China Klaim Natuna Utara Miliknya, Mampukah Indonesia Berdaya?



Oleh : Ummu Aisyah

China disebut menuntut Indonesia menyetop pengeboran minyak dan gas bumi (migas) di Laut Natuna Utara. Sebuah surat dari Diplomat China kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia menuntut Indonesia menghentikan pengeboran di rig lepas pantai di sana. China berdalih, lokasinya berada di wilayah yang diklaim milik China. Masalah tersebut rupanya sudah terjadi sejak awal tahun ini, tanpa jalan keluar sebagaimana diwartakan Kompas.com sebelumnya.

Tuntutan China tersebut meningkatkan ketegangan antara Indonesia dengan Beijing atas perairan tersebut. China sendiri memiliki klaim yang luas atas perairan Laut China Selatan dan bersengketa dengan sejumlah negara di kawasan tersebut.

Sementara itu, Indonesia mengatakan ujung selatan Laut China Selatan tersebut zona ekonomi eksklusifnya menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia menamai wilayah tersebut dengan Laut Natuna Utara pada 2017. Dengan payung hukum itu, Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di sana.

Perairan tersebut memang kaya akan sumber daya alam. Cadangan migas di Natuna Utara juga tak bisa disepelekan. Menurut laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan migas di Laut Natuna Utara cukup besar. (https://www.kompas.com/global/read/2021/12/03/180551170/china-senggol-natuna-berapa-cadangan-migasnya)

Terlihat jelas bahwa wilayah Indonesia telah diklaim sepihak oleh China, hal ini merupakan upaya perebutan wilayah kedaulatan sebuah negara merdeka yang berdaulat. Ini adalah perampokan sebuah negara terhadap negara lain yang sama-sama berdaulat. China ingin menunjukkan hegemoninya di kawasan Indo Pasifik. Jelas ini merupakan “serangan” yang efeknya bisa bermacam-macam. Dari mulai stabilitas keamanan sebuah kawasan, sampai pada konflik ideologi.

Apa yang dilakukan China tak lepas dari strategi geopolitiknya. Untuk mendapatkan keinginannya, China membuat dua strategi: pertama, pembuatan Terusan Kra yang menembus wilayah Thailand. Sehingga dari Samudera Hindia dapat langsung ke Laut China Selatan. Rencana ini dibuat sebagai antisipasi ditutupnya Selat Malaka. Sebagaimana kita tahu Selat Malaka adalah selat paling sibuk di dunia setelah Selat Hormuz. Selat ini menjadi tempat lalu lalang kapal-kapal bahan bakar China dari Timur Tengah. Malaka memang berada pada daerah Malaysia dan Indonesia, namun lalu lintas di sana dikendalikan oleh Amerika Serikat. Antara AS dan China hingga kini masih terlibat persaingan dagang. Keduanya, berlomba menjadi kekuatan ekonomi nomor satu dunia. Untuk mengantisipasi blokade AS di Malaka, dipilihlah Kra sebagai alternatif terusan yang langsung memotong jalur perjalanan tanpa melewati selat Malaka, sehingga bahan bakar dari Timur Tengah dapat diamankan.

Kedua adalah Laut China Selatan (LCS), sebuah proyek besar tentang minyak bumi dan gas alam. Jika cadangan minyak dan gas dioptimalkan, maka China dapat memenuhi sekitar 40% kebutuhan minyak saat tahun 2030 nanti. Kebetulan seluruh cadangan minyak dan gas alam berada di luar ZEE China. Oleh karena itu, untuk mengamankan SDA tersebut, China menggunakan NDL dengan alasan LCS adalah wilayah menangkap ikan penduduk China. Kedua strategi ini sangat penting, karena dinilai akan mampu mengamankan posisi China sebagai raksasa perekonomian dunia. Bahkan China telah menjadikan pulau Spratly dilengkapi dengan landasan pesawat dan dipersenjatai dengan rudal JL-1 dan JL-2 yang dapat mengancam seluruh wilayah Asia Tenggara serta didayai dengan PLTN terapung. China akan melakukan berbagai cara untuk mengamankan posisinya dalam percaturan dunia. Untuk mengamankan perekonomiannya, perlu tunjangan militer. Maka, China pun mulai berpikir ke arah penguatan militer. LCS selain sebagai cadangan bahan bakar, bisa saja dipakai untuk pangkalan perang agar bisa mengamankan kekayaan alam dan mewaspadai serangan musuh. Karena jika ia ingin kekuasaan lebih besar lagi, mau tidak mau harus berhadapan langsung dengan AS. Natuna termasuk kawasan LCS dan wilayahnya pun cukup strategis untuk program ini. Meskipun jauh dari tiga zona perminyakan LCS, Natuna memiliki cadangan minyak dan gas cukup besar. Maka, daerah ini pun diakui sebagai daerah perikanan China. Secara geostrategis Natuna juga dapat dijadikan pangkalan perang di LCS. (https://www.muslimahnews.com/2020/01/05/menakar-strategi-geopolitik-cina-di-balik-kemelut-kepulauan-natuna/)

Lantas, apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia?

Sesungguhnya, jika mau kembali kepada Islam, maka sangat jelas apa yang seharusnya dilakukan. Dalam Islam, menjaga keutuhan wilayah adalah wajib, karenanya wajib untuk mempertahankan wilayah kepulauan Natuna dari gangguan negara-negara lain yang hendak menguasainya, termasuk China. Hal ini didasarkan pada hadis:

Dari Arfajah, ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Jika ada orang yang datang kepada kalian, ketika kalian telah sepakat terhadap satu orang (sebagai pemimpin), lalu dia ingin merusak persatuan kalian atau memecah jama’ah kalian, maka perangilah ia.”(HR Muslim)

Juga Rasulullah Saw. bersabda, 

“Menjaga wilayah perbatasan satu malam di jalan Allah, lebih baik daripada seribu malam yang pada malamnya mengerjakan salat sunah serta siangnya berpuasa.” [HR ath-Thabrani, 1/ 91; dan al-Hakim, 2/91]

Sudah saatnya Indonesia menjadi negara besar yang menjaga setiap jengkal wilayahnya agar tidak dikuasai asing. Bukan justru memberi ruang bagi infiltrasi asing, meski dengan dalih investasi atau kerja sama bilateral. Semua tawaran bantuan dan kerja sama negara besar itu hakikatnya adalah racun penjajahan untuk mengusai negeri-negeri kaum muslimin. Indonesia jangan terperdaya dengan perangkap asing. Indonesia harus mampu membangun kekuatan internal agar menjadi kuat dan mampu melindungi batas wilayahnya secara mandiri. Memang tidak semudah membalik telapak tangan, butuh perjuangan yang luar biasa untuk mewujudkannya. Terlebih lagi, negeri Tirai Bambu ini maupun negara besar lainnya mengusung ideologi selain Islam, maka lawannya juga harus berupa ideologi, yaitu Islam yang secara kaffah diterapkan oleh Negara Khilafah. Dengan menerapkan ideologi Islam, Indonesia akan mampu mengelola kekayaan alam dan posisi strategis di Laut China Selatan secara mandiri untuk kesejahteraan rakyat.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم