Derita Buah Hati Selama Pandemi



Oleh Surya Ummu Fahri (pengamat sosial)


Tahun 2021 merupakan tahun perjuangan bagi kita menghadapi pandemi. Berbagai kebijakan yang diambil untuk mengatasi penyebaran virus ini terus berganti-ganti tak pasti. Bahkan hantaman badai gelombang kedua telah membuat banyak anak kehilangan orang tuanya. Dengan kata lain, yatim piatu dadakan korban Covid 19.


Dilansir dari laman detikNews.com/02/08/2021 bahwa anak-anak pada masa pandemi rentan menjadi anak anak terlantar. Baik yang menjadi yatim piatu akibat kehilangan orang tuanya karena Covid 19 maupun anak-anak yang terpaksa kehilangan hak hak dasar anak. Seperti pendidikan, yang mana pada saat itu mereka terpaksa sekolah lewat daring. Dan akibat dari sekolah daring ini, muncullah kekerasan anak akibat anak tantrum saat sedang diajar ibu atau bapaknya. Seperti yang telah disebut dalam laman www.kompas.com/28/11/2021.


Lain lagi, berdasarkan catatan ketua Komnas HAM terkait kekerasan anak pada saat pandemi. Pihak Komnas HAM menyatakan bahwa dari Maret 2020 hingga bulan Juli 2021 setidaknya ada 2.726 kasus kekerasan pada anak. Dan 52 % dari itu merupakan kekerasan seksual. 


Belum lagi anak-anak yang terpaksa bekerja di bawah umur karena himpitan ekonomi. Meskipun tidak ada laporan data yang masuk bukan berarti tidak ada. Buktinya disebutkan dalam sebuah berita bahwa Kemenaker 204 perusahaan minyak sawit bebas dari pekerja anak (Www.kompas.com/22/12/2021).


Miris sekali melihat apa yang harus dialami para penerus generasi di era pandemi. Dari  kehilangan hak belajar disekolah hingga kekerasan di rumah serta seksual malah diperparah dengan menjadi tulang punggung untuk hidupnya. Belum lagi dengan putus sekolah akibat pandemi. Karena kebijakan daring banyak siswa yang menghalalkan segala cara demi bisa ikut sekolah.  Bahkan ada yang bunuh diri karena tidak dibelikan HP, ada yang membunuh, mencuri dan masih banyak lagi kasus pada anak selama pandemi. 


Salah Siapa

Tentunya kebijakan yang mempengaruhi seluruh kehidupan yang ada di sebuah negara berdasar pada kebijakan yang diambil pemerintah. Bagaimana pemerintah mengatasi pandemi, manakah yang diutamakan antara pendidikan generasi atau ekonomi. Dan berbagai kebijakan lain. Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa pemerintah telah membuka tempat wisata dibanding dengan membuka sekolah. Padahal jelas penyebaran virus Corona berasal dari mereka yang berkeliaran kemana mana karena tanpa gejala.



Dan sekarang sekolah di buka dengan syarat orang tua sudah di vaksin untuk pendidikan TK dan SD. Sementara SMP dan SMA sederajat harus sudah divaksin. Padahal tidak semua orang bisa divaksin. Akhirnya banyak orang tua atau anak yang menutupi data saat akan divaksin lalu terjadilah efek samping setelah divaksin bahkan hingga kematian. 


Peninjauan ulang terkait kebijakan sangat diperlukan untuk melindungi generasi. Terutama di era pandemi yang belum bisa dipastikan akhirnya, agar anak-anak tidak kehilangan masa depan. Karena mereka lah penerus perjuangan kita di masa depan.


Anak Dalam Islam

Islam melindungi seluruh generasi, baik akal maupun jiwa. Anak dalam Islam merupakan aset yang harus dibimbing agar menjadi jariyah dan penerus perjuangan Islam. Jangankan anak-anak yang berusia SD, sebelum hamil pun Islam memiliki aturan agar terjaganya kehormatan dan kemuliaan. Dari penerapan syariat yang menyeluruh maka terjamin terpeliharanya bibit, bebet dan bobot seorang anak. Bagaimana mungkin akan menghasilkan bibit yang baik jika anak-anak yang hidup saat ini berada pada situasi seperti ini? Maka inilah pentingnya peranan Islam dalam menyelesaikan pandemi.


Islam telah memiliki seperangkat aturan yang lengkap untuk hidup manusianya. Maka bagaimana saat ini kita menerapkan syariat secara kaffah agar masa dosen anak anak terlindungi. Bukan hanya untuk 2022 tapi hingga tahun tahun setelahnya. Maka mari kita terus berjuang agar masa depan generasi lebih baik lagi tahun ini dengan Islam secara kaffah. 


Wallahu'alam 

Bish showab

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم