Oleh : Qonitta Al-Mujadillaa (Aktivis Muslimah Banua)
Pandemi belum usai, problem hidup bertambah kembali. Tarif listrik akan naik, semakin menambah rentetan biaya hidup yang harus dikeluarkan. Pendapatan kian menipis sebab banyak yang gulung tikar bahkan sampai di berhentikan kerja (dampak dari pandemi). Hal ini menjadi alarm bagi negeri ini untuk menuntaskan problem kompleks masyarakat.
Sebagaimana dilansir oleh Banjarmasinpost.com , Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berencana menerapkan kembali tarif adjustment (tarif penyesuaian) pada 2022 mendatang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut jika kondisi pandemi Covid-19 membaik, maka kemungkinan besar tarif adjustment ini akan diterapkan kembali sesuai aturan awal pada 2022. Sebanyak 13 golongan masyarakat pelanggan listrik non-subsidi perlu bersiap dengan kenaikan tarif mulai tahun depan. (Banjarmasin.com , 10/12/2021).
Adapun dilansir dari Tribunnews.com , Menanggapi hal tersebut, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyanto mengatakan, rencana mengenai tarif adjustment ini memang sudah lama didengungkan. Beliau berpendapat "Adjustment atau penyesuaian tarif ini biasanya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kurs dollar, inflasi dan juga harga minyak dunia," kata Agus saat dihubungi Tribunnews, Jumat (3/12/2021). (Tribunnews.com , 3/12/2021).
Sungguh begitu miris, saat kondisi pandemi belum tampak membaik, tetapi rencana tarif listrik dinaikkan semakin membuat masyarakat terbebani. Bagaimana tidak, hidup saat ini sudah begitu susah, malah di tambah susah dengan hal tersebut. Benarkah ketika pandemi nanti membaik dan rencana kenaikan tarif listrik naik akan membuat rakyat terbebas dari beban berkepanjangan?
Jelas menjawab hal ini, tidak dilihat dari satu sisi saja. Namun, melihat bagaimana kompleksnya problem kehidupan masyarakat saat ini. Beban kehidupan masyarakat bukan hanya kenaikan tarif listrik semata, namun hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat terbebani dengan biaya-biaya yang semakin tinggi. Sebagaimana biaya kebutuhan pokok semakin melambung tinggi, biaya kesehatan yang begitu meningkat dan sulit diakses bagi mereka yang tidak mampu, pendidikan bukan lagi sebagai wasilah mencerdaskan dan mencetak generasi unggul tetapi dijadikan ajang bisnis para kapital dan sebagainya. Sungguh miris kehidupan masyarakat saat ini. Sudahlah jatuh malah tertimpa tangga pula. Pepatah inilah yang menggambarkan kondisi masyarakat negeri saat ini.
Kehidupan masyarakat begitu sempit dan terbebani banyaknya biaya-biaya saat ini bukan hanya karena persoalan satu atau yang lain saja. Semua berawal dari paradigma pandangan hidup yang keliru. Pandangan hidup hari ini dibangun oleh paradigma sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) di bawah ideologi kapitalisme (orientasi materi). Kehidupan dalam paradigma sekularisme tentu akan memisahkan agama dari kehidupan, baginya kehidupan ini berhak diatur oleh manusia. Sedangkan, manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas dan tergantung, jadi bagaimana mungkin manusia mampu memahami aturan yang terbaik bagi kehidupan ini?
Tentu manusia tidak akan mampu. Terlebih ketika kehidupan ini di pimpin oleh ideologi kapitalisme maka sudah dipastikan hanya para kapital oligarki (orang-orang konglomerat) semata yang mampu menguasai hidup ini dengan materi dan kekuasaannya. Bagi masyarakat yang tidak punya kekuasaan dan modal banyak akan gigit jari saja dengan adanya kenaikan tarif listrik ini, namun bagi mereka mudah untuk mengatur sekehendak mereka ketika mengelola listrik tersebut. Semua hal tersebut demi meraup keuntungan (materi). Inilah tabiat rusaknya jika diterapkan sistem kapitalisme-sekularisme dalam kehidupan dan sistem inilah biang kerok akar masalah di seluruh aspek kehidupan.
Begitu urgennya masyarakat saat ini akan solusi paripurna dan hakiki dalam menuntaskan permasalahan hidupnya. Masyarakat negeri ini yang mayoritas muslim masih belum mengenal bahwa Islam punya solusi dalam permasalahan ini. Islam yang diturunkan Allah Swt tidak hanya mengatur perihal ibadah semata tetapi seluruh aspek kehidupan diaturnya (termasuk permasalahan kelistrikan). Islam bukan hanya sebagai agama namun juga sebagai ideologi yang melahirkan aturan kompleks untuk kehidupan.
Adapun dalam pandangan Islam, listrik termasuk milik umum dengan dilihat dalam dua aspek. Pertama, listrik digunakan sebagai bahan bakar maka masuk ke dalam kategori api yang merupakan milik umum. Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Saw, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara : padang rumput, air, dan api.” [HR. Abu Dawud dan Ahmad]. Termasuk dalam kategori api tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana penyedia listrik seperti tiang listrik, mesin pembangkit, gardu dan sebagainya.
Kedua, sumber energi pembangkit listrik baik oleh PT PLN maupun swasta sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya besar seperti migas dan batu bara yang barang-barang ini termasuk milik umum. Karena barang-barang ini milik umum maka dalam Islam tidak boleh dikelola secara komersial baik oleh perusahaan milik negara maupun swasta. Begitu pula tidak boleh mengomersialkan hasil olahannya menjadi seperti listrik, maka dengan demikian pengelolaan listrik tak boleh diserahkan kepada swasta apapun alasannya.
Negara yang menerapkan syariah Islam secara menyeluruh (kaffah) di bawah institusi Khilafah Islamiyah akan memastikan terpenuhinya kebutuhan listrik di setiap individu masyarakat baik dari kualitasnya maupun kuantitasnya serta menjaminnya dengan biaya murah atau gratis, baik kaya maupun miskin, muslim maupun non muslim yang tinggal di kota ataupun di pedalaman. Semua pengaturan negeri Khilafah Islamiyah sesuai aturan syariah Islam Kaffah (menyeluruh). Sebab, Islam memandang Khalifah sebagai raa’in (junnah/perisai), sebagai pemimpin yang bertanggung jawab untuk mengurusi semua urusan rakyatnya.
Khalifah (pemimpin) dalam Islam bukan sebagai pedagang dengan prinsip untung rugi layaknya pemimpin dalam sistem kapitalisme- sekularisme saat ini. Oleh karenanya, masyarakat harus sadar bahwa hanya dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) di bawah naungan negeri Khilafah Islamiyah. Rasulullah Saw bersabda, “ Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai temeng... “ [HR. Bukhari dan Muslim]. Wallahu ‘alam Bishowab. [].