CETAK KESALEHAN ANAK: Strategi Jitu Meletakkan Pondasi Pendidikan di Usia Dini




Endah Sulistiowati & Afiyah Rasyad 


I. Pendahuluan


Pendidikan adalah usaha dari seseorang untuk mewujudkan suatu generasi yang berkarakter dan generasi yang berkualitas, sebagai muslim kita juga menginginkan anak-anak tumbuh dengan kepribadian Islam yang tangguh. Nah, untuk mencapai itu semua kita diwajibkan mengetahui pondasi pendidikan itu dimulai dari mana.


Awal pertumbuhan anak dimulai sejak anak usia dini, demikian juga dengan pendidikan yang dimulai dari pendidikan anak usia dini. Semua proses perkembangan dalam diri anak dimulai dari anak itu masih dalam kandungan ibu sampai anak berusia 6 tahun (0-6 tahun) yang biasanya disebut dengan masa _The golden age_. Pada masa ini, kepekaan anak sangat sensitif. Perkembangan sel-sel otaknya pun menurut medis sedang tinggi-tingginya. 


Pendidikan anak usia dini adalah langkah awal untuk anak sebagai bekal kesuksesan di masa depan. Tetapi ada kalanya  muncul berbagai permasalahan dalam pendidikan anak, yaitu orang tua kurang memahami anak dalam beberapa aspek. Contohnya, anak pada umur 4-6 tahun dipaksa sudah bisa calistung (membaca, menulis, dan menghitung) padahal, sebenarnya anak usia dini tidak boleh dipaksa karena bisa menghambat kecerdasan si anak. 


Namun sayangnya banyak orang tua resah jika anak belum pandai calistung di usia _golden age_ namun menganggap biasa jika anak-anak terlambat bangun dan meninggalkan salat subuhnya. Menganggap biasa main game/hp seharian bahkan diberikan fasilitas WiFi. Di sinilah para orang tua harus mulai berbenah dan merasa resah apakah sudah tepat pondasi bangunan pendidikan anak-anaknya? 


Jangan sampai kita lalai menunaikan kewajiban untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak, namun justru menjejali dengan hal-hal mubah yang bisa mengantarkan pada salah didik untuk mereka. Bisa kita bayangkan apa yang terjadi jika anak-anak terbuai dengan kemudahan duniawi tanpa ada keseimbangan untuk bekal ukhrowinya. 


II. Permasalahan


Dari latar belakang di atas setidaknya ada tiga permasalahan yang akan kita bahas, yaitu: 


1) Apa sebenarnya tujuan utama pendidikan anak? 


2) Bagaimana dampaknya jika salah meletakan pondasi pendidikan anak dan bagaimana solusinya? 


3) Strategi apa untuk menguatkan pondasi pendidikan pada anak di level tertinggi?


III. Pembahasan 


A. Tujuan Utama Pendidikan Anak 


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabir, Rasulullah SAW bersabda: 



كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ


“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”


Dari hadist di atas kita ketahui bahwa memberikan pendidikan kepada anak adalah kewajiban orang tua. Orang tualah yang akan membentuk para anak ini, yang oleh para faqih mendidik anak diibaratkan seperti menulisi kertas kosong. Maka secara umum anak akan mengikuti bagaimana cara orang tua membentuknya.  


Sehingga sebelum lebih lanjut kita membahas pondasi pendidikan anak, alangkah baiknya coba kita petakan apa saja tujuan para orang tua memberikab pendidikan pada anak-anak mereka.


Secara umum ada tiga tingkatan harapan besar orang tua ketika anaknya mengenyam pendidikan, yakni sebagai berikut:


Level pertama, paling dasar, orang tua berharap anaknya menjadi saleh, taat beragama, patuh pada orang tua. Ini harapan paling asasi, atau mendasar. Apalagi di zaman sekarang ini, memiliki anak yang seperti ini benar-benar perhiasan berharga. Di level ini, orang tua mencukupkan diri target pendidikan pada perbaikan pribadi anak. Mereka yang memasang target pada level ini amat banyak.


Level kedua, orang tua yang memasang target anaknya tumbuh berkembang ke level saleh dan punya spesialisasi keilmuan tertentu. Di bidang sains, harapan orang tuanya adalah agar anak menjadi ilmuwan; ahli fisika, biologi, kedokteran, farmasi, dsb.. Di bidang tsaqafah, orang tua berharap anak mereka menjadi penghafal Al-Qur’an, mahir berbahasa Arab, fukaha, ahli hadis, memimpin lembaga pendidikan keIslaman, dsb.


Level ketiga, adalah orang tua yang bercita-cita anak mereka menjadi pejuang Islam, menegakkan syariat dan kehidupan Islam dalam naungan Khilafah. Bisa ditebak, jumlah orang tua yang menginginkan anak mereka seperti ini jumlahnya makin mengerucut. Makin jauh berkurang.


Dari ketiga level tujuan pendidikan inilah yang nantinya bisa kita simpulkan pondasi seperti apakah yang hendak kita tanama, kuatkan, dan suburkan pada diri anak-anak sehingga tujuan utama memberikan pendidikan pada anak bisa tercapai. 


B. Dampak Salah Meletakkan Pondasi Pendidikan Anak 

Tidak dipungkiri negara Indonesia saat ini tegak sebagai negara demokrasi. Demokrasi sendiri adalah anak kandung kapitalisme yang menjadikan sekularisme atau pemisahan antara agama dari kehidupan sebagai azasnya. 


Hal ini tentu juga mempengaruhi cara pandang orang tua dalam mendidik anak. Sehingga masih banyak orang tua yang menilai keberhasilan mendidik anak dari materi dan prestasi akademik semata dan menafikan nilai agama dan moral. Hasilnya bisa dinilai para aparat negara yang menjadi prototipe hasil pendidikan saat ini, kebanyakan mereka nol masalah moral apalagi agama.  


Kondisi tersebut diperparah dengan sistem pendidikan yang juga dibangun dengan asas sekuler, gagal membentuk manusia berkarakter baik. Kegagalan membentuk manusia sesuai dengan visi misi penciptaannya merupakan indikator utama kelemahan paradigma dari sistem pendidikan yang ada. 


Hal ini berpangkal pada dua hal. Pertama, kesalahan meletakan pondasi pendidikan. Sistem yang diterapkan saat ini adalah sekuler, maka nilai dasar penyelenggaraan pendidikan juga berasas sekuler. Sudah tentu tujuan pendidikannya juga pasti sekuler, yaitu sekadar membentuk manusia-manusia materialis dan serba individalis.


Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yaitu (1) lembaga pendidikan yang tercermin dalam kacaunya kurikulum, disfungsi guru, dan lingkungan sekolah; (2) keluarga tidak mendukung; dan (3) masyarakat yang tidak kondusif.


Untuk itu, jika kita menginginkan anak-anak tumbuh dengan pendidikan yang terbaik, maka kita juga harus meletakan pondasi yang tepat dalam mendidik mereka. Karena mendapatkan pendidikan terbaik bagi anak-anak adalah kewajiban orang tua dan hak anak yang harus dipenuhi. 


Sebagaimana hadis yang telah disebutkan bahwa anak yang terlahir fitrah akan terpoles oleh aktivitas orang tua. Biasanya hal ini dipengaruhi oleh paradigma orang tua dalam menuangkan pendidikan anak. Bagaimana orang tua mencelup anak pada landasan ataupun pondasi pendidikan sejak usia dini. Dimana pendidikan di sini tak sekadar pengajaran alias transfer pengetahuan, tapi sampaj pada atsar atau ilmu yang mempengaruhi anak sehingga ia mampu menapaki kehidupan dengan cahaya ilmu itu.


Tentu saja setiap proses pendidikan anak memiliki takaran amat penting dalam urusan pondasi. Adapun pondasi yang harus dibangun pada proses pendidikan anak, agar menuai progress kehidupan di masa depan yang gemilang adalah akidah Islam. Hanya pondasi akidah Islam saja yang mampu mengantar proses pendidikan anak pada kunci kebahagiaan hakiki. Beberapa keutamaan membangun pendidikan anak dengan pondasi aqidah Islam, antara lain:


Pertama, aqidah Islam adalah fitrah bagi manusia dan sangat mudah dipahami oleh siapa pun, termasuk anak-anak dengan memberinya ma'lumah yang shohih. Ayat tentang  Sang Pencipta begitu banyak. Anak-anak disuguhkan betapa indah, kokoh, dan luasanya alam semesta yang tak mungkin ada jika tak ada Al-Kholiq. Dari sana ananda bisa mengimani Pencipta.


Kedua, aqidah Islam akan memperkokoh dan meneguhkan prinsip anak sebagai Muslim. Pondasi akidah Islam yang dibangun dan ditanamkan pada anak dengan metode berpikir akan semakin menancapkan keyakinan pada Allah Swt. dan menuntun anak senantiasa merasa diawasi saat melakukan perbuatan kapan pun dan di mana pun.


Ketiga, aqidah Islam akan menjadikan anak memiliki sandaran kehidupan yang hakiki, yakni Allah Swt. Ia akan sepenuhnya menyadari hubungannnya dengan Allah. Sehingga, anak akan mudah taat syariah sejak dini. Hal ini akan memudahkannya pula untuk lebih taat syariah saat taklif hukum datang padanya (sudah baligh).


Keempat, pondasi akidah Islam akan menjadikan anak mampu berpikir mustanir (cemerlang), mampu menangkap fenomena kehidupan, menelaah, dan mencari jalan keluar pada setiap permasalahan yang muncul di tengah kehidupan. Tentu solusi yang diambil akan ia sandarkan pada ketetapan aturan Allah semata.


Kelima, masing-masing unsur penyelenggara pendidikan yaitu negara, masyarakat, dan keluarga harus mampu bersinergi dalam menguatkan pondasi pendidikan. Agar out put yang dilahirkan adalah anak-anak yang beraqidah kuat dan berkepribadian Islam yang tangguh. 


Demikianlah keunggulan pondasi Aqidah Islam yang dibangun dalam pendidikan anak. Kekuatan berpikir dan kegemilangan ilmu akan diraih dalam kehidupan tatkala proses pendidikan sepenuhnya dibangun dengan pondasi aqidah Islam.


C. Strategi untuk Menguatkan Pondasi Pendidikan Anak pada Level Tertinggi


Cita-cita mulia orang tua dalam pendidikan anak di level tertinggi adalah untuk menjadikan anak sebagai pejuang Islam, berada dalam barisan dakwah jamaah untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam. Tentu, cita-cita mulia ini perlu memiliki pondisi akidah Islam yang kokoh. Selain pondasi akidah Islam, merupakan hil yang musatahal untuk menjadikan anak sesuai cita-cita mulia itu.


Bukan tidak mungkin untuk diwujudkan pendidikan anak membentuk anak berjiwa pejuang Islam, palagi kedua orang tuanya adalah pejuang Islam, maka besar peluang anak juga menjadi pejuang Islam. Kerinduan orang tua akan hadirnya kehidupan Islam dalam nanungan Khilafah akan dirasakan pula oleh anak saat orang tua mampu memberi pendidikan yang baik dan benar. Hal ini tentu butuh strategi untuk menguatkan pondasi pendidikan anak pada level tertinggi, antara lain:


Pertama, orang tua harus memiliki landasan taqwa. Bagaimanapun saat orang tua bercita-cita anaknya menjadi pejuang Islam dan menegakkan Khilafah, tentu anak tersebut harus berbingkai taqwa. Maka, bagaimana anak bisa berbingkai taqwa jika orang tua yang pertama kali mendidiknya dan menghendaki anak menjadi pejuang Islam tak memperkuat ketaqwaan diri. Memang tak dimungkiri, taqwa tak bisa diwarisi kepada anak tersayang, namun dengan taqwa, orang tua akan senantiasa berhati-hati dalam menempa anak menjadi pejuang Islam.


Kedua, niat ikhlas. Setiap amalan ditentukan oleh niat. Niat yang baik dan ikhlas karena Allah wajib ada dalam cita-cita mulia untu menguatkan pondasi pendidikan anak di level tertinggi. Selain itu, jika niat tidak ikhlas, maka akan tertolak amalan yang dilakukan, termasuk dalam memperkuat pondasi pendidikan anak di level tertinggi itu.


Ketiga, memberikan pendidikan sesuai tatanan syariat Islam. Selain niat ikhlas, syarat diterimanya amal adalah sesuai dengan hukum syara'. Dalam proses pendidikan anak, pondasi terkuat adalah menanamkan akidah Islam sebagaimana yang sudah disebut pada poin B. Apalagi level tertinggi dari tujuan pendidikan yang hendak dicapai orang tua, maka kesesuaian dengan hukum syara' dalam mendidik adalah sebuah keniscayaan. Pejuang Islam untuk menegakkan Khilafah yang nantinya akan menerapkan syariat Islam menuntut orang tua membekalo anak dengan tsaqofah Islam. Hal itu menuntut orang tua memiliki keselarasan perbuatan dengan syariat Islam agar strategi pendidikan mengatsar dan terpancar dalam sikap dan perilaku anak.


Keempat, konsisten dalam mendidik anak dengan pondasi akidah Islam. Konsistensi orang tua dalam membentuk pola pikir dan pola sikap anak agar memikiki daya juang tinggi sangat diperlukan. Jika orang plkn plan dalam arah tujuan mulianya, kemungkinan cita-cita mulia itu bisa kandas di tengah jalan.


Kelima, doa. Doa adalah inti dari ibadah. Sombong jika seorang Muslim, siapa pun itu, termasuk orang tua yang gigih mendidik anak dengan pondasi kuat tanpa doa. Doa memohon kepada Allah agar dimudahkan proses pendidikannya dan dikabulkan hajat agar anak menjadi pejuang Islam tangguh kelak.


Strategi inilah yang perlu dijalani oleh orang tua yang berharap anak menjadi pejuang Islam yang tangguh. Sekali-kali jangan pernah berharap anak menjadi pejuang Islam jika tak melalui proses dan strategi yang shohih.


IV. Kesimpulan

Meletakkan pondasi pendidikan adalah hal yang sangat urgen untuk itu dari uraian makalah di atas dapat kita simpulkan sebagai berikut:


1) Ada tiga level harapan atau tujuan orang tua dalam pendidikan anak-anaknya, yaitu: 

a. Level pertama, paling dasar, orang tua berharap anaknya menjadi saleh, taat beragama, patuh pada orang tua.

b. Level kedua, orang tua yang memasang target anaknya tumbuh berkembang ke level saleh dan punya spesialisasi keilmuan tertentu.

c. Level ketiga, adalah orang tua yang bercita-cita anak mereka menjadi pejuang Islam, menegakkan syariat dan kehidupan Islam dalam naungan Khilafah. 


2) Hanya pondasi akidah Islam saja yang mampu mengantar proses pendidikan anak pada kunci kebahagiaan hakiki. Beberapa keutamaan membangun pendidikan anak dengan pondasi akidah Islam , antara lain:

a) Pertama, akidah Islam adalah fitrah bagi manusia dan sangat mudah dipahami oleh siapa pun, termasuk anak-anak dengan memberinya ma'lumah yang shohih. 

b) Kedua, akidah Islam akan memperkokoh dan meneguhkan prinsip anak sebagai Muslim. 

c) Ketiga, akidah Islam akan menjadikan anak memiliki sandaran kehidupan yang hakiki, yakni Allah Swt. 

d) Keempat, pondasi akidah Islam akan menjadikan anak mampu berpikir mustanir (cemerlang).

e) Kelima, masing-masing unsur penyelenggara pendidikan yaitu negara, masyarakat, dan keluarga harus mampu bersinergi dalam menguatkan pondasi pendidikan. 


3) Butuh strategi untuk menguatkan pondasi pendidikan anak pada level tertinggi, penguatan itu dapat kita tempuh dengan langkah-langkah berikut:


a. Pertama, orang tua harus memiliki landasan taqwa. Dengan taqwa, orang tua akan senantiasa berhati-hati dalam menempa anak menjadi pejuang Islam.

b. Kedua, niat ikhlas. Setiap amalan ditentukan oleh niat. 

c. Ketiga, memberikan pendidikan sesuai tatanan syariat Islam. 

d. Keempat, konsisten dalam mendidik anak dengan pondasi akidah Islam. 

e. Kelima, doa. Doa adalah inti dari ibadah. Sombong jika seorang Muslim, siapa pun itu, termasuk orang tua yang gigih mendidik anak dengan pondasi kuat tanpa doa. 


#LamRad

#LiveOppresedOrRiseUpAgaints


Daftar Bacaan


https://www.muslimahnews.com/2021/12/04/tiga-level-tujuan-pendidikan-anak/

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم