COP26 dan Krisis Iklim


Oleh: Noraida, S.Pd, M.Pd



#MuslimahVoice - Jakarta, CNN Indonesia -- Aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg menyebut konferensi yang digagas PBB, yakni COP26 yang membahas tentang perubahan iklim dan pemanasan global merupakan sebuah kegagalan.(cnnindonesia.com/ 6/11/2021). Bagaimana tidak demikian adanya, para politisi yang diminta untuk menyelesaikan berbagai masalah perubahan iklim saat ini sama sekali tidak dapat dipercaya. Di Inggris empat puluh tiga anggota House of Lord memiliki saham keuangan di industri minyak dan gas. Di Amerika perusahaan minyak dan gas menyumbang lebih dari $ 84 juta kepada para kandidat yang mencalonkan diri untuk kongres Amerika serikat pada tahun 2018. 


Dari sini terlihat mereka yang terlibat dalam konferensi adalah orang-orang yang juga terlibat dalam menambah emisi karbon yang menyebabkan perubahan iklim. Bagaimana bisa kita berharap pada orang-orang yang memiliki kepentingan dengan emisi itu sendiri. Mereka yang berada dalam konferensi tapi pada saat yang sama mereka ada dalam perusahaan multinasional ini. Inilah kondisi sistem kapitalis, dimana yang memiliki modal besarlah yang memegang peranan dalam mengeluarkan kebijakan. Inilah akibat paham liberal yang ditanamkan dalam sistem kapitalisme, sehingga dengan bebas mereka mengeruk kekayaan alam tanpa pernah memikirkan nasib rakyat dunia, dan tanpa mempertimbangkan efeknya bagi alam semesta.


Liberalisasi sumber daya alam diantara nya pertambangan dan kehutanan, dan itu efeknya sangat besar bagi masyarakat, akhir tahun 2021 iklim sedang berada di fase musim hujan, yang harusnya musim hujan itu berkah, sekarang mulai banjir merugikan kehidupan,  banjir terjadi di Kalimantan Tengah seperti Palangkaya, kalimantan Barat, Kalimantan Utara, hingga Kalimantan Selatan seperti Barabai pun sudah terjadi langganan banjir.


Padahal bulan November bukan puncak musim hujan, tetapi banjir sudah melanda diberbagai daerah yang efeknya langsung terasa di masyarakat. Menurut penelitian BMKG puncak  musim hujan dari Januari sampai dengan Maret akan dirasakan oleh masyarakat, tapi belum masa itu tiba, masyarakat sudah mulai merasakan tanah longsor dan banjir, kemarin di Malang pun terjadi curah hujan cukup tinggi mengakibatkan longsor di 8 titik dalam sehari.


Penelitian menyatakan tahun 2020-2021 terjadi puncak kerusakan iklim, jika negara- negara internasional tidak bersepakat untuk mengurangi emisi karbon akan terjadi bencana alam di mana-mana. Sampai negara lain menyatakan bahwa perubahan iklim yang mengalami puncaknya sudah seperti tanda kiamat, karena ilmuwan dan peneliti mengatakan tingkat perubahan sudah sangat signifikan, sehingga jadilah semua dampak buruknya dirasakan oleh masyarakat internasional.


Kejadian ini patut di edukasikan kepada publik. Secara opini harus di sampaikan terkait krisis iklim khususnya kepada masyarakat Kalimantan selatan, dan kepada masyarakat Batola, dimana  Barito Kuala,  kapal batu-bara lewat setiap hari, sedangkan kerusakan akibat eksploitasi sudah dimana-mana. Apalagi Dibalik semua itu, bukan hanya sekedar krisis iklim, namun tambang  dan hutan juga di serahkan kepada swasta, baik local dan asing



Pengaruh COP26 Untuk negara berkembang, khususnya  Indonesia


Jadi jika ditanyakan Apakah berpengaruh? Tidak sama sekali, sebenarnyaa karena ternyata gabungan negara yang masuk COP26 terdiri dari 200 negara, negara maju adalah penyumbang emisi terbesar, ternyata mereka sendiri tidak melaksanakan komitmen dengan tepat, sebelumnya pada perjanjian Paris 2015 menginginkan pada tahun 2020 -2030 berpartisipasi dalam pengurangan emsi karbon net zero emity karbon, ternyata setelah 5-6 tahun berjalan perjanjian paris 2015 tidak memiliki pengaruh, kemudian saat ini pun  COP26 juga tidak berhasil.


Negara- negara seperti AS, India, Cina, Australia dan, Uni Eropa mereka yang justru berkontribusi besar dalam menyumbang emisi karbon terbesar, merekapun ternyata tidak mau melakukan penghapusan penggunaan PLTU, penggunaan industri  berbahan bakar fosil penghasil emisi karbon. Mereka hanya mau penghapusan bertahap, hal ini sangat signifikan dalam memberikan efek rumah kaca  yang akhirnya mengakibat pemanasan global. 


Penghapusan bertahap  artinya COP26 mengalami kegagalan. Kegagalan ini bukan karena tidak mau,  tapi mereka lebih mementingkan profit, atau kepentingan nasional mereka masing-masing, akhirnya seolah-olah mengatakan indonesia merupakan paru paru dunia, sekitar 65 % wilayah indonesia adalah hutan, kalau indoensia mau melakukan pengelolahan terhadap emisi karbon dan deforestasi hutan, Indonesia akan menyumbang perbaikan iklim dunia sebanyak 41 %, tapi pada kenyataannya penyumbang emisi karbon adalah negara maju mereka melempar penyelesaian kepada indonesia, kan aneh siapa yang membuat emisi karbon, siapa yang diminta menyelesaikan. jadi indonesia  seperti kambing hitam.


Maka dapat dikatakan COP26 seolah panggung sandiwara, bahkan saat konferensi berlangsung para pemerhati lingkungan unjuk rasa disana, mereka mengatakan ini adalah kebohongan tingkat dunia.



Bagaimana mengaitkan antara aturan islam dengan kepedulian terhadap lingkungan atau krisis iklim ini, melhat kadang negara non muslim terlihat lebih peduli?


Sebenarnya ketika  negara-negara non muslim seolah peduli, misalnya Jepang, ternyata  Jepang adalah salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, juga AS, China, Jepang India, Uni Eropa dan, Australia, termasuk negara yang menghasilkan emisi karbon terbesar.


Mereka melakukan tambal sulam karena ideologi negara-negara ini mengaagungkan kebebasan dan profit oriented, kemudian mereka juga merasakan kerusakan alam, konsekuensi dari perbuatan mereka. Sehingga untuk mengurangi laju kerusakan alam, Seolah kapitalis peduli dengan lingkungan, misalnya di Jepang ada 5 macam pemisahan sampah, kemudian jika membuang sampah yang keras seperti lemari akan bayar. Di Kenya jika ke supermarket atau pasar apapun, misalnya membawa plastik bekas bisa masuk penjara, tapi kenapa emisi karbon itu terjadi tidak mereka lakukan, sedangkan dalam Islam sendiri, tidak hanya itu, pola pikir diubah, akar masalah dilakukan dari skala individu hingga negara. 


Islam Mengatasi krisis iklim


Rasulullah saw. Bersabda, “ kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.”(Hr Abu Dawud dan Ahmad). Padang rumput bermakna hutan, islam memandang hutan merupakan kepemilikan umum , pengelolaan hutan dibawah tanggungjawab negara dan hasilnya untuk kemakmuran rakyat, oleh sebab itu dilarang ada privatisasi baik swasta local maupun swasta asing. Sebuah kenyataan pada dewasa ini wajibnya mengembalikan fungsi konservasi hutan sebagi wujud mencintai syariat Allah swt.


Negara akan memberikan jaminan kepada lingkungan dari sisi keamanan ulah tangan manusia yang tak bertanggung jawab. Negara akan menindak dengan tegas para pelaku pengrusakan hutan tanpa pandang bulu, baik dari kalangan rakyat biasa, lebih lagi kepada para pejabat negara. Negara akan melakukan upaya penyelamatan hutan dengan berbagai cara agar terhindar dari bencana, melakukan pembagian hutan yakni hutan lindung, hutan konservasi dan produksi agar tidak menzalimi akibat eksploitasi besar-besaran. Diantara hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis iklim yaitu memperhatikan laju alih fungsi lahan hutan. Fungsi pengelolaan, dan pemanfaatan produkttivitas lahan, dan konservasi hutan. 


Wallahua'lam

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم