BAHAYA, PROPAGANDA LGBT MAKIN MASSIF

 


Oleh Mia Armilah, M.Pkim 

(Pendidik dan Pemerhati Remaja)


Sempat viral beberapa waktu lalu, komik “Superman: Son of Kal-El'’, yang akan dirilis pada bulan ini. Dalam komik tersebut, DC Comics mengenalkan Jon Kent yang merupakan anak dari Kal-El, karakter Superman baru sebagai biseksual. Sontak hal ini menuai banyak kritik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah melarang komik Superman Biseksual masuk ke Indonesia. Sebelumnya Partai PPP dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) (news.detik,com. 13/10/2021) juga mengkritisi tentang komik ini. Mereka memandang bahwa komik ini sangat berbahaya bagi anak-anak, akan merusak generasi bangsa. 


Propaganda LGBT seperti ini sebenarnya bukanlah hal baru. Sebelumnya juga muncul iklan dengan konten propaganda LGBT di YouTube Kids. Video yang dimaksudkan ini berjudul 'Sindu - Aku Bukan Homo Official Music Video (18+)'. Tak urung hal ini menuai banyak protes dari netizen, yang kemudian ditanggapi oleh Kominfo dengan diblokirnya kanal iklan tersebut. Tahun 2014 pun Elex Media menerbitkan buku berjudul “Why Puberty”,  dengan ilustrasi yang juga mempromosikan LGBT. Buku yang menyasar remaja ini dijual bebas di toko buku juga banyak terdapat di perpustakaan seluruh Indonesia. 

Tidak kalah viral adalah pemilihan Miss Queen yang diselenggarakan di Bali. Pemenang kontes ini akan mewakili Indonesia di kontes sejenis tingkat dunia. Berlangsungnya kontes ini mengindikasikan bahwa pemerintah sudah mendukung komunitas LGBT di negeri ini.

Masih banyak konten lain yang juga meempropagandakan LGBT, terutama di media elektronik, hanya saja kemudian akan menjadi kasus ketika masyarakat/netizen banyak yang memprotes. Seperti web dan kanal youtube bbc, lembaga penyiaran umum dari Inggris, pernah menyiarkan seorang transpria yang merupakan anak seorang kyai dan transpuan yang menjadi pejabat publik pertama di Indonesia. Kanal-kanal youtube dari para selebritis, juga kanal-kanal youtube dari para pelaku LGBT. 


Media massa baik berupa media cetak maupun elektronik merupakan cara yang efektif untuk mempropagandakanLGBT selain melalui lingkungan pergaulan. Banyak kasus yang terungkap dari pengakuan pelaku LGBT, orientasi seks mereka berubah setelah menonton tayangan di YouTube, atau masuk ke grup di Facebook. 


Strategi dalam propaganda di medsos terbagi dalam empat kategori yaitu berupa literasi tentang gay sesuai yang ingin mereka tampilkan, gerakan sosial, pengungkapan orientasi seksnya, dan berbagi keintiman.


Tujuan Propaganda LGBT


Mengamati gerakan pegiat LBGT di Eropa dan Amerika, pakar pengamat sosial menyatakan bahwa tujuan akhir dari propaganda yang begitu massif adalah negara melegalkan pernikahan sejenis. Target pertama adalah memperoleh dukungan dan diterimanya komunitas mereka di masyarakat. Target berikutnya adalah diperbolehkannya pernikahan sejenis walaupun belum bisa tercatat resmi, seperti yang terjadi di Vietnam. Dan puncaknya adalah dilegalkannya pernikahan sejenis oleh negara. Langkah yang mereka lakukan tersebut ternyata telah berhasil di negara-negara Eropa dan Amerika. Belanda, merupakan negara pertama yang melegalkan pernikahan sejenis (2001) disusul negara lainnya. Pada tahun 2021 sudah 30 negara yang melegalkan pernikahan sejenis (Pikiran-rakyat.com 2/9/2021).


Skenario inilah yang kemudian ingin diterapkan di negeri-negeri muslim. Di Indonesia sendiri, baru target pertama yang sedang digencarkan. Propaganda yang massif dengan tujuan mendapat dukungan seluas-luasnya dari berbagai kalangan di masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena  propaganda bisa menularkan perilaku LBGT sehingga akan menambah dan memperbesar jumlah komunitas mereka. Juga merubah paradigma masyarakat, bahwa LGBT bukan suatu penyimpangan atau penyakit kejiwaan melainkan suatu yang fitrah yang Allah berikan. Seperti yang sering diopinikan oleh tokoh masyarakat, terutama tokoh pendidikan dan tokoh agama yang berfaham liberal. 


Ketika jumlah populasi sudah besar, disertai dukungan tokoh-tokoh masyarakat juga kucuran dana dari perusahaan-perusahaan besar dunia dan dari kalangan mereka sendiri, akan memberikan mereka posisi tawar dalam politik (pemilu). Mereka akan menjadi kekuatan politik yang besar sehingga bisa mempengaruhi keputusan eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa dalam sistem demokrasi jumlah suara adalah suatu hal yang sangat penting.


Berhasilkah Propaganda LGBT ini?


Untuk mengetahui seberapa berhasilnya propaganda LBGT di Indonesia bisa dilihat dari bertambahnya jumlah komunitas serta bertambahnya masyarakat yang mendukung keberadaan mereka. Jumlah komunitas LGBT memang tidak bisa terukur secara akurat berhubung masih banyak pelaku yang enggan terbuka mengakuinya. Namun demikian berdasarkan pendataan yang dilakukan beberapa kalangan mengindikasikan bahwa adanya peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. 


Estimasi Kemenkes pada 2012, terdapat 1.095.970 LSL baik yang tampak maupun tidak. Lebih dari lima persennya (66.180) mengidap HIV. Bisa dibandingkan dengan data Kementerian Kesehatan di tahun 2006. Jumlah gay/LSL saat itu 760.000 orang dan waria 28.000 orang. Dalam kurun waktu 6 tahun jumlah gay meningkat sekitar 30%. 


Malah PBB memprediksi jumlah LGBT jauh lebih banyak, yakni tiga juta jiwa pada 2011. Dua tahun sebelumnya, yaitu pada 2009 populasi gay hanya sekitar 800 ribu jiwa. (Republika.co.id/23-01-2016). Lebih ekstrim lagi, dalam hitungan dua tahun jumlah LGBT meningkat sekitar 73%.


Mengenai dukungan masyarakat terhadap komunitas LGBT ini, ternyata juga mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil survei, jumlah dukungan masyarakat Indonesia kepada keberadaan LGBT, persentasenya naik sebanyak 2%. Pada tahun 2013 sebesar 7% dan pada tahun 2020 angka tersebut naik menjadi 9%. Jumllah ini mengalahkan Nigeria yang masih 7%. Survei ini dirilis oleh lembaga penelitian Pew Research Center tanggal 25 Juni 2020 yang menyomot sekitar 40 ribu orang di 34 negara.


Hal ini sangat mengejutkan, bagaimana angka-angka terus naik secara signifikan tiap tahunnya dan jumlah tersebut merupakan fenomena gunung es. Lantas, bagaimana keadaan generasi bangsa ke depannya apabila hal ini tidak secepatnya ditangani secara serius.


Upaya Mengatasi LGBT


Meningkatnya jumlah komunitas LGBT serta aktifitas  mereka lakukan, menarik perhatian sebagian kalangan masyarakat termasuk pemerintah. Beberapa pemerintah daerah melakukan upaya untuk mengatasinya dengan membuat peraturan daerah (perda). Terdapat 22 perda di berbagai daerah yang secara eksplisit mencantumkan istilah homoseksual dan waria (Dalam daftar Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia). Namun sangat disayangkan tidak demikian dengan pemerintah pusat. Tidak satu pun undang-undang yang dibuat untuk menjerat LBGT. Satu-satunya UU, yaitu UU perkawinan no 1/1974 yang tidak memihak kepada LGBT.


Aliansi Cinta Keluarga (Aila) Indonesia sebuah organisasi/lembaga yang peduli pada upaya pengokohan keluarga juga berupaya menangani LGBT, dengan memberikan opini ketahanan keluarga. Ketua Aila, Rita Soebagyo, mengatakan keluarga yang dapat memenuhi kebutuhannya, berwawasan luas, dan memiliki keimanan yang kuat, adalah keharusan. Karena keluarga seperti itu memiliki ketahanan, sehingga generasi muda tidak rentan dan mudah terjebak dalam penyimpangan seksual.


Secara individupun ada upaya-upaya, diantaranya Prof. Euis Sunarti, Guru Besar IPB, mengajukan judicial review KUHP pasal kesusilaan ke MK walaupun ditolak. Juga ada Akmal Sjafril, salah seorang pemohon judicial review yang merupakan aktivis anti liberalism.


Berbagai upaya tersebut ternyata tidak mampu menghadang apalagi menghentikan semakin merebaknya komunitas LGBT ini. Malah sebaliknya semakin bertambah besar. Dari sini kita harus mencermati hal-hal yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi.

 

Mengapa Tidak Berhasil?


Ada beberapa factor yang menyebabkan upaya menghadang serta menghentikan LGBT ini. Pertama, isu HAM. Para pelaku LGBT serta pendukungnya selalu berlindung dengan isu HAM sebagai “payung hukum”. HAM universal (Universal Declaration of Human Rights) yang dideklarasikan pada 1948, serta reformasi politik dan demokratisasi. Hal ini merupakan suatu proses liberalisasi dan kebebasan mengekspresikan diri. Hal ini yang kemudian menjadikan mereka mendapat legitimasi dengan dalih kebebasan mengekspresikan diri.


Pendanaan yang besar dari UNDP dan USAID (Rupiah 108 Miliar) pada 4 negara, termasuk Indonesia. Dengan pendanaan besar ini memungkinkan mereka semakin besar upayanya dalam mempropagandakan LGBT. Dalam system demokrasi kapitalisme, ketika itu merupakan suatu hal yang menghasilkan keuntungan maka tidak akan memandang apakah hal tersebut membahayakan atau tidak.


Anggapan LGBT bukan penyakit mental/penyimpangan.  American Psychiatric Association (APA) di Amerika Serikat (AS) menghapus homoseksualitas dari daftar kelainan mental dalam “Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder” pada 1973; Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengikuti langkah tersebut pada 1992.


Dari paparan di atas bisa disimpulkan bahwa masalah penyebaran LGBT merupakan masalah sistematis. Gerakan LGBT ini adalah gerakan ideologi.  Mereka bisa tumbuh subur karena sistem/aturan seluruh kehidupan yang diterapkan yaitu sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme berlandaskan sekulerisme yang melahirkan liberalisme. Liberalisme meniscayakan manusia memiliki kebebasan tanpa batas dalam berbuat dan mengekspresikan diri tanpa melihat halal haram. Tidak heran karena sistem ini memisahkan agama dari kehidupan dengan menapikan keberadaan Allah. Karena masalahnya adalah sistem maka pemecahannya pun harus secara sistematis.


Solusi Tuntas LGBT


Keberadaan LGBT yang semakin menghawatirkan tidak lain karena liberalisme/ paham kebebasan yang lahir dari ideologi kapitalisme (masalah sistematis). Maka solusinya adalah dengan mengubah sistem tersebut dengan sistem yang bisa menuntaskan seluruh masalah yang berkaitan dengan kehidupan, termasuk masalah LGBT. Yaitu sebuah sistem yang seluruh aturannya diatur oleh sang Maha Pencipta, Allah SWT. 


Sistem Islam merupakan sistem/aturan seluruh kehidupan yang sempurna. Dalam sistem ini, masalah LGBT bisa dituntaskan dengan peran negara. Beberapa hal yang dilakukan oleh negara dalam upaya mengatasi masalah LGBT. Yang pertama negara diharuskan untuk menjaga akidah umat/rakyat dan membangun ketakwaan individu (melalui pendidikan formal maupun non formal. Individu yang bertakwa akan mudah menghadang hal-hal yang buruk untuk dirinya. Negara juga bisa menghentikan berbagai upaya penyebaran pornografi dan pornoaksi serta menyensor. Juga memfilter tsaqafah-tsaqafah yang tidak sesuai dalam Islam. Menerapkan system  ekonomi Islam untuk menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Sehingga tidak ada lagi manusia yang terjerumus kepada hal-hal tidak baik karena alasan kesempitan ekonomi. Jika upaya-upaya tadi sudah dilaksanakan namun masih ada yang melakukan penyimpangan seksual/LGBT, maka dilaksanakan hukuman bagi pelaku berupa sanksi/uqubat. Sanksi ini bersifat zawâjir (pencegah) yang dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan dan jawâbir (penebus) dikarenakan ’uqubat dapat menebus sanksi akhirat.


Dalam Islam LGBT adalah sebuah keharaman dan tindakan kriminal yang pelakunya dapat dikenai sanksi/uqubat. Para alim ulama telah sepakat tentang keharaman homoseksual.


Dalil-dalilnya:


. وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ﴿٨٠﴾إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ “


Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya. ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? ‘Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas” [Al-A’raf/7: 80-81]


Dalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda. 


لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ ، ثَلاثًا “   


Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth” [HR Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 (no. 7337)]


Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran hukuman yang ditetapkan terhadap pelaku homoseksual. Dalam hal ini dijumpai tiga pendapat, pendapat pertama pelakunya harus dibunuh secara mutlak, sesuai dengan hadits Rasullullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.


“Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya” [HR Tirmidzi : 1456, Abu Dawud : 4462, Ibnu Majah : 2561 dan Ahmad : 2727]


Pendapat kedua, pelaku dikenai had zina. Dan yang terakhir pendapat ketiga, pelaku diberikan sanksi berat lainnya.


Demikianlah bagaimana sistem yang menerapkan aturan Islam kaffah bisa menuntaskan masalah LGBT bahkan sampai keakar-akarnya. Karena setiap celah yang memungkinkan terjadinya penyimpangan di masyarakat dapat dicegah oleh negara dengan menerapkan aturan yang mengikat warga negara baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Wallahu’alam.[]




*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم