oleh: Adila Azahra
Anak. Selayaknya adalah sosok yang disayangi, dikasihi dan dilindungi. Terngiang gambaran anak-anak dengan wajah mereka yang polos dan periang. Tengah menapaki masa pertumbuhan, memandang banyak hal dengan sorot mata memohon untuk dituntun. Anak adalah raga mungil bernyawa tulus.
Namun fakta berkebalikanlah yang saat ini kenyataannya ada. Anak-anak tidak mendapatkan haknya, mulai dari perkara sesederhana kasih sayang hingga pendidikan. Adanya bahkan perlakuan-perlakuan bejat ala hewani menimpa mereka. Kekerasan dan pelecehan.
Tentang data di sepanjang 2021, tajuknya adalah penderitaan anak di tengah pandemi. Mengutip dari media kompas.com , bahwa pandemi yang berkepanjangan menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kesehatan kelompok rentan, yakni lansia dan anak-anak. Yang bukan hanya menimpa fisik, melainkan juga psikis mereka. Anak-anak mengalami tantrum. Dan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah dalam sambutannya mengatakan, sektor perkebunan kelapa sawit saat ini diterpa isu keterlibatan pekerja di bawah umur. Ini menunjukkan anak-anak terpapar kemiskinan ekonomi. Aspek lainnya, anak kekurangan asupan pendidikan dan literasi, akibat sistem sekolah yang belum jelas.
Disamping itu semua, kasus kekerasan terhadap anak tetap tinggi di masa pandemi. Berdasarkan catatan dari Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, ada 2.726 kasus kekerasan terhadap anak sejak Maret 2020 hingga Juli 2021 ini dan lebih dari setengahnya merupakan kasus kejahatan seksual (republika.co.id).
Fakta-fakta riil diatas merupakan sebuah fenomena ketidakberesan. Diluar kenyataan bahwa negeri ini sudah lama menyimpan kasus-kasus serupa, namun untuk kali ini mengapa kian meningkat di tahun pandemi. Selain menambah derita, jelas terkesan aneh. Bukankah anak justru sedang berada di lingkungannya yang paling aman, yakni seputar rumah dan sekolah? Keterlaluan miris apabila dalam cakupan se-intens keluarga, anak tetap mengalami kejahatan. Sayangnya, demikianlah yang ada.
Kronologi analisanya, berawal dari pandemi lalai penanganan akhirnya pun jadi berkepanjangan. Grafik statistika korban yang terpapar dan kematian melonjak. Di dalam persenan data tersebut, adalah anak-anak kehilangan orang tuanya dan para bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif akibat sang ibu terkena infeksi pandemi. Maka beberapa anak terenggut haknya sejak dini.
Sementara korban meningkat, grafik ekonomi justru melandai. Kemiskinan turut mewabah. Penyebabnya antara lain; kehilangan tulang punggung keluarga, peristiwa PHK besar-besaran lantaran banyak perusahaan bangkrut atau perbendaharaan rumah tangga yang menipis akibat membiayai mahalnya beragam keperluan dikala pandemi. Anak pun terkena imbasnya. Kudu menolong keseimbangan hidup.
Disaat yang sama, pendidikan masih kabur. Kegiatan belajar mengajar di luar biasanya. Sekolah ditetapkan daring. Ekspektasinya, anak bisa belajar bersama guru melalui gawai masing-masing. Namun nyatanya, seorang guru harus blusukan ke rumah muridnya lantaran sang murid tidak punya gawai. KBM lainnya lama-kelamaan, guru mulai malas dan hanya rutin memberi tugas. Murid tidak paham, stres oleh tugas menumpuk, sekaligus tidak ada beda antara ia sekolah dan tidak. Anak-anak tumbuh tanpa pendidikan selama nyaris 2 tahun. Miskin literasi, miskin moral, miskin mental.
Dan kejahatan seksual terhadap anak selama pandemi ini merupakan fakta paling mencengangkan. Yang mana pelakunya adalah orang dekat mereka, baik guru, saudara bahkan orang tua. Barangkali anak hanya diklaim sebagai hak milik, yang terserah dalam perlakuannya. Maka moral para orang dewasa pun ternyata bejat pula. Persetan soal tanggung jawab dan masa depan anak.
Penerapan sistem kapitalisme sejak negara ini berdiri, terbukti tidak pernah menyelesaikan persoalan apapun. Yang ada malah meningkatkan persentase kerusakan dan kriminalitas. Mentalitas para pemimpinnya juga dipertanyakan. Seperti terus-terusan lari dan hobi menyambung masalah sampai bercabang. Kalau mereka bersama demokrasinya bisa menangani pandemi sejak bibit, mana mungkin menguar problematika lainnya sampai bobrok sedemikian rupa.
Islam menawarkan konsep bernegara yang berkebalikan. Ia menjamin kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat, jelas termasuk pula anak-anak. Menjamin kesehatan, pendidikan dan keamanan warga negaranya. Kesempurnaan sistem Islam terbukti dengan eksistensinya yang tegak selama 13 abad. Paling lama dibandingkan sistem ideologi selainnya. Hal ini dikarenakan Islam menerapkan sistemnya berdasarkan hukum Allah sang Tuhan Semesta. Al Khaliq Al Mudabbir, pencipta dan pengatur. Bukan dengan aturan zalim manusia.