Oleh Khusnul Khatimah,S.Pd
Sekitar dua tahun lebih dunia menghadapi pandemi. Penyebaran mata rantai Virus Corona belum juga usai seiring beragam solusi yang diberikan berbagai negara dan WHO. Muncul mutasi-mutasi baru yang cukup berbahaya yaitu Omicron. Varian ini masuk dalam varian yang dipantau ketat oleh WHO. Tercatat sudah ada 77 negara yang mendeteksi kehadiran virus tersebut. Mulai dari Afrika hingga beberapa negara di Eropa dan Asia.
Indonesia dengan beragam kebijakan yang selalu berubah-ubah dalam mengatasi gelombang Covid-19 kini harus siap siaga menghadapi intaian varian baru ini. Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin mengumumkan kabar terbaru penyebaran virus Corona (Covid-19) varian Omicron di Indonesia. Dalam video konferensi pers di You Tube Kementerian Kesehatan RI pada Kamis (16/12/2021), awalnya Menkes menyatakan tiga orang di RS Wisma Atlet dinyatakan positif Covid-19, satu diantaranya positif varian baru Omicron. (tribunnews,16/12/2021)
Cerita lama bersemi kembali, inilah kalimat yang pantas disematkan untuk menghadapi varian baru ini. Awal mula penyebaran virus dimulai di satu tempat kemudian ke beberapa negara lalu hampir ke seluruh penjuru dunia. Model penyebaran C-19 seperti ini terjadi pada gelombang 1, gelombang 2 dan mengindikasian akan terjadi gelombang 3 pada varian Omicron ini. Masifnya vaksinasi diberbagai negara belum berbanding lurus dengan sebaran C-19 varian Omicron saat ini. Hal ini terbukti dengan data sebaran C-19 varian Omicron di Eropa yang merupakan mayoritas negara-negara maju. Di Inggris sudah tembus hingga 337 kasus sedangkan di negara-negara Eropa lainnya mencapai 732 kasus positif. (CNNIndonesia,13/12/2021)
Kebijakan dan beragam solusi yang ditetapkan dunia saat ini rupanya tidak mampu membendung secara total sebaran C-19. Maraknya vaksinasi yang mampu menekan sebaran C-19 membuat dunia terlena. Mereka mulai jengah dengan tekanan ekonomi dan beragam aktivitas mulai terhenti akibat pandemi ini. Kebijakan New Normal layaknya kehidupan normal adalah salah satu bukti keinginan beragam negara untuk segera berlepas dari wabah C-19 namun ternyata kebijakan ini salah arah.
Faktor penyebab sebaran C-19 yang berulang-ulang ini sejatinya dipengaruhi bayak hal. Diantaranya sifat individu yang tidak patuh prokes, kurang masifnya edukasi penanganan wabah pada masyarakat terpencil dan terbelakang, alat kesehatan dan fasilitas kesehatan canggih tidak merata dimiliki oleh semua negara dan peran kebijakan negara tidak tepat. Faktor kebijakan negara adalah factor yang paling berpengaruh terhadap sebaran virus ini. Kebijakan yang diambil oleh dunia saat ini dipengaruhi oleh cara pandang mereka terhadap kehidupan. Sekulerisme menjadi asas setiap kebijakan yang dibuat dan kepentingan ekonomi lebih diutamakan dalam roda kehidupan. Solusi dan rekomendasi dari WHO sebagai lembaga Kesehatan dunia atas wabah ini pun dipengaruhi oleh asas sekuler kapitalistik.
Terus merebaknya penyebaran C-19 dengan beragam varian dan munculnya gelombang baru akan senantiasa terjadi jika paradigma berfikir untuk mengatasi masalah adalah sekuler kapitalistik. Keselamatan dan nyawa rakyat tidak dinomor satukan sebagai kebutuhan pokok dalam membuat kebijakan. Semua solusi yang dilalukan dunia hanya akan menjadi upaya tambal sulam. Virus muncul kemudian menyebar lalu mereda dan muncul lagi dan seterusnya begitulah gambaran yang ada ibarat pola roda berputar.
Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki penyelesaian hakiki dari sang Pencipta atas beragam persoalan termasuk masalah pandemi. Saat ini, belum ada satupun negara di dunia mengambil solusi tuntas kehidupan dalam Islam. Islam hanya dijadikan agama spiritual semata. Inilah salah satu bentuk sekulerisme yang menimpa negeri-negeri muslim. Inilah yang turut mendukung belum tuntasnya masalah pandemi ini.
Rasulullah Muhammad saw sebagai pembawa risalah Islam yang sempurna ini mengajarkan bahwa pandemi adalah ujian sekaligus teguran bagi seluruh umat di dunia. Ujian bagi kaum muslim agar mereka sabar menghadapi cobaan. Teguran bagi umat lainnya supaya tidak melakukan kerusakan dan meninggalkan Islam. Selain bersabar dalam menghadapi musibah ini, perlu ada kebijakan-kebijakan yang benar dan tepat agar musibah ini tidak berlarut-larut. Islam memberikan contoh yang tepat cara mengatasi pandemi. Salah satunya melakukan karantina total atau lock down seperti hadis berikut, “Dari Siti Aisyah ra, ia berkata, ‘Ia bertanya kepada Rasulullah saw. perihal tha’un, lalu Rasulullah saw. memberitahukanku, ‘Zaman dulu, Thaun adalah azab yang dikirimkan Allah Swt. kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Tiada seseorang yang sedang tertimpa Tha’un, kemudian menahan diri di rumahnya dengan bersabar serta mengharapkan rida ilahi seraya menyadari bahwa Tha’un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah Swt. untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid.” (HR Ahmad).
Inilah solusi tepat dalam Islam dalam menangani wabah. Butuh negara yang menerapkan atas seluruh rakyat. Kita sebagai umat muslim yang beriman kepada Allah selayaknya menyampaikan pada seluruh umat atas solusi tuntas yang dimiliki Islam. Mari kita bergandengan tangan menyuarakan kebenaran Islam, salah satunya kebutuhan kita akan negara yang berasaskan aqidah Islam.
Wallahu’alam bisshowab