Hukum Untuk Semua

 



Oleh : Alfiatus Sa'diyah (Penulis) 


Pembahasan tentang keadilan hukum menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Sebagai manusia tentu kita harus mengetahui dan memahami apa yang terjadi dengan hukum di negara kita ini. Untuk memperdalam pemahaman dan kesadaran kita mengenai hukum, Muslimah Bangil mengadakan Bedah Buletin Kaffah bertemakan “Hukum Untuk Semua” Diskusi dilaksanakan pada hari Senin, 24 Januari 2022, via WhatsApp Group IBC. Bedah Buletin Kaffah ini menghadirkan narasumber yang luar biasa, yaitu Ning Alfiatus Sa'diyah dan didampingi Kak Fitriyah selaku moderator. 


Mengawali diskusi, Ning Alfiatus Sa'diyah menjelaskan bahwa dalam beberapa waktu terakhir, ada satu kasus mencuat yang menjadi perhatian publik. "Aktivis 98, Ubedilah Badrun, melaporkan dua anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Senin, 10 Januari 2022. Laporan itu perihal dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang lewat bisnis kedua anak Jokowi yang mempunyai relasi dengan perusahaan pembakar hutan (Tempo.co, 17/1/2022). Setelah pelaporan itu, Ubedilah Badrun diberitakan mengalami teror setidaknya dalam tiga bentuk: ancaman di medsos, telepon pada malam hari dari orang tidak dikenal, dan rumahnya diamati oleh dua orang (Jpnn.com, 16/1/2022)," jelas Ning Alfi.


Selanjutnya Ning Alfi menyampaikan bahwa sekarang bolanya tentu ada di pihak aparat penegak hukum, baik KPK maupun kepolisian. Banyak yang berharap, semua kasus hukum, apa pun kasusnya, dan melibatkan siapa pun, bisa ditangani secara adil dan profesional demi menegakkan hukum, mewujudkan keadilan, dan memenuhi rasa keadilan di masyarakat. 


Namun di sistem kapitalisme, mewujudkan keadilan adalah sesuatu yang langka. Sebab dalam kapitalisme, yang bermodal yang berkuasa. Siapa saja yang memiliki uang banyak, maka bisa melakukan apa pun. Dengan uang, seseorang bisa terbebas dari hukuman atas tindak kejahatannya. 


Berbeda dengan Islam yang menempatkan keadilan dan Islam sebagai satu-kesatuan. "Para ulama mendefinisikan keadilan (al-'adl) sebagai sesuatu yang tak mungkin terpisah dari Islam. Menurut Imam Ibnu Taimiyah, keadilan adalah apa saja yang ditunjukkan oleh al-Kitab dan as-Sunnah (kullu ma dalla 'alayhi al-kitab wa as-sunnah), baik dalam hukum-hukum hudud maupun hukum-hukum yang lainnya (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah as-Syar'iyah, hlm. 15). Menurut Imam al-Qurthubi, keadilan adalah setiap apa saja yang diwajibkan, baik berupa akidah Islam maupun hukum-hukum Islam (Kullu syayyin mafrudhin min 'uqa'id wa ahkam) (Al-Qurthubi, Al-jami' li Ahkam Al-Qur'an, X/165). Berdasarkan pendapat-pendapat ini, keadilan dapat didefinisikan secara ringkas, yaitu berpegang teguh dengan Islam (al-ittizam bil-Islam) (M. Ahmad Abdul Ghani, Mafhum al-‘Adalah al Iljtima'iyah fi Dhaw' al-Fikr al-lslami Al Mu'ashir, 1/75)," tutur Ning Alfi.


Apabila keadilan Islam itu diimplementasikan dalam masyarakat, implikasinya adalah terwujudnya suatu cara pandang dan cara perlakuan yang sama terhadap individu-individu masyarakat. Artinya, semua individu anggota masyarakat akan diperlakukan secara sama tanpa ada diskriminasi dan tanpa pengurangan atau pengunggulan hak yang satu atas yang lainnya. Inilah keadilan hakiki yang akan terwujud sebagai implikasi penerapan syariah Islam dalam masyarakat (Hamad Fahmi Thabib, Hatmiyah Inhidam ar-Ra'sumaliyah al Gharbiyah, hlm. 191). 


Pelaksanaannya harus dilakukan oleh pemimpin yang tegas dan konsisten. " Hal ini dicontohkan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Jika Umar ra. mendapati kekayaan seorang wali atau 'âmil (kepala daerah) bertambah secara tidak wajar, beliau meminta pejabat tersebut menjelaskan asal-usul harta tambahan tak wajar tersebut. Jika penjelasannya tidak memuaskan, kelebihannya disita atau dibagi dua. Separuhnya diserahkan ke Baitul Mal. Hal ini pernah beliau lakukan kepada Abu Hurairah, Utbah bin Abu Sufyan, juga Amr bin al-‘Ash (Ibnu ’Abd Rabbih, Al-’Iqd al-Farîd, I/46-47). 


Oleh karenanya, harus ada tindakan konkret yang bisa mewujudkan keadilan bagi siapa pun. "Maka tindakan yang konkret adalah mengganti sistem kapitalisme dengan sistem yang bisa menjamin rasa aman, memberi keadilan bagi siapa pun. Sistem ini adalah sistem Islam. Terbukti pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW, beliau pernah berkata, "Jika putriku Fathimah mencuri, maka akan aku potong tangannya." Ini menunjukkan bahwa dalam naungan sistem Islam tidak memandang derajat seseorang. Jika melakukan kejahatan pasti akan dapat hukuman,"  ungkap Ning Alfi menutup acara Bedah Buletin Kaffah malam itu. Wallaahu a’lam.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم