Ada Apa dibalik Vaksinasi Lintas Agama?


Oleh :


Ummu Fatih


Vaksinasi lintas agama kembali digelar di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pada saat itu penyelenggara adalah Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Banyumas dan akan berlangsung di bulan Oktober 2021. Vaksin lintas agama merupakan kerja sama antara UMP dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, USAID, Mentari Covid dan Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Banyumas. Ketua PDM Banyumas Dr. Ibnu Hasan mengatakan, vaksinasi covid-19 ini bukan hanya sekadar agenda vaksinasi. Dalam acara ini, Muhammadiyah concern terhadap bagaimana memperhatikan sekat perbedaaan, namun tetap dalam semangat kebangsaan. “Islam selalu memerintahkan kepada kita untuk menjalin kerja sama tanpa mempedulikan perbedaan suku, bangsa, agama, mazhab atau aliran." kata Ibnu, dalam keterangannya, Rabu malam

Jika kita telaah dari kegiatan vaksinasi yang bertujuan untuk memberi imun pada masyarakat terhadap bahaya covid-19 dipaksakan ada pelekatan moderasi beragama di dalamnya. Menurut Quraisy Shihab salah satu langkah menerapkan prinsip wasathiyah adalah dengan kerjasama dengan semua kalangan umat Islam. Dan bertoleransi terhadap keragaman pendapat. Disamping moderasi beragama memang menjadi target kementerian agama untuk mengarusutamakan ide ini menjadi ide yang bisa diterima. Oleh karena itu sangat gencar dilakukan dalam segenap kegiatan bahkan yang tidak berhubungan sama sekali dengan keberagaman dalam beragama dipaksakan dilekatkan dalam kegiatan vaksinasi.


*Cara Pandang yang Salah*


Toleransi adalah sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan, baik antar individu maupun kelompok.  Dalam ajaran Islam, toleransi memiliki konsep baku berupa tidak adanya paksaan bagi nonmuslim untuk memeluk Islam sebagaimana firman Allah dalam (QS. Al-Baqarah : 256),

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama (Islam).”


Demikian juga, toleransi terwujud dalam ibadah, yakni dengan membiarkan pemeluk agama lain menjalankan ibadah sesuai keyakinan mereka. Allah berfirman dalam (QS. Al-Kafirun : 1–6),


قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ ١  لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ ٢  وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٣  وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ ٤ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٥  لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ ٦


(1) Katakanlah, “Hai orang-orang kafir. (2) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (3) Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (4) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. (5) Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (6) Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.” 


Kesalahan memandang toleransi yang seharusnya sebagaimana yang sudah diatur dalam syariat Islam. Dengan membiarkan pelaksanaan dan pelaksanaan keyakinan sesuai agamanya bukan sebagai paksaan kepada agama lain untuk melaksanakannya.


*Mewaspadai Agenda Sekulerisasi*


Dibalik toleransi beragama, perlahan tapi pasti umat Islam diarahkan dengan isu toleransi beragama untuk dapat mengambil dan menerapkan Islam yang bebas dan liberal. Maka agenda moderasi beragama ini patut diwaspadai sebagai agenda sekulerisasi umat Islam dan menjauhkan pemahaman Islam kaffah.

Dengan demikian, rumusan konsep langkah-langkah untuk memoderasi agama justru berpotensi besar menyimpangkan agama. Terbentuknya dari upaya moderasi ini tidak lain adalah muslim liberal karena ciri-ciri moderat ternyata sama dengan dengan liberal. Dengan demikian, pada hakikatnya moderasi beragama itu liberalisasi beragama sehingga harus ditinggalkan dan kembali pada Islam sebagaimana ajaran dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Ciri khas seorang mukmin adalah bertakwa dengan melaksanakan seluruh perintah Allah dan Rasul-Nya, serta meninggalkan seluruh larangan Allah dan Rasul-Nya dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan kata lain, wajib untuk menerapkan syariat Islam kaffah.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم