Oleh : Yeni Mulyani (Aktivis Muslimah Peduli Umat) Ciamis
Pemerintahan presiden Joko Widodo berkomitmen untuk terus menghidupkan moderasi beragama bagi masyarakat. Salah satunya dengan menghidupkan toleransi antarumat beragama. Karena menurutnya, toleransi adalah bagian hidup yang sangat penting dalam moderasi beragama. Sehingga, eksklusifitas dan ketertutupan jelas tidak sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika. Hal tersebut diungkapkan Jokowi tahun lalu (2021) saat memberikan sambutan secara virtual dari Istana Negara untuk Peresmian Pembukaan Musyawarah Kerja Nasional dan Musyawarah Nasional Alim Ulama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Oleh karenanya, kata Jokowi, pemerintah bersikap tegas dan tak akan berkompromi terhadap tindakan intoleransi yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Jokowi, sejak awal Nahdatul Ulama (NU) dan PKB konsisten dengan keyakinan bahwa agama dan nasionalisme tidak bertentangan. Akan tetapi justru saling menopang satu sama lain.
Presiden Joko Widodo menyebut, terorisme lahir dari cara pandang yang salah. Jokowi pun mengatakan terorisme juga bertentangan dengan nilai-nilai agama. Hal ini Jokowi sampaikan saat meresmikan pembukaan Musyawarah Kerja Nasional dan Musyawarah Nasional Alim Ulama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Istana Negara, Jakarta, Kamis (8/4/2021).
Jokowi mengatakan, terorisme merupakan sebuah kejahatan besar. Terlebih serangkaian tindak terorisme yang terjadi beberapa waktu belakangan cukup mengejutkan lantaran Indonesia tengah bekerja keras dalam menangani pandemi Covid-19. Oleh karenanya, Jokowi mengajak masyarakat terus menebarkan moderasi beragama, menjunjung tinggi toleransi, dan menjaga kerukunan antar sesama Dengan demikian, diharapkan radikalisme dan terorisme tidak ada lagi di Tanah Air.
Bahaya Moderasi Beragama
Menurut KBBI, moderasi berarti (1) Pengurangan Kekerasan (2) Penghindaran Keekstreman. Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam cara pandang, sikap, dan praktik beragama. (Detik.com)
Moderasi beragama ada untuk menciptakan kerukunan, harmoni sosial, sekaligus menjaga kebebasan dalam menjalankan kehidupan beragama, menghargai keragaman tafsir dan perbedaan pandangan, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama.
Karena itulah, hari ini berbagai upaya telah dilakukan untuk menyukseskan agenda ini. Seperti yang dikutip dalam laman (www.iain.ac/id) pada upacara peringatan hari amal bakti ke-75 kemenag RI di Kalimantan Timur tepatnya di kampus hijau IAIN Samarinda. Dalam sambutan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, yang dibacakan oleh rektor IAIN Samarinda, memasukkan moderasi beragama sebagai salah satu point yang dibahas.
Keseriusan pemerintah dalam melaksanakan program moderasi ini juga tampak dengan mengadakan pelatihan untuk mahasiswa. Salah satu mahasiswa IAIN Samarinda ditunjuk menjadi delegasi kegiatan Pendidikan Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Nasional (DIKLATPIMNAS) tersebut, yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia (Ditjen Pendis Kemenag RI) di Grand Mercure Harmoni Hotel, Jakarta Pusat pada 28-30 Desember 2020 lalu.
Pelatihan tersebut merupakan kegiatan perdana yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama melalui Dirjen Pendis dengan tujuan melahirkan kader pemimpin yang dapat menguasai dan mempraktikkan gaya karakter kepemimpinan yang lebih baik. Serta belajar berpikir secara kritis dan moderat dengan sikap moderasi beragama yang sedang digalakkan pemerintah demi menghadapi tantangan perubahan sosial dimasa yang akan datang.
Dari fakta di atas, terlihat begitu getolnya pemerintah menggadangkan agenda moderasi beragama. Lantas bagaimana praktik dalam keseharian? Dikutip dari laman jaringansantri.com, ada beberapa ciri muslim yang moderat yaitu di antaranya: Beragamanya luwes, flexibel, tidak kaku. Selanjutnya, toleran, menerima dan menghargai perbedaan pendapat, perbedaan keyakinan, perbedaan golongan, suku dan bahasa. Tentu hal tersebut dapat berakibat pada kaburnya nilai-nilai Islam.
Sesuai dengan tabiatnya, kafir Barat dalam setiap agendanya pasti memiliki visi untuk menjauhkan Islam dari kehidupan kaum muslimin. Mereka ingin menghentikan laju gerak kebangkitan Islam yang mereka tahu betul hal itu akan terjadi. Tak heran dewasa ini mereka semakin getol menyerang dan memusuhi Islam dengan berbagai upayanya termasuk moderasi beragama yang telah dikemas cantik namun membahayakan kaum muslimin.
Sekilas mata memandang, program moderasi beragama terlihat memiliki tujuan yang baik yaitu menciptakan kerukunan, kedamaian, keharmonisan antar umat beragama dan sebagainya. Namun, dibalik itu semua penuh tipu daya, bak racun yang mematikan bagi kaum muslimin. Bagaimana tidak, program ini bisa membuat kaum muslimin pilah-pilih dalam menaati perintah Allah SWT, memberi kelonggaran pada kemaksiatan dengan dalih kemashlatan, ikut dalam perayaan agama lain atas nama toleransi, bahkan berpotensi menghalalkan apa yang diharamkan Allah atas nama kesepakatan bersama, na’udzubillahi mindzalik.
Itulah mengapa moderasi beragama sanggatlah berbahaya, sebab dapat mengancam akidah Islam dan menimbulkan kebingungan akan syariat. Tercampurnya mana yang boleh dan tidak, cenderung melihat mayoritas lingkungan dibanding hukum Allah SWT. Moderasi beragama juga akan menimbulkan Islamophobia di tengah kaum muslimin, takut akan ajaran Islam akibat narasi hoaks yang dibangun oleh kafir Barat.
Selanjutnya, dapat menghalangi kebangkitan Islam. Moderasi beragama akan mengebiri aspek politis Islam yang merupakan ideologi dan sistem hidup yang sempurna. Sehingga ajaran Islam menjadi sekadar agama spiritual sebagaimana agama lainnya Padahal sistem kehidupan berlandaskan akidah Islam memberikan petunjuk hidup terbaik, menjadi solusi bagi setiap problem hidup umat Islam.
Dokumen Rand Corp. Rujukan Moderasi Beragama
Khusus untuk menangani kebangkitan Islam Politik, Rand Corp. pada tahun 2007 mengeluarkan sebuah laporan setebal 217 halaman yang berjudul: Building Moderate Muslim Network. Dalam laporan yang terdiri atas sepuluh bab tersebut, Rand Corp. mengungkapkan latar belakang dilakukannya kajian ini, dimana ada ketidakseimbangan kekuatan antara kalangan radikal-fundamentalis dengan kalangan moderat-liberal.
Rand Corporation telah membuat dua pemetaan, yakni memetakan kekuatan dan kelemahan dari potensi-potensi kekuatan Islam di negara-negara berkembang. Setelah dipetakan, kemudian dibangun suatu strategi bagaimana melemahkan dan memecah belah kekuatan-kekuatan Islam itu sendiri.
Secara detail Rand Corp. mengungkapkan peta jalan (road map) bagaimana membangun jaringan Muslim moderat ini dengan mulai memberikan prioritas bantuannya pada pihak-pihak yang dinilai paling cepat memberikan dampak dalam perang pemikiran, yakni : 1) Akademisi dan intelektual Muslim yang liberal dan sekuler, 2) Mahasiswa muda religius yang moderat, 3)Komunitas aktivis, 4)Organisasi-organisasi yang mengkampanyekan persamaan gender, dan 5) Wartawan dan penulis moderat. Pemerintah AS harus memastikan bahwa kalangan-kalangan tersebut diikutsertakan dalam kunjungan kongresional (dialog), dan membuat mereka dikenal oleh pembuat kebijakan.
Rand Corp. juga merinci kriteria kalangan moderat-liberal yang akan dijadikan mitra AS, yakni : 1) Mendukung demokrasi, 2) Mengenal hak-hak manusia, termasuk di dalamnya kesetaraan gender dan kebebasan berkeyakinan, 3) Menghargai keberagaman, 4) Menerima sumber hukum yang non sektarian, 5) Menentang terorisme dan bentuk-bentuk kekerasan ilegal lainnya.
Kajian teknis yang dikeluarkan Rand Corp. sebelumnya pada tahun 2003 yang berjudul Civil Democratic Islam bahkan secara terbuka membagi umat Islam ke dalam kelompok-kelompok: Fundamentalis, Tradisionalis, Modernis, dan Sekuleris.
Kelompok Fundamentalis diidentifikasi sebagai kalangan yang menolak demokrasi dan budaya Barat, menginginkan sebuah negara otoriter yang menerapkan hukum Islam, serta memakai penemuan dan teknologi modern untuk mencapai tujuan mereka. Kelompok tradisionalis dicirikan sebagai suatu masyarakat yang konservatif, mencurigai modernitas, inovasi, dan perubahan. Adapun kelompok modernis menginginkan dunia Islam menjadi bagian modernitas global. Mereka ingin memodernkan dan mereformasi Islam dan menyesuaikannya dengan zaman. Sedangkan kelompok sekularis diidentifikasi sebagai kalangan yang menginginkan dunia Islam dapat menerima pemisahan antara agama dan negara seperti yang dilakukan negara-negara demokrasi industri Barat, dengan membatasi agama hanya pada lingkup pribadi.
Rand Corp. selanjutnya merinci langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menggempur kalangan yang mereka kelompokkan sebagai fundamentalis yakni mendukung kelompok modernis, mendukung kaum tradisionalis dalam menentang kaum fundamentalis, mengkonfrontir dan menentang kaum fundamentalis, dan mendukung kaum sekuler secara selektif.
Berdasarkan laporan tersebut, maka umat islam harus menyadari bahwa Amerika dan sekutunya tidak kenal lelah dalam memecah belah umat Islam dan melempar isu di tengah-tengah umat agar tercerai berai. Semua ini disebabkan oleh fakta bahwa Barat secara pahit dikalahkan dalam perang intelektual dengan pemikiran Islam.
Kewajiban Memperjuangkan Khilafah
Sejak runtuhnya kekhilafahan, wilayah-wilayah khilafah yang telah terpecah itu menerapkan aturan kufur yang berasal dari Barat sampai saat ini. Kaum muslimin tidak lagi menerapkan aturan Islam sebagai aturan dalam seluruh kehidupan. Mereka menjadikan kaum kafir penjajah sebagai kiblat dalam seluruh aktifitasnya. Islam dipisahkan dalam aturan ketatanegaraan. Dalam benak kaum muslimin sudah tertancap sekularisme. Islam tidak lagi mempunyai porsi dalam aturan hidup mereka. Islam hanya ada dalam pojok-pojok rumah, tempat ibadah, dan waktu-waktu tertentu saja. Islam digunakan hanya dalam aturan yang mengatur tentang hak waris, hukum nikah, hukum sholat, dan puasa.
Sekularisme telah memalingkan wajah kaum muslimin dari Allah SWT menjadi satu-satunya tujuan hidup. Menjadikan kaum muslimin berlomba-lomba dalam mengejar kenikmatan dunia yang sesaat. Undang-undang tidak lagi menjadikan Allah SWT sebagai pemilik kedaulatan tertinggi. Tapi menjadikan buah pikiran manusia untuk membuat aturan sendiri. Rasulullah tidak lagi sebagai teladan namun mereka berpaling kepada Barat dalam membuat hukum. Padahal sejatinya mereka adalah boneka-boneka yang dipasang oleh kaum kafir untuk menghancurkan kaum muslimin namun mereka tidak menyadarinya.
Kaum muslimin mengambil sebagian aturan Islam yang menguntungkan mereka dan mengabaikan sebagian besar lainnya. Akibat yang terjadi bisa dilihat pada kondisi saat ini. Mereka menjadi terpecah belah, menjadi manusia yang individualis, terkotak-kotak dalam bingkai nasionalisme. Kaum muslimin menjadi manusia yang terpuruk tanpa Islam. Kondisinya tidak lagi terjaga karena tidak adanya institusi yang menjaganya. Di negeri-negerinya, angka kriminalitas semakin tinggi, kejahatan seksual semakin marak, kemiskinan semakin melonjak. Belum lagi tingginya angka korupsi, para penguasa yang mengabaikan amanahnya, dan politik kotor yang mereka jalani.
Semakin merajalela orang-orang yang menghina Islam, Al Qur’an, dan Rasulullah. Mereka yang menghina pun tidak mendapatkan hukuman dari para pemimpin negeri-negeri Islam. Jiwa-jiwa kaum muslimin terancam. Para kafir penjajah begitu masif membantai kaum muslimin yang tidak berdosa mulai dari anak-anak, para wanita, dan orang-orang tua. Palestina, Suriah, Irak, Afganistan, Rohingya, dan seluruh kaum muslimin di dunia sedang meminta pertolongan. Pemimpin negeri-negeri Islam tak mendengar jeritan itu. Mereka hanya mengandalkan solusi-solusi yang tidak menyelesaikan masalah. Mereka menjual kekayaan alam negeri-negeri Islam untuk kepentingan politik, keluarga, dan kroninya. Padahal dalam Islam sudah jelas, barang tambang merupakan milik rakyat yang seharusnya dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kepentingan rakyat.
Kaum muslimin tidak lagi menjadi generasi unggul seperti generasi masa Islam sebelumnya. Para intelektual yang mengejar prestasi dengan menghalalkan segala cara dan menjadi manusia yang egois. Para pemudanya yang hidup dalam hedonisme, seks bebas, dan narkoba. Kemiskinan, kesulitan ekonomi, kesenjangan antara miskin dan kaya menjadi pernik-pernik kehidupan saat ini.
96 tahun sudah kaum muslimin hidup dalam sistem kufur dengan para penguasa yang menjadi antek-antek Barat. Kehidupan kaum muslimin sudah amat menderita. Padahal ijma’ sahabat mengatakan haram hukumnya bagi umat islam lebih dari 3 hari tanpa seorang khalifah. Dan bahwa keberadaan khilafah dalam menerapkan aturan Islam secara kaffah merupakan mahkota kewajiban. Oleh karena itu, kaum muslimin tidak boleh berdiam diri dari penerapan aturan kufur atas mereka. Kaum muslimin harus berjuang untuk mengembalikan khilafah agar aturan Islam dapat diterapkan lagi dalam seluruh aspek
Wallahua’lambishshowab