Apa pun Urusannya, BPJS Kesehatan Syaratnya



Oleh : drh. Lailatus Sa'diyah


Rasa hati mulai ketar-ketir, melihat ulah rezim yang semakin melintir, sempat diri ini berpikir, mungkinkah asa hidup sejahtera mampu terukir?


Belum tuntas perkara Kebijakan JHT yang hanya bisa dicairkan pada usia 56 tahun atau lebih cepat dengan prasyarat tertentu, muncul lagi kebijakan pemerintah yang kini membuat gaduh kehidupan masyarakat. Hal ini bermula dari mencuatnya berita mengenai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Kesehatan Nasional.


Instruksi yang dikeluarkan Presiden pada 6 Januari 2022 tersebut, meminta agar Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menambahkan BPJS Kesehatan sebagai syarat permohonan pembuatan SIM, STNK dan SKCK. Sementara, kepada Kementrian agama, presiden menginstruksikan menjadikan BPJS Kesehatan sebagai syarat untuk mendaftar umroh dan haji. Selain itu, Kementrian Agama juga diminta memastikan baik pendidik, peserta didik, maupun seluruh tenaga yang terlibat di bawah Kementrian Agama secara keseluruhan aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.


Tidak hanya sampai di situ, presiden pun menginstruksikan  Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mengumumkan kartu BPJS Kesehatan akan menjadi syarat permohonan pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun alias jual beli tanah. Peraturan ini akan mulai diterapkan per 1 Maret 2022.


Dari sini dapat kita tarik benang merah, bahwasanya jika ingin dipermudah segala urusan administrasi, maka kita "dipaksa" oleh negara menjadi peserta BPJS Kesehatan. 


Ghufron Mukti, Direktur BPJS menjelaskan bahwa aturan tersebut sejatinya diberlakukan sebagai bentuk perlindungan negara terhadap rakyatnya. Gufron menambahkan, aturan itu bukan untuk mempersulit, namun memberi kepastian perlindungan jaminan kesehatan bagi masyarakat. Namun benarkah kebijakan ini untuk kepentingan rakyat?


Kamuflase Kebijakan Mencekik Rakyat


BPJS Kesehatan yang diklaim pemerintah sebagai Jaminan Kesehatan Nasional tak ubahnya seperti asuransi kesehatan. Karena peserta BPJS Kesehatan setiap bulannya diwajibkan membayar premi yang sudah ditetapkan oleh negara. Berarti realitanya negara tidak menjamin kesehatan rakyatnya, namun rakyatnyalah yang bergotong-royong secara mandiri menjamin kesehatannya. Disini sejatinya pemerintah hanya menempatkan diri sebagai pengatur atau regulator saja.


Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini bukanlah murni kebijakan hasil kajian rezim secara mandiri. Ini merupakan konsekuensi perjanjian internasional yang wajib ditaati sebagai anggota PBB. WTO adalah salah satu organisasi di bawah naungan PBB yang meratifikasi perjanjian GATS bagi para anggotanya. Di dalam perjanjian tersebut menyatakan ada 12 sektor jasa yang pada praktek ke depannya akan diperluas tingkat liberalisasinya termasuk salah satu diantaranya sektor kesehatan. Perjanjian inilah yang mengilhami lahirnya Inpres No.1 Tahun 2022.


Beberapa peraturan sebelumnya nyata belum optimal mendorong liberalisasi di bidang kesehatan. Hal ini dibuktikan dangan belum optimalnya jumlah peserta BPJS Kesehatan. Tentunya ini membawa pengaruh besar terhadap keuangan BPJS Kesehatan dalam mengcover biaya kesehatan. Apalagi dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, kebutuhan BPJS Kesehatan lebih tinggi untuk memenuhi klaim faskes dalam menangani pasien pemegang polis. Diharapkan dengan adanya Inpres ini mampu dijadikan alat untuk "menarik minat" masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan.


Inilah bentuk pemalakan terselubung yang dilakukan oleh negara. Jaminan kesehatan bagi rakyat sejatinya adalah hak setiap warga negara yang diberikan oleh pemerintah. Sebagaimana dalam pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Namun faktanya saat ini, bukankah justru kita harus membayar mahal pelayanan kesehatan yang dibutuhkan?


Inilah akibat penerapan Ideologi 


Kapitalisme. Negara pengekor termasuk Indonesia hanya bisa tunduk menjalankan dikte Kapital. Independensi tergadai, Liberalisasi dibiarkan tumbuh subur tak peduli mencekik rakyat sendiri. Sungguh cerminan sistem yang tidak baik.


Masyarakat Butuh Sistem yang Baik


Sudah tidak selayaknya kita terus berpangku tangan dan berpura-pura dalam kondisi baik-baik saja. Sekali lagi kita tidak sedang baik-baik saja. Ideologi Kapitalisme adalah Ideologi yang lahir dari akal pikiran manusia. Alhasil, peraturan yang dibuat pun hanya akan mengakomodir kepentingan pembuatnya dan tidak akan pernah mampu mengakomodir kepentingan seluruh masyarakat. Sudah selayaknya kita campakkan Kapitalisme yang kini telah berada diambang kehancurannya.


Disisi lain, Islam diturunkan oleh Allah dengan segala kesempurnaannya. Segenap aturan fundamental yang sangat relevan untuk diterapkan sepanjang jaman. Sejarah pun telah membuktikan, penerapan seluruh peraturan Islam dibawah naungan Khilafah telah mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya termasuk di bidang kesehatan. Ideologi Islam adalah satu-satunya ideologi yang mampu bertahan hingga 13 abad.


Dalam Islam kesehatan adalah kebutuhan pokok masyarakat yang harus dijamin oleh negara. Inilah yang dicontohkan Rasullullah saat Beliau menjadi Kepala Negara. Rasulullah saw telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya dari rakyatnya itu (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, II/143). Begitu juga yang dilakukan Khalifah Umar selaku kepala Negara Islam juga telah menjamin kesehatan rakyatnya secara gratis, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa meminta sedikitpun imbalan dari rakyatnya (An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, 2/143). Sedangkan dana untuk penyelenggaraan kesehatan, akan dicover oleh baitul mal yang konsepnya bukan menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan utama.


Itulah gambaran pemimpin yang seharusnya. Bertanggungjawab atas urusan rakyatnya. Bukan hanya sekedar sebagai regulator belaka. Sebagaimana sabda Rasullullah : "Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya" (HR. al-Bukhari).


Sistem yang baik untuk diterapkan adalah sistem yang datang dari Sang Pencipta yang telah tertuang dalam Al-Qur'an . Karena Dialah yang Maha Tahu yang terbaik untuk ciptaan-Nya. Sebagimana yang Firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 216 : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu,  Allah maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui".[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم