“Si Seksi” Batubara yang sedang Memanas

 


Oleh : Mumtaza Rahmah, M.Pd (Pemerhati Sosial Masyarakat)


Sumber Daya Alam dan Energi (SDAE) di bumi pertiwi, Indonesia masih terus hangat diperbincangkan. Bagimana tidak, jika awal tahun 2022, pemerintah Indonesia mengelurkan aturan kebijakan tentang larangan Ekspor Batubara di negeri ini. Kebijakan ini disinyalir berawal dari adanya kemungkinan Indonesia menghadapi krisis batubara karena jumlah kebutuhan batubara untuk mendukung dunia kelistrikan dalam kondisi tidak aman dan di ambang krisis. Hal ini diperkuat oleh penjelasan dari Trend Asia, Andri Prasetiyo, pada Selasa (4/1/2022) Andri mengatakan, bahwa keputusan pemerintah yang bahkan harus menaik rem darurat dengan menghentikan secara total ekspor batubara guna menjamin pasukan kebutuhan batubara domestic menunjukkan bahwa kondisi ketahanan energy kita benar-benar tidak aman dan di ambang krisis (Suara.com, 5/1/2022). 


Benarkan, bahwa negara kaya akan SDAE seperti Indonesia “terpaksa” harus kekurangan energi dan sumber daya alamnya ?! padahal jumlah yang dibutuhkna untuk pemenuhan domestic batubara hanya sekitar 23%, yang bahkan lebih besar dari kebutuhan negara China dengan jumlah 65%, dimana sebagian besar sangat mengandalkan ekspor batubara dari Indonesia.(Al Waie, November 2021).


Jerat Oligarki Tambang Masih Masiv


Problem atas pasokan tambang atau SDAE lainnya di negeri ini, sejatinya merupakan konsekuensi langsung dari pemberlakukan sistem ekonomi berbasis Kapitalis-Liberal di negeri ini. Hal ini sangat kental terasa, mulai dari kebijakan yang dikeluarkan dari hulu hingga hilir tentang pengelolaan SDAE ini. Bahkan tak jarang, secara terang-terangan kepala negara di negeri ini menyatakan bahwa proses hilirisasi (pabrikasi), industrialisasi terhadap barang tambang harus terus dilakukan dan bahkan harus dipaksa dilakukan. (Merdeka.com, 21/10/2021).


Masifnya eksploitasi barang tambang tentu tidak berjalan dengan sendirinya, penguasa dalam hal ini tentu di dukung secara penuh oleh piha-pihak yang berkepentingan, yang saat ini lebih dikenal masyarakat sebagai kelompok oligarki. 


Keberadaan oligarki ini masih memainkan peranan penting dalam pengelolaan sumber daya alam di negeri ini secara dominan. Seakan sudah ada pemetaan untuk membagi kue kekuasaan, maka masifnya gerak para oligarki ini semakin kental terasa, khususnya di wilayah-wilayah Indonesia yang memang sudah dikenal memiliki ketersediaan barang tambang yang melimpah jumlahnya. Seperti, di wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Sumatra, hingga Irian Jaya, Papua. 


Batubara dan Jerat Undang-Undang Cipta Kerja


Keberadaan penguasa yang pro penguasa (kelompok oligarki) semakin dikuatkan dengan hadirnya produk hukum Undang-Undang Negara yang mengatur hal strategis ini. misalnya saja uu No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, mineral dan batubara agar tidak lagi melakukan ekspor bahan mentah. Maka hal ini tentu akan semakin membuka celah besar bagi hadirnya perusahaan-perusahaan yang akan melakukan hilirisasi batubara sebagai kebutuhan pemenuhan komoditas ekonomi strategis yang berdaya jual tinggi.


Bak, setali tiga uang dengan pengusaha. Pihak pemerintah dengan cepat mengeluarkan kebijakan dengan mengesahkan UU Cilaka Cipta Lapangan Kerja pada tanggal 2 November tahun 2020 lalu. Dimana diantara kebijakan “pro pengusaha” sangat kental terasa dalam upaya pengesahan aturan ini. maka tidak salah jika undang-undang ini disebut “UU Sapu Jagat” oleh sebagian pihak. Karena banyak sekali pasal didalamnya yang lebih berpeluang memberikan karpet merah bagi si seksi penguasa tambang dan perusahaan besar lainnya. 


Pola kapitalisme yang masih berjalan sebagai pandangan hidup dan bernegara saat inilah yang menjadi akar persoalan yang perlu di tuntaskan. Kapitalisme hanya akan menumbuh suburkan para oligarki yang berkongsi dengan penguasa negara. maka kesalahan dan ketidaktepatan orientasi dalam mengelola negara terutama pada proses pengelolaan SDAE yang masih berbasis kapitalisme ini harus segera digantikan dengan orientasi cara pandang kehidupan dan negara berdasarkan wahyu Allah SWT, yaitu Islam Rahmatan Lil Alamin.


Islam Hadir Membawa Solusi


Pola relasi yang dapat kita rasakan hari ini antara penguasa dan penguasa (PengPeng) adalah hubungan yang sangat predatoris. Mereka sangat mengedepankan perilaku rakus sekaligus merusak sebagai aktor politik ekonomi yang terus akan melakukan pemerasan kekayaan masyarakat untuk kepentingan mereka sendiri atau kelompoknya saja.


Islam, sesunggunya telah hadir sejak lama menjadi bagian dari pilihan solusi atas segara problematikan ekspoitatif ini. saat sistem sekuler-kapitalis terbukti tidka mampu menyelesaikan persoalan da kebutuhan hidup  masyarakat, termasuk bagaimana pengelolaan SDAE yang benar dan membawa kesejahteraan bagi umat ini, maka kita harus menjadika Islam hadir sebagai cahaya, yang menerangi kegelapan sistem Kapitalisme. Karena Islam adalah pandanga hidup yang tinggi dan akan meninggikan derajat setiap pemeluknya. Hal ini secara jelas disebut oleh Rasulullah SAW bahwa, Islam itu Tinggi dan Tidak Ada yang Mengalahkan Ketinggiannya”. (HR. Daruquthni).

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم