Akibat kemiskinan : Seorang Ibu Tewas di Toilet Rumah




Oleh : Being Ulinnuha (Mahasiswa Pegiat Literasi)

Besar pasak daripada tiang, sebuah peribahasa yang tepat menggambarkan pilunya kondisi perekonomian yang dirasakan oleh rakyat hari ini. Untuk memenuhi kebutuhan harian dengan pendapatan yang diperoleh, lagi-lagi masih jauh dari bayangan. Gaji sebulan bisa habis untuk penuhi kebutuhan pokok. Belum terhitung untuk bayar tuntutan-tuntutan sebagai warga negara apatah pajak, listrik, air, pendidikan anak-anak, dan biaya kesehatan kalau-kalau penyakit melanda.

Maka bisa bernafas esok hari pun, sudah hal cukup buat rakyat. Gambaran kehidupan yang layak dengan gizi sempurna, papan yang memadai untuk berlindung, dan kualitas hidup yang 'manusiawi' jadi urusan yang tidak penting dan jadi nomor kesekian. 

Tentunya hal ini berdampak pada kehidupan rakyat. Seperti yang diliput oleh detik.com (05/02/2022) sebuah fenomena ibu YR (37) seorang warga Matraman, JakTim yang tewas karena terbawa arus aliran sungai Ciliwung saat sedang berada di toilet rumahnya yang berada di hantaran aliran sungai Ciliwung. 

Korban jatuh ke Sungai Ciliwung itu terjadi pada Jumat (4/2) malam. Korban baru ditemukan di wilayah Cagak, Pantai Mutiara, keesokan harinya sekitar pukul 11.15 WIB. Jarak ditemukannya jasad dari tempat kejadian cukup jauh, lebih dari 10 km, dalam keadaan sudah tak bernyawa.

--- Rakyat kecil, bisa apa?

Dalam kasus ini disebutkan bahwa sang ibu memiliki berat badan yang besar sehingga toilet rumahnya tidak mampu menyangga lagi badannya. Akibatnya terjatuh ke sungai. Dalam pandangan subjektif, ini ditinjau sebagai sebab utama korban tewas.

Namun, ibarat pepatah 'sedia payung sebelum hujan', perlu kita sadari bahwa ada hal yang patut diperhatikan agar tidak sampai jatuh pada celaka. Misalnya saja, dengan perlunya dibangun di setiap sisi rumah dengan material yang kokoh, sehingga walaupun rumah yang dihuni minim tempat dan berada di sekitar hantaran aliran sungai, tetap aman dan jauh dari marabahaya yang menimpa penghuninya.

Sayang, jangankan untuk membangun rumah yang layak huni, dan memperbaikinya menjadi lebih baik, biaya lain lebih bermanfaat agaknya, jika dialokasikan kepada kebutuhan pokok lainnya. 

Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi memang suatu hal yang kentara di sistem kapitalisme hari ini. Sudah jadi tabiatnya terjadi ketidak merataan kekayaan. Kaum pengusaha semakin berduit, sedang rakyat biasa semakin terhimpit. Peran penguasa yang seharusnya melayani urusan rakyatpun mengendalikan kebijakan yang menguntungkan pihaknya saja.

Hal ini sangat berbeda dengan pengaturan dalam sistem Islam. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Apakah rakyatnya sejahtera atau sengsara. Bahkan seorang Khalifah Umar Bin Khattab pernah mempertanyakan tanggung jawab nya dihadapan Allah nanti, terhadap domba yang hampir terperosok ke jurang karena ada jalanan yang rusak. Beliau pun segera memperbaikinya, sebelum domba tersebut jadi korbannya.

Lantas bagaimanakah cara Islam mengatur stabilitas sosial setiap rakyatnya?

Yaitu dengan cara menjamin seluruh kebutuhan hidup rakyat, baik sandang, pangan, papan, dan pendidikan. Pengaturan negara Islam menjadikan seorang anak akan fokus mencari ilmu dan mengembangkan skill tanpa harus terhalang biaya bulanan yang belum terbayarkan sebab digratiskan oleh negara. Seorang ayah akan fokus bekerja untuk memenuhi kewajiban nafkah keluarganya, bukan untuk mencari suap nasi, tanggungan listrik, air pun pajak.

Seorang ibu pun akan fokus menjadi ummu wa robbatul bait membina rumahnya menjadi bak rumah surga. Jika ada yang sakit, negara yang kan tanggung pembiayaannya hingga sembuh. Rumah yang belum layak huni akan diperbaiki hingga mampu terwujud fungsi dasarnya : melindungi penghuninya dari bahaya.

Sebab dalam Islam, satu jiwa muslim lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Rasulullah SAW pernah bersabda : 

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Ma syaa Allah! Jika demikian, tentu tidak akan mudah mendapati ketidak sengajaan jatuhnya korban jiwa. Sebab perlindungan preventif terbaik yang telah diberikan oleh sistem Islam.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم