Oleh: Annisa Tsabita (Siswi SMAIT Al-Amri)
Ada yang sangat menonjol di tahun ini, yakni arus moderasi yang memekakkan telinga. Seolah-olah konsep ini ialah solusi dalam berbagai permasalahan multidimensi di negeri ini. Padahal moderasi ialah racun berbalut madu.
Moderasi seolah sangat manis. Sebab, moderasi beragama adalah sesuatu yang bersifat jalan tengah, yang tidak terlalu fanatik dan tidak terlalu radikal atau tidak terlalu ekstrem. Namun, betulkah moderasi ini ialah cara terbaik untuk mengimplementasikan Islam?
Ada satu hal yang membuat arus moderasi semakin menderas. Barat sebagai si penguasa dunia ini sedang khawatir. Setelah jatuhnya sosialisme, Barat menyadari bahwa sistem Islam (Khilafah) adalah kunci kekuatan umat Islam, sehingga Barat harus mencegah tegaknya Khilafah.
Untuk itu, kekuatan Islam ideologis yang menyatukan umat untuk mewujudkan Khilafah harus mereka hancurkan. Barat pun meluncurkan opini dusta tentang Islam, mulai dari tuduhan terorisme, radikalisme, dan kini kampanye Islam moderat (wasathiyah).
Ide Islam wasathiyah ini mencari justifikasi dari ayat Alquran, yakni QS Al Baqarah 143.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Demikian pula kami telah menjadikan kalian ummat[an] wasath[an] agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjdi saksi atas (perbuatan) kalian “
Kata wasath[an] ditafsirkan sebagai pertengahan, yaitu tidak radikal dan tidak liberal. Padahal, penafsiran kata wasath[an] di sini jauh dari pemaknaan tersebut.
Imam al-Qurthubi di Tafsîrnya menjelaskan: “Wasath adalah al-‘adl (adil). Asalnya, yang paling terpuji dari sesuatu adalah awsath-nya. (Maknanya) bukan dari wasath yang merupakan pertengahan antara dua hal (dua kutub).”
Imam Ibn Katsir menjelaskan di dalam Tafsîr Ibn Katsîr, “Wasath di sini adalah al-khiyâr wa al-ajwad (yang terbaik, pilihan dan paling bagus).
Laporan RAND Corporation (lembaga think tank Amerika) berjudul Building Moderate Muslim Networks yang terbit pada 26 Maret 2007 merekomendasikan, “Amerika Serikat memiliki peran penting untuk bermain di level moderat. Yang dibutuhkan pada tahap ini adalah untuk mengambil pelajaran dari pengalaman Perang Dingin, menentukan penerapannya ke kondisi dunia Islam saat ini, dan mengembangkan sebuah road map untuk pembangunan muslim moderat dan jaringan muslim liberal.”
Barat memaksakan ide moderasi Islam ke seluruh negeri muslim, termasuk Indonesia. Program "Moderasi Beragama" masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024. Bahkan, seluruh kementerian terlibat dalam pengarusutamaan moderasi Islam.
Dilansir dari FOKUS — Menag Yaqut Cholil Qoumas menyebut penguatan moderasi beragama bisa menyolusi permasalahan sosial keagamaan. Ia mengatakan Indonesia—sebagai negara multikultural dan multiagama—ditantang untuk mengelola keragaman dan permasalahan sosial keagamaan.
Menurutnya, belakangan, ada beberapa orang memiliki pemikiran keagamaan eksklusif dan ekstrem. Mereka mengklaim kebenaran hanya untuknya sendiri dan menyalahkan orang lain. Hal ini ia anggap menimbulkan ketegangan di masyarakat dan mengancam kerukunan intra dan antarumat beragama di Indonesia. Untuk itulah perlu moderasi beragama.
"Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Agama mengembangkan konsep moderasi beragama. Moderasi beragama adalah cara pandang yang membawa orang ke jalan tengah, jauh dari jalan yang berlebihan atau ekstrem. Dengan moderasi beragama, cara beragama masyarakat menjadi toleran, tanpa kekerasan, menghargai budaya, dan memiliki komitmen kebangsaan yang kuat," paparnya. (kemenag.go.id, 10/12/2021)
Pernyataan Menag ini mengundang sejumlah tanya. Jika menyandarkan hal tersebut pada pemikiran Islam, apakah berarti seorang muslim tidak boleh mengakui bahwa Islam satu-satunya agama yang benar? Lalu, apakah muslim yang mengakui hal tersebut adalah muslim radikal dan ekstrem yang mengancam kerukunan? Benarkah moderasi beragama mampu menyolusi permasalahan sosial keagamaan?
Barat mendefinisikan “Islam moderat” sebagai lawan dari “Islam radikal”. Sedangkan radikal adalah ‘sikap tidak mau kompromi dengan nilai-nilai Barat’ sehingga Islam moderat adalah yang mau mengikuti arahan Barat. Inilah Islam versi Barat.
Berbagai program pun dilaksanakan, mulai dari kurikulum pendidikan, modul moderasi, duta moderasi, camp moderasi, tahun toleransi, dan sebagainya. Sekolah, madrasah, pesantren, tokoh mubaligah, dan kampus menjadi sasaran program moderasi beragama.
Islam moderat diartikan sebagai Islam yang tidak liberal dan tidak radikal. Namun faktanya, pluralisme beragama digencarkan dan penolakan penerapan hukum-hukum syarak. Selain itu, menjadikan tokoh-tokoh liberal rujukan, mengadopsi gerakan rekontekstualisasi fikih, dan mendekonstruksi metode tafsir.
Muslim yang mengakui hanya Islam ajaran yang benar dan agama yang lain salah sering langsung mendapat cap sebagai 'muslim radikal dan ekstrem yang menimbulkan ketegangan dan mengancam kerukunan'. Padahal, pengakuan kebenaran Islam adalah tuntutan keimanan.
Allah Swt. memerintahkan setiap muslim untuk meyakininya. Oleh karena itu, justru patut mempertanyakan keislaman muslim yang tidak mengakui hal tersebut karena banyak sekali ayat Al-Qur'an menjelaskan demikian.
Allah Swt. berfirman dalam QS Ali Imran [3]: 19, إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ, "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam."
Menurut Imam Ibnu Katsir, ayat ini mengandung pesan dari Allah bahwa tiada agama di sisi-Nya dan diterima-Nya dari seorang pun kecuali Islam, yakni mengikuti para rasul yang diutus-Nya setiap saat hingga berakhir pada Nabi Muhammad (saw.).
Dengan kehadirannya (saw.), maka telah tertutup semua jalan menuju Allah Swt. kecuali dari arah beliau. Oleh sebab itu, barang siapa yang menghadap Allah sesudah Nabi Muhammad saw. diutus dan dengan membawa agama yang bukan syariat-Nya, maka hal itu tidak akan Allah terima.
Dapat kita simpulkan dari sini, moderasi beragama tak lain Islam liberal yang berganti baju, menggunakan kostum baru untuk membuat kaum muslim tertipu. Umat Islam dibentuk menjadi masyarakat moderat yang terbuka terhadap nilai-nilai Barat, meski hakikatnya adalah penjajahan.
Dari sini jelas, setiap muslim wajib meyakini Islamlah satu-satunya agama yang benar. Menganggap muslim yang meyakini hal tersebut sebagai muslim radikal dan ekstrem yang mengancam kerukunan, sama saja menuduh Islam sebagai ancaman. Tentu ini adalah tuduhan keji dan menyesatkan.
Padahal, Allah Swt. tidak pernah memerintahkan umat Islam untuk menjadi muslim moderat, tetapi menjadi muslim yang sebenarnya, yaitu muslim kafah. Allah Swt. berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam secara kafah.” (QS Al-Baqarah: 208)
Islam adalah satu-satunya ideologi yang benar. Ideologi dengan peraturan yang menyeluruh. Segala solusinya fundamental, dapat memecahkan suatu masalah tanpa menimbulkan masalah yang lain. Ideologi inilah yang Barat takuti (Amerika dkk.)
Muslim kaffah adalah yang menerapkan Islam kaffah, agama dengan seperangkat aturannya yang memecahkan berbagai problematika umat. Islamlah yang menjadi dasar peraturan negara islam sebagai tameng bagi negaranya. Tameng yang memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi umatnya. inilah yang seharusnya terwujud pada umat Islam.[]