Rusaknya Tatanan Sosial pada Sistem Liberal



Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)


Kasus kekerasan seksual pada anak seakan tiada kunjung selesai. Semakin lama bukannya kian menunjukkan penurunan, sebaliknya kasus semakin meningkat. Jika digambarkan seperti fenomena gunung es yang terlihat hanya sedikit di puncak, nyatanya tersebar ke segala penjuru. 


Baru-baru ini terdapat kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum ustadz terhadap santriwatinya. Dilansir dari detik.com pada 26 September 2021 bahwa Seorang ustaz berinisial SM (34) warga Desa/Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek berhasil diamankan oleh Satreskrim Polres Trenggalek karena melakukan pencabulan terhadap 34 santriwati. Sampai saat ini jumlah korban yang melapor ke pihak berwajib sudah sesuai dengan pengakuan pelaku, yakni sebanyak 34 santriwati di bawah umur.


Sangat miris bukan? Seorang pendidik yang semestinya menjadi panutan malah melakukan tindakan asusila. Alasan yang disampaikan pun tidak mencerminkan sebagai pendidik yang memahami agama. Terlebih lagi, tindakan asusila tersebut dilakukan di lingkungan pesantren.  Jika seorang pendidik saja melakukan tindakan asusila terhadap santriwatinya,  lantas kemana lagi para anak-anak mendapat perlindungan keamanan dan kenyamanan? Bukankah pondok pesantren dan para pengajarnya semestinya merupakan tempat yang aman dan nyaman untuk menimba ilmu?


Tata Sosial Rusak


Dengan mengabaikan latar belakang pelaku, semestinya kasus tersebut menjadi tamparan keras bagi penguasa negeri mayoritas muslim ini. Pasalnya, tindakan kekerasan seksual pada anak-anak kian meningkat. Sampai tanggal 3 Juni 2021 sebanyak 1.902 kekerasan seksual menimpa para perempuan dan anak-anak. (antaranews.com, 4/6/2021)


Kasus kekerasan seksual sebanyak itu harus dicari letak kesalahannya ada dimana. Apakah murni kesalahan pelaku tindakan asusila atau ada andil dari sistem yang diterapkan di negeri ini. Sebab para pelaku tindakan asusila memiliki latar belakang yang beragam, bahkan  ada dari kalangan yang memiliki pemahaman agama. 


Ternyata memang sistem yang diterapkan dalam sebuah negara memiliki fungsi yang penting dan utama. Banyak tatanan kehidupan rusak, salah satunya  kehidupan sosial bermasyarakat disebabkan sistem rusak yang tidak tepat diterapkan di negeri ini. Walhasil bukannya menyelesaikan problematika yang terjadi, sebaliknya semakin membesar dan siap meledak kapan saja. 


Bagaimana tidak, dengan dalih kebebasan konten-konten pornografi sangat mudah diakses masyarakat segala usia. Perkembangan teknologi di era globalisasi yang serba liberal ternyata menjadi bumerang bagi para penggunanya. Ini semua terjadi karena tidak adanya aturan yang jelas dan tegas dalam mengelola tsunami teknologi dan informasi. 


Sistem yang rusak ini menyebabkan tidak ada jaminan terhadap perilaku diri seseorang. Pengakuan terhadap kebebasan begitu dipuja dalam sistem liberal. Perilaku kebebasan ini seperti penyakit menular yang bisa menjangkiti siapa saja. Terlebih jika tidak memiliki pondasi akidah Islam yang kuat, maka dengan mudah tergelincir pada perilaku bebas yang menganggap enteng kemaksiatan. 


Maka bukanlah sesuatu yang mengherankan jika pelaku maksiat di negeri penganut kebebasan merupakan individu yang memiliki latar belakang ilmu agama. Dengan kata lain, pemisahan agama dari kehidupan telah menjadi landasan utama bagi berperilaku dan bernegara. Agama hanya digunakan dalam lingkup ibadah, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari jubah agama dilepas dengan mudahnya. Yang memiliki ilmu agama saja masih berpeluang melakukan kemaksiatan, apalagi yang sama sekali tidak mengenal agama. Tentu peluang melakukan kemaksiatan lebih besar.


Lantas bagaimana solusi tepat mengatasi problematika kekerasan seksual yang menimpa anak-anak?


Islam Memutus Rantai Kekerasan Seksual pada Anak


Sistem liberal pemuja kebebasan telah terbukti menjadi penyebab utama semakin meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak. Sangat disayangkan,  terlebih para korban di bawah umur. Semestinya  pada usia tersebut digunakan untuk tekun belajar dan merajut mimpi demi menggapai cita-cita. Mirisnya, dengan tindakan pelecehan seksual yang dialami korban tentu akan memberikan dampak trauma yang luar biasa. Luka fisik mudah terobati, namun luka psikis ibarat luka yang menganga sulit untuk disembuhkan.


Bagi korban tindakan kekerasan seksual diperlukan pendampingan intensif dalam rangka mental recovery. Sebab jika tidak dilakukan mental recovery berpeluang besar terjadi penurunan atau ketidakstabilan  kondisi psikis. Negara harus memberikan perhatian penuh kepada korban dengan menyediakan para ahli yang mumpuni dan fasilitas kesehatan yang memadai.


Sedangkan pelaku maka diberikan hukuman yang berat supaya memberikan efek jera. Jika berzina maka hukuman berupa rajam sampai mati (jika sudah menikah) dan cambuk 100 kali (jika belum menikah). Pada kasus pelecehan seksual terhadap banyak anak apalagi di bawah umur maka berlaku ta'zir dari Khalifah untuk menentukan hukuman bagi pelaku tindakan asusila tersebut. 


Hukuman berat dalam sistem Islam memiliki fungsi sebagai pencegah dan penebus. Sehingga dengan hukuman berat yang ditetapkan akan mencegah terjadinya tindakan asusila yang serupa. Sebagai penebus maksudnya hukuman yang ditetapkan dalam negara yang menggunakan Islam secara kaffah akan menebus dosa yang dilakukan ketika di dunia. Dengan konsep yang seperti ini maka rantai kasus tindakan pelecehan seksual akan benar-benar terputus. 


Selain hukuman berat bagi pelaku dan mental recovery bagi korban, Islam sedari awal juga mencegah pintu-pintu yang berpeluang terjadinya kemaksiatan. Misalnya media-media yang beredar sudah bisa dipastikan bebas pornografi dan pornoaksi.  Kalaupun ada yang melanggar maka media yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi dan hukuman. 


Sehingga dengan penerapan Islam kaffah akan efektif dalam mencegah berbagai tindakan kriminal dan kemaksiatan, termasuk tindakan asusila. Sedangkan selama masih berkubang dalam liberalisme maka tatanan sosial kian mengalami kerusakan yang parah, tinggal menunggu detik-detik kehancuran.


Wallahu a'lam bish showab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم