Polemik Hukuman Mati




Oleh: Rita Mujahidah (Aktivis Peduli Umat)

     Negara saat ini, telah mengalami berbagai macam problematika yang begitu berat. Diantaranya kasus kekerasan seksual dikalangan anak-anak, remaja dan wanita. Kini kasus kekerasan seksual juga merebak di berbagai daerah. Misalnya kasus Herry Wirawan, pemilik serta pengasuh Madani boarding school yang telah melakukan tindak asusila serta kekerasan seksual terhadap 13 santrinya. Lembaga yang didirikan pelaku, beroperasi sejak tahun 2016. Deputi bidang perlindungan anak khusus anak kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak mengatakan pemberian sanksi berupa hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dimungkinkan oleh UU No 17 tahun 2016. Walaupun demikian,pihaknya memahami pendapat Komnas HAM terkait hukuman mati pada Herry Wirawan. Komisaris Komnas HAM Achmad Choirul Anam menjelaskan tentang sikap Komnas HAM dalam menangani kekerasan seksual
    " Untuk setiap ancaman hukuman mati, Komnas HAM selalu bersikap menolak" tuturnya.

     Pembahasan tentang polemik hukuman mati terhadap Herry Wirawan menuai pro dan kontra di dalam masyarakat. Pro dalam melaksanakan sanksi hukuman mati bagi Herry Wirawan karena menilai mampu menangani dan mencegah kekerasan seksual serta memberikan efek jera. Pihak kontra, menyikapi bahwa hukuman mati tidak sesuai dengan penegakkan HAM. Akal dan perasaan menjadi standar mereka.

      Dalam setiap negara memiliki sistem yang diterapkan, sistem yang mampu mencegah dan menangani kemaksiatan serta kerusakan. Sistem demokrasi saat ini,mampukah mencegah kemaksiatan dan kerusakan yang terjadi? mampukah menyelesaikan problematika kehidupan? jika sistem demokrasi tidak mampu untuk menangani, kita layak beralih pada sistem alternatif lainnya. Sistem yang paripurna. Dan Islam adalah sistem kehidupan.

       Pro dan kontra yang terjadi saat ini,adalah sesuatu yang wajar. Di Dalam sistem demokrasi ada kebebasan dan pemisahan agama dan kehidupan. Bahkan standar yang digunakan untuk menilai sebuah kasus baik atau buruk adalah akal dan perasaan semata. Sistem demokrasi mampu memberikan penanganan tidak dg pencegahan, sedangkan negara juga perlu pencegahan agar kemaksiatan dan kerusakan tidak terulang serta memberikan efek jera. 

         Islam merupakan sistem paripurna dapat diterapkan dalam tataran negara. Sehingga mampu menutup gerbang kemaksiatan dan kerusakan melalui ketaqwaan dalam tataran individu, ketaqwaan dalam tataran masyarakat dan ketaqwaan dalam tataran negara. Ketiga pilar tersebut bisa terwujud ketika negara dan pemimpin hadir untuk menerapkan sistem Islam.

          Ketaqwaan dalam tataran individu dibentuk dengan keimanan pada Allah SWT, memberikan pemahaman tentang syariat Islam yang mampu mengatur kehidupan dan membentuk kepribadian islam ( pola pikir dan pola sikap ). Hal tersebut akan menjadi benteng agar seseorang tidak melakukan kemaksiatan, karena merasa diawasi oleh Allah, dan yakin bahwa setiap aktivitas yang dilakukan akan dihisab oleh Allah SWT. Aspek tersebut tidak terdapat pada sistem demokrasi, dalam sistem demokrasi seseorang bebas untuk menjalankan sesuatu sesuai dengan keinginannya serta menurutnya apa yang baik dan menguntungkan bagi dirinya. 

         Ketaqwaan dalam tataran masyarakat. Akan terlihat aktivitas amar ma'ruf nahi munkar yang dilakukan ketika terjadi kemaksiatan dan melakukan dakwah dengan dorongan keimanan. Adapun demokrasi melahirkan generasi yang individual, sehingga tidak peduli pada sesama, dan tidak peduli atas kerusakan yang terjadi.

      Dan aspek yang berperan paling besar adalah ketaqwaan dalam tataran negara. Negara adalah pihak yang mampu memastikan aturan syariat yang berhubungan dengan individu dan masyarakat berjalan dengan baik. Dengan kehadiran ketiga pilar tersebut, akan mampu mencegah kemaksiatan serta kerusakan bahkan menangani nya secara tuntas.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم