Oleh: Kak Bilqis & Kak Dia (Member Smart With Islam Bangil)
Berbicara tentang Ibu Kota Negara baru mungkin terkesan berat di kalangan remaja. Namun, sebagai generasi penerus bangsa penting mengetahui kondisi negara. Para remaja harus mempunyai pandangan yang benar tentang negaranya dan berupaya untuk mengubahnya menjadi negara yang lebih baik. Oleh karenanya, komunitas Smart With Islam Bangil mengadakan diskusi online (Disline) via WAG Smart With Islam Bangil. Acara dilaksanakan pada hari Kamis, 27 Januari 2022, dengan menghadirkan pemateri luar biasa, Kak Bilqis dan didamping Kak Ica sebagai moderator.
Mengawali diskusi, Kak Bilqis menjabarkan sebuah fakta, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut akan menggunakan sebagian dana dari Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2022 untuk pembangunan dan pemindahan Ibukota Negara Baru (IKN) di tahap awal. Dana yang digunakan mencapai 178,3 triliun rupiah yang masuk dalam cluster penguatan pemulihan ekonomi. Anggaran PEN 2022 sendiri mencapai 455,62 triliun rupiah dan terdiri dari tiga cluster. Rencana ini akhirnya mendapat pertentangan dari berbagai pihak, termasuk DPR. Anggota DPR Marwan Cik Asan mengatakan anggaran PEN murni dialokasikan untuk melindungi masyarakat selama pandemi COVID-19.
Kak Bilqis menjelaskan, "Ekonom senior INDEF Faisal Basri menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan mampu memulihkan ekonomi negara, pasalnya saat ini ada 52,8 % penduduk Indonesia yang status ekonominya tidak aman. Itu artinya separuh lebih penduduk Indonesia dalam keadaan miskin absolut, miskin, nyaris miskin, dan rentan miskin secara finansial. Profesor Din Samsuddin menilai, pemindahan IKN di masa pandemi tidak memiliki urgensi. Atas dasar itu, Din Samsuddin menegaskan pihaknya akan melakukan langkah nyata dalam menolak pemindahan ibu kota yakni dengan mengajukan gugatan UU ke MK."
“Di tengah persoalan wabah yang belum tuntas, pemindahan ibu kota negara merupakan keputusan yang kurang tepat. Seharusnya pemerintah fokus untuk menyelesaikan masalah wabah. Anggaran yang dimiliki negara seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat yang terdampak wabah serta negara harus terus mengupayakan untuk menemukan solusi tuntas menangani wabah ini," imbuh Kak Bilqis.
Begitu juga pemerintah tetap bersikukuh untuk tetap menjalankan proyek ini di masa pemulihan ekonomi memang patut dipertanyakan. Bagaimana bisa proyek IKN tetap berjalan sementara kondisi ekonomi dan keuangan negara sedang tidak aman. Untuk pemulihan ekonomi dan kesehatan saja pemerintah jelas masih harus menyediakan biaya yang sangat besar, sementara negara sudah tenggelam dalam lautan utang.
Dalam dokumen RPJMN tahun 2020-2024 disebutkan biaya yang dibutuhkan untuk pemindahan IKN berkisar 466,98 triliun rupiah. Ini jelas jumlah yang sangat besar. Di tengah penentangan berbagai pihak, ternyata ada pihak yang paling antusias menyambut rencana ini. Yakni para investor dan pengusaha. Di antaranya adalah pengusaha yang bergerak di sektor properti, pembangunan infrastruktur, serta penyedia barang dan jasa lainnya.
"Pasalnya swasta diberikan kesempatan berinvestasi untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Inilah konsekuensi hidup dalam sistem sekuler kapitalisme neoliberal. Penguasa dalam sistem ini tidak berfungsi sebagai pengurus dan penjaga umat," ungkap Kak Bilqis.
Begitulah realitas hidup di bawah naungan sistem kapitalisme. Materi lebih diprioritaskan daripada kesejahteraan rakyat. Alhasil, kebijakan yang lahir bukan demi kesejahteraan rakyat. Namun, demi kepentingan oligarki yang semata-mata bertujuan meraih keuntungan duniawi saja.
Berbeda halnya dengan sistem pemerintahan Islam. Sistem ini menempatkan rakyat sebagai pemilik sejati kekuasaan. Adapun penguasa, posisinya adalah sebagai pemegang amanah umat untuk memimpin dan mengatur mereka dengan syariat Islam. Negara dalam sistem Khilafah wajib memastikan bahwa seluruh kebijakannya memang didedikasikan untuk kemaslahatan rakyat.
Rasulullah SAW bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Dalam hadis tersebut jelas bahwa para Khalifah atau penguasa, sebagai para pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada hari kiamat. Apakah mereka telah menjaga dan mengurus urusan rakyatnya dengan baik atau tidak. Dengan ini, maka sistem Islam berupaya menjadikan para pemimpin untuk selalu menjaga dan mengurus rakyat dengan baik. Dan menetapkan kebijakan yang bisa menyejahterakan rakyat, bukan menyengsarakan. Wallaahu a'lam.