Masa Depan MUI Dalam Cengkeraman Negara Sekuler Kapitalisme




Oleh : Ade Rosanah

(Aktivis Dakwah) 


Penangkapan salah satu anggota komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yaitu Ahmad Zain An-Najah terkait dugaan jaringan terorisme ternyata membawa dampak untuk tubuh MUI, yaitu beredarnya isu oleh pihak tertentu dengan tagar bubarkan MUI. Berbagai tanggapan muncul dari beberapa pihak, salah satunya pernyataan dari Cholil Nafis. Beliau mengatakan bahwa pihak yang menyebarkan isu pembubaran MUI merupakan orang yang tidak bisa membedakan urusan pribadi dan urusan lembaga, menurutnya MUI adalah lembaga yang memiliki posisi penting di negara ini. Sebagai pembimbing umat Islam dan juga sebagai mitra pemerintah (PikiranRakyat.com, 21/11/2021).


Rocky Gerung sebagai pengamat politik pun ikut menanggapi isu ini. Rocky menilai adanya adu domba antara MUI dan PGI (Persatuan Gereja Indonesia). Dia juga menambahkan bahwa isu pembubaran MUI sudah menjadi agenda sejak zaman orde baru. Isu ini dijadikan sebagai pengendalian politik dan isu mainan (PikiranRakyat.com, 21/11/2021).


Tak ketinggalan, Wakil Ketua MUI Anwar Abbas melawan isu pembubaran MUI dengan menyatakan inti pernyataan sebelumnya. "Intinya jika ingin menangkap anggota MUI yang terlibat teroris, tangkaplah orangnya bukan membubarkan lembaganya" (Republika, 20/11/2021). Beberapa pernyataan tersebut merupakan bentuk ketidak setujuan beberapa pihak terkait dengan isu pembubaran MUI yang memancing kemarahan umat Islam. Padahal tidak mudah dan begitu saja untuk membubarkan MUI yang sudah 46 tahun berdiri dan memilki peran penting di negeri ini.


Dengan adanya isu tersebut, tidak dipungkiri akan muncul fitnah-fitnah baru terhadap lembaga yang selama ini mengayomi umat Islam di Indonesia. Sehingga terkesan pihak yang menebar isu adalah orang-orang yang anti terhadap Islam. Menggunakan kesempatan dibalik penangkapan salah satu anggota komisi fatwa MUI untuk mencitra burukan MUI sebagai lembaga Islam yang menaungi para ulama, ormas Islam dan umat Islam.


Jika melihat sejarah, didirikannya MUI adalah hasil musyawarah dari kalangan para ulama, zu'ama dan cendikiawan di seluruh Indonesia. MUI didirikan bertujuan sebagai wadah yang memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam di Indonesia. Melalui nasehat dan fatwanya bisa mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang di ridhoi Allah SWT. Serta menjadi jembatan antara para ulama dengan penguasa (umaro). Tujuan dan peran itulah yang menjadikan MUI memiliki posisi penting bagi umat Islam di negeri mayoritas muslim terbesar di dunia ini.


Beberapa hal terkait permasalahan umat khususnya umat Islam, MUI turut serta dalam menyelesaikannya. Nasehat dan fatwanya masih menjadi rujukan bagi umat Islam di tengah kondisi negara Sekuler. Negara Sekuler Kapitalisme tidak menjadikan agama sebagai landasan negaranya, antara agama dengan kehidupan merupakan dua hal yang terpisah. Solusi yang diambil dalam menyelesaikan seluruh permasalahan keumatan tidak berpatokan pada standar hukum syariat tetapi tolok ukurnya adalah manfaat. Alhasil, solusi untuk menyelesaikan problematika kehidupan umat dengan standar seperti itu tidak boleh diterima begitu saja oleh kaum muslimin di negeri ini.


Solusi dengan mengambil manfaat saja tanpa melihat halal dan haramnya akan menjadikan umat Islam terjebak. Kaum muslimin dengan mudah melakukan suatu kemaksiatan karena sudah mengesampingkan aturan agama. Untuk itu, para ulama di MUI hadir untuk mewujudkan tatanan kehidupan beragama dan bermasyarakat sesuai tuntunan Syariah. Tetapi, hal tersebut tidak serta merta menjadikan hukum Syariat diterapkan secara menyeluruh karena sangat bertentangan dengan prinsip dasar negara yang menerapkan sistem Kapitalisme yaitu Sekularisme. Di mana aturan Islam hanya diterapkan secara parsial dalam sistem ini.


Bahkan negeri ini yang dikatakan negeri pemeluk agama Islam terbesar di dunia, penguasanya terkesan mengidap Islamofobia dan represif terhadap Islam. Sehingga pantas apa saja yang berbau Islam sedikit demi sedikit mengalami diskriminalisasi. Baik itu ajarannya, para ulamanya, ormasnya serta lembaganya seperti MUI tak luput dari sasaran fitnah. Meskipun saat ini MUI tidak sampai dibubarkan, tetapi tubuh MUI secara perlahan akan disekulerisasikan. Di masuki paham moderasi Islam yang saat ini terus digencarkan pemerintah.


Setelah penangkapan anggota MUI yang diduga terlibat terorisme, pemerintah akan secara ketat mengawasi gerak gerik seluruh anggota MUI dan tubuh MUI sendiri. Para ulama, ormas Islam serta lembaga Islam yang dianggap tidak sejalan dengan kebijakan penguasa Kapitalis Sekuler akan di kriminalisasikan. Seperti yang terjadi pada beberapa ulama yang di penjarakan serta ormas HTI dan FPI yang dibubarkan oleh pemerintah. Para ulama dan ormas Islam akan senantiasa menemui jalanan terjal dalam mengemban tugasnya yaitu amar ma'ruf nahi munkar kepada penguasa.


Masa depan MUI bisa saja bernasib sama seperti ormas Islam yang dibubarkan, karena lembaga MUI masih berada di bawah sistem kepemerintahan Demokrasi Sekuler. MUI bukan merupakan sebuah lembaga tertinggi negara yang kedudukannya sejajar dengan Presiden, DPR dan MPR. Sebagai kaum muslimin, kita tidak bisa mengharapakan terus kepada lembaga MUI sebagai lembaga yang membantu untuk memecahkan masalah umat. Tetapi, kita membutuhkan suatu sistem kepemerintahan yang bertanggung-jawab penuh mengurusi seluruh permasalahan umat saat ini. Serta syariat Islam diterapkan secara sempurna oleh sistem tersebut.


Sistem dan solusi bertujuan untuk kemaslahatan umat bukan untuk keuntungan dan manfaat semata. Setiap permasalahan yang muncul akan diselesaikan secara tuntas dan tepat. Solusi diambil dari sumber hukum yaitu Al-Qur'an dan Hadis yang hanya bisa terealisasi jika sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam naungan Khilafah. Wallahu'alam.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم