan ada inflasi. Saat diberikan sanksi tegas pada pelakunya, maka inflasi akan hilang. Kenaikan harga pun bisa segera diatasi. Apakah dalam kondisi monopolistik alias pasar dikuasai satu pihak tertentu, atau dalam bentuk oligopoli alias pasar dikuasai beberapa kelompok.
Dan Islam mengartikan sebuah negara tidak hanya berkutat seputar politik kekuasaan atau sistem oligarki sebagaimana yang terjadi dalam demokrasi. Dalam Islam, negara adalah khodimatul ummat (pelayannya umat). Ia ada untuk mengurusi kepentingan rakyat serta memenuhi hajat hidup rakyat. Kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan wajib dipenuhi negara.
Negara tidak hanya mengejar profit untuk kepentingan partai atau individu. Negara dalam Islam hadir untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi rakyat. Andaikata negara membuka peluang investasi, maka hal ini juga memperhatikan dan memperhitungkan baik buruknya bagi rakyat dan negara sendiri. Tidak asal membuka kran investasi yang justru merugikan negara dan rakyatnya seperti halnya dalam sistem negara kapitalis.
Konsep bernegara ala kapitalis sangat kontraproduktif dengan Islam. Bila kapitalis mengabaikan kesejahteraan, Islam justru sangat memperhatikan kesejahteraan hidup masyarakat. Bila kapitalis berorientasi bisnis, Islam justru berorientasi melayani rakyat secara maksimalis.
Bila kapitalis hanya mengejar profit duniawi, Islam mengejar profit ukhrawi. Bila kapitalis meliberalkan semua kepemilikan, maka Islam mengatur kepemilikan secara imbang. Kapitalis berasas manfaat, sementara Islam berdasar syariat serta maslahat.
Sungguh, Islam adalah solusi pas untuk kondisi Indonesia dan dunia yang sedang kacau. Solusi terindah dari Islam ini tentu akan mewujudkan kesejahteraan yang diinginkan bagi setiap manusia. Mau sampai kapan bertahan dengan sistem kapitalisme yang jelas merusak tatanan kehidupan masyarakat ?
Wallahu a'lam bish shawab.[]