Tes Wawasan Kebangsaan KPK, Perkuat Moderasi Beragama?





Oleh: Unix Yulia (Komunitas Menulis Setajam Pena)


Menjelang akhir tahun, gaung mengucapkan hari raya natal dan tahun baru dengan dalih toleransi antar umat beragama dan kesatuan bangsa semakin gencar. Hal ini sebagai salah satu agenda untuk memperlancar moderasi agama dalam seluruh lini kehidupan. Tak hanya saat akhir tahun ini, pertengahan tahun 2021 kemarin, polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK ramai menjadi perbincangan karena pertanyaan pada tes tersebut tidak sesuai, tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan sebagai KPK. Mengapa demikian?

Seperti yang sudah kita ketahui, TWK KPK berisi sederet pertanyaan yang kontroversial. Eks juru bicara KPK Febri Diansyah menyoroti salah satu contoh soal TWK KPK yang mengahruskan pegawai KPK memilih antara Al-Qur’an atau Pancasila. Beliau mengatakan, “Dalam konteks beragama saya memilih Al-Qur’an. Dalam konteks bernegara, saya memilih Pancasila. Pewawancara mendesak beberapa kali, harus pilih salah satu dan seterusnya.”

Tak hanya itu, seorang pegawai perempuan menyampaikan salah satu soal TWK KPK yang diajukan kepadanya. Ia ditanya perihal jilbab, apabila enggan melepas jilbab, pegawi perempuan itu dianggap lebih mementingkan diri sendiri daripada bangsa dan negara (news.detik.com, 02/06/2021).

Dari beberapa pernyataan diatas, soal-soal TWK KPK tampak janggal dan nyeleneh. Tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan sebagai KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) dan tidak bisa disebut sebagai tes wawasan kebangsaan. Sampai sekarang pun tidak ada kejelasan dan taggapan tentang pertanyaan-pertanyaan kontroversial tersebut. Hal ini semakin memperkuat profiling ASN harus sejalan dengan moderasi agama. Pemerintah membentuk ASN moderat yang menempatkan isu negara lebih tinggi daripada agama.

Tak hanya mengenai jilbab, namun beberapa pertanyaan lain yang diajukan pun nampak janggal. Mulai dari pendapat tentang LGBT, Free Sex, radikalisme, PKI dan lain sebagainya. Tes yang sebelum disebut sebagai Tes Wawasan Kebangsaan itu sebenarnya memiliki nama resmi Tes Moderasi Bernegara. Dari pertanyaan yang diajukan seperti disebutkan diatas, tampak jelas lebih mirip screening ideologi daripada tes wawasan kebangsaan.

Tak perlu kaget, karena kita berada di sistem sekuler kapitalistik, penguasa akan melakukan berbagai cara untuk kepentingannya dan para antek-anteknya. Tak peduli melanggar prinsip beragama, terlebih Islam. Karena Islam merupakan musuh dari sistem tersebut. Moderasi beragama semakin digencarkan pada setiap lini kehidupan untuk mempertahankan sistem sekuler kapitalistik, terlebih bagi ASN yang notabene pegawai pemerintah. Semakin moderat pegawai ASN, maka semakin aman dan profesional, begitu menurut penguasa. Miris sekali tindakan penguasa saat ini, meninggikan wawasan kebangsaan dan merendahkan prinsip beragama. Mau jadi apa negeri ini kedepannya, apabila agama dihilangkan. Meninggikan negara dibandingkan Allah SWT Sang Maha Segalanyanya. Tak ingatkah, negara, kekuasaan semua datang dari Allah SWT. Apa jadinya apabila kita meninggalkan syariat Allah dalam berkehidupan?

 Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS al Anfal [8]:73)

Screening ideologi pada ASN sengaja dibuat oleh penguasa untuk mendapatkan ASN yang moderat, menempatkan negara diatas prinsip agamanya, bukan pegawai yang benar-benar memiliki kemampuan dalam bidangnya. Yang penting pegawai mau melakukan segala perintah penguasa. Apabila Islam sudah tidak memiliki suara di pemerintahan, maka mereka akan merasa aman. Karena mereka sangat paham, apabila seluruh umat Islam bangkit dan menjunjung akidah beragama maka akan bahaya bagi mereka. Sehingga penguasa semakin gencar melontarkan isu moderasi agama untuk menghalau bangkitnya perjuangan Islam. 

Berbeda apabila Islam diterapkan, segala aturan akan sesuai dengan syariat Islam. Tidak ada pilihan melepas jilbab untuk kepentingan negara karena pada dasarnya memakai jilbab merupakan kewajiban seorang Muslimah. 

Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang Mukmin, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab ayat 59)

Dalam sistem Islam, pegawai negara tidak perlu TWK yang mempertaruhkan prinsip agama dalam bekerja karena bekerja untuk mendapatkan ridho Allah SWT, bukan hanya untuk memperoleh gaji atau memenuhi tuntutan pekerjaan yang menjadi tugas yang diberikan negara. Mereka melayani dan menangani urusan rakyat sebagai dorongan keimanan dan bagian dari ibadah kepada Allah SWT.

Negara Khilafah yang dipimpin oleh Khalifah mengatur pegawai negara berjalan dengan baik dan sesuai dengan tugas dan fungsinya pada masing-masing departemen. Profesionalitas dalam pekerjaan tidak perlu diragukan karena didasari oleh kepribadian Islam. Tentunya mereka menjalakan kewajiban yang diberikan negara sebaik mungkin. Dan segala hak mereka sebagai pekerja dipenuhi dan dilindungi oleh Khalifah, sehingga seluruh pelayanan dan kepentingan rakyat terpenuhi dan berjalan dengan lancar, cepat dengan hasil yang sempurna. Karena tugas dari pegawai negara yaitu melayani rakyat.

Bukankah kita rindu terhadap kebangkitan Islam? Seperti pada masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan lain sebagainya. Semua masyarakat hidup damai dan makmur.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم