Oleh : Mamay Maslahat, SSi, MSi (Dosen dan Aktivis Pena Surga)
Pelecehan seksual terhadap mahasiswi di kampus-kampus perguruan tinggi beberapa bulan terakhir ini marak terdengar. Sebutlah pelecehan seksual yang terjadi pada mahasiswi yang sedang bimbingan tugas akhir dengan dosen pembimbingnya di salah satu perguruan tinggi negeri di Sumatera, menjadi viral di media massa setelah adanya pengakuan terbuka dari mahasiswi tersebut. Kasus serupa terus bermunculan di beberapa perguruan tinggi lainnya. Universitas Sriwijaya, juga menjadi sorotan setelah tiga mahasiswi di kampus tersebut diduga mengalami pelecehan seksual secara fisik dan verbal oleh terduga dua dosennya sendiri. sehingga Akademisi dari Universitas Airlangga Surabaya, Liestianingsih Dwi Dayanti, menyatakan bahwa kekerasan seksual yang terjadi merupakan fenomena gunung es. "Angkanya cukup tinggi, namun tidak semua penyintas atau korban mau speak up," (dikutip dari Tempo.co, Kamis, 18 November 2021). Masih menurutnya, penyintas kekerasan/pelecehan seksual seringkali takut melapor karena ancaman pelaku, dapat pula karena relasi di antara keduanya adalah relasi kuasa yang tidak seimbang. Pelaku mungkin memiliki posisi yang lebih tinggi daripada penyintas, misalnya antara dosen dan mahasiswa, dosen senior dan dosen junior, atau kakak tingkat dan adik kelas. Seperti berita terakhir dari Universitas Brawijaya, yang telah melaporkan bahwa mahasiswi yang diduga bunuh diri karena tindakan aborsi dari pacarnya yang anggota kepolisian, sebelumnya adalah korban pelecehan seksual oleh kaka kelasnya.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengeluarkan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dalam Permendikbudristek tersebut terdapat Pasal 1 Ayat 14 yang mengatur tentang Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Satgas ini merupakan bagian dari perguruan tinggi yang berfungsi sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi tersebut. Akan tetapi Peraturan Menteri ini menuai kritikan dan kontroversial di tengah masyarakat, akibat adanya beberapa kalimat di dalamnya yang mengarah kepada legalitas hubungan seksual jika adanya “izin”. Namun terlepas dari itu semua, apakah Permen ini cukup untuk mencegah dan mengendalikan kasus pelecehan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi?
KEMBALI PADA TATA PERGAULAN ISLAM, ADALAH SOLUSI
Wanita dan pria menurut pandangan Islam adalah makhluk Allah yang memiliki kedudukan yang sama di hadapan Syariat. Hanya derajat ketakwaan mereka saja yang menentukan level di hadapan Allah. Islam tidak membatasi wanita untuk hidup berkiprah dalam masyarakat layaknya pria. Wanita boleh aktif mengikuti pendidikan, wanita boleh berkarir bekerja sebagai guru, dosen, dokter ataupun profesi lainnya yang tidak menyalahi syariat. Wanita boleh melakukan aktivitas medis dan pengobatan. Semua hal tersebut dapat dilakukan oleh Wanita selama ketentuan-ketentuan syariat lainnya dijalankan. Ketika Wanita keluar rumah untuk melakukan aktivitas publik misal bersekolah ataupun bekerja, wanita tersebut harus mendapatkan izin dari mahromnya (suami/ ayah/ sodara laki-laki/ paman) dan selama berada di luar rumah tersebut tertutup auratnya dan terjaga akhlak prilakunya.
Mengenai tata pergaulan antara wanita dan pria, Islam telah mengatur secara jelas dan terperinci. Penjagaan Islam yang pertama dalam masalah ini adalah adanya konsep godhul bashar yaitu menjaga pandangan baik wanita ataupun pria dari yang bukan mahromnya. Tidak diperkenankan wanita dan pria melakukan khalwat yaitu berduaannya pria dan wanita di tempat sepi tanpa ada mahrom wanita yang menyertai. Walaupun untuk masalah pendidikan atau aktivitas menuntut ilmu, khalwat tidak diperbolehkan. Dengan demikian, khalwat saja tidak diperbolehkan apalagi perzinahan. Perzinahan dipandang sebagai perbuatan yang keji dan munkar, dan bagi para pelakunya dikenai sangki hukuman berupa razam atau dicambuk. Demikianlah penjagaan Islam demi kemuliaan dan kehormatan wanita, serta penjagaan terhadap keturunan manusia. Hanya dengan diterapkannya aturan Islam di tengah masyarakat yang akan menjamin tata pergaulan yang sehat, bersih dan mulia, bukaan aturan sekuler liberalis yang membebaskan hawa nafsu manusia. Wallahu Alam.