Polemik UU Pesantren dan Turunannya: Buat Apa Moderasi Pesantren Jika Memojokkan Umat Islam?



Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)


I. PENDAHULUAN


Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perpres Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren pada Kamis (2/9). Perpres ini mengatur tentang Dana Abadi Pesantren yang disediakan dan dikelola pemerintah yang bersumber dari dana abadi pendidikan.


Selain itu, Dikutip dari voaindonesia.com, Sejumlah pesantren menolak Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan aturan turunan yang dikeluarkan pemerintah. UU ini sudah dua tahun ini mengalami maju mundur dalam pengesahannya. 


Pendiri Pondok Pesantren Tahfidz & Tafsir Al Badar Bogor Badrudin Subky menolak Undang-undang pesantren dan aturan turunannya. Contoh aturan turunan Undang-undang Pesantren, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren.


Menurut Subky, pesantren selama ini dapat mandiri tanpa bantuan pemerintah. Menurutnya, bantuan tersebut justru akan menghilangkan nilai-nilai di pesantren seperti kesederhanaan.


Subky menyebut salah satu pasal yang menjadi kekhawatiran pihaknya adalah Pasal 6 Ayat 2 d Undang-undang Pesantren yang berbunyi, "Pendirian pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib: mendaftarkan keberadaan pesantren kepada menteri.


Sementara Pengasuh Pondok Pesantren Al Muntaha Bangkalan Madura Thoha Kholili mengkritik Undang-Undang Pesantren yang dapat mengubah pendidikan di pesantren. Utamanya melalui perubahan kurikulum pendidikan di pesantren. Padahal, kata dia, pendidikan secara tradisional di pesantren selama ini terbukti berhasil dalam mendidik para santri.


"Undang-undang tentang Pesantren itu bukan saja membonsai atau mendangkalkan. Tapi juga membabat habis pesantren," jelas Thoha Kholili.


Melihat geliat pesantren yang banyak menolak Undang-undang ini, maka masyarakat harus tahu, apa isi secara dari Undang-undang pesantren ini? Hingga undang-undang ini menimbulkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Bahkan aroma moderasi pendidikan di Pesantren cukup kuat tercium, sehingga Undang-undang ini cukup kuat memberikan alasan untuk dibahas dan diketahui masyarakat luas. 


II. PERMASALAHAN 


Dari pendahuluan diatas setidaknya ada tiga poin permasalahan yang harus dibahas, yaitu: 


(1) Bagaimana latar belakang penerbitan UU Pesantren dan turunannya?


(2) Ke mana arah UU Pesantren dan turunannya terkait dengan propaganda moderasi pesantren?


(3) Bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi polemik UU Pesantren dan turunannya yang mampu mewujudkan fungsi pesantren?



III. PEMBAHASAN

A. UU Pesantren Sebagai Road Map Menuju Moderasi Pesantren 


Pesantren adalah lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia. Bahkan di Pesantren inilah kader-kader pejuang kemerdekaan terbentuk dengan kokoh. Pesantren juga memiliki peranan penting dalam upaya mengembangkan ekonomi di dalam negeri saat ini. Sehingga program tersebut mulai disusun sesuai road map (peta jalan) program pengembangan kemandirian pesantren.


Road Map ini sejatinya jalan panjang yang sudah ditempuh para pemangku kebijakan, terutama Kementerian Agama. Berawal pada 2014, di mana Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama saat itu, menandatangani nota kesepahaman dengan Bank Indonesia untuk rancang bangun Road Map Pengembangan Kemandirian Ekonomi Ponpes. 


Dan kini menuju periode 2022-2024, adalah tahap mengimplementasikan secara luas, serta memosisikan model bisnis kemandirian ekonomi pesantren sebagai salah satu keunggulan nasional. Pada periode Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ini, road map disusun dengan tujuan agar pondok pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tapi juga sebagai percontohan pergerakan ekonomi sehingga pesantren dapat menjalankan fungsi pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat dengan optimal. Hal ini tentu sangat strategis. 


Apalagi Pesantren adalah lembaga yang mendanai operasional pendidikannya secara swadaya, tidak tergantung pihak ketiga (pemerintah atau lembaga swasta lainnya). Munculnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2019 Tentang Pesantren telah menjadi entry point yang “sangat penting” untuk menjadikan pesantren sebagai lembaga berkualitas, terutama dari aspek pengelolaan dan pemberdayaan. 


Hanya saja tantangan besarnya adalah seberapa siap pesantren melaksanakan mandat UU Pesantren agar pesantren mampu bergerak ke “tengah” (lebih maju) setelah ratusan tahun berada di “pinggir”? Dan apakah makna “tengah” tersebut mengarah pada moderasi pendidikan di pesantren?


Jika memang arah moderasi pendidikan Pesantren yang diinginkan, wajar jika UU Pesantren ini ditolak oleh kalangan Pesantren dan masyarakat umum. Karena dalam paham moderasi yang menjunjung tinggi toleransi, keberagaman/kemajemukan ini penulis nilai mengkonotasikan buruk terhadap perjuangan Islam dengan radikalisme. 


Apalagi Dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024, pemerintah secara eksplisit menuangkan gagasan moderasi beragama dalam kaitannya dengan upaya untuk meneguhkan Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. RPJMN juga menekankan bahwa kesadaran tentang makna mejemuk ini perlu diperkuat dalam sistem pendidikan dan terus dipupuk serta dirawat dalam sistem sosial-kemasyarakatan. 


Sehingga jika dilanjutkan dan diaplikasikan UU Pesantren ini bisa saja menjadi ancaman bagi kemandirian Pesantren dan ancaman bagi pembentukan out put Pesantren. Apalagi jika sampai moderasi pendidikan harus diaruskan dalam pesantren bisa menjadi ancaman bagi kemurnian aqidah. 


B. Membaca Arah Undang-undang Pesantren dan Turunannya dalam Agenda Moderasi 


Menag Yaqut Cholil Qoumas menegaskan keseriusannya dalam implementasi program penguatan moderasi beragama. Selain sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024, Moderasi Beragama juga menjadi amanah khusus Presiden Joko Widodo yang diberikan kepadanya. 


Selain itu menurut Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi saat memberikan sambutan pada Haflatul Ikhtitam Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di Kedoya. Pesantren juga berperan besar dalam pembangunan bangsa, termasuk dalam mengawal pemahaman keagamaan masyarakat yang tawassuth atau moderat.


Banyak pihak berpendapat bahwa moderasi pesantren ini sangat penting karena sejumlah pesantren rentan terpapar paham ekstrimisme, radikalisme, dan kekerasan, oleh sebab itu, perlu dilakukan penguatan pada aspek pertahanan pesantren. Pendapat ini sudah sangat mengerdilkan lembaga Pesantren dan ajaran Islam. Karena sudah menganggap taat syariat sebagai bentuk radikalisme. Yang hingga saat ini definisi radikalisme masih sangat bias.


Adapun dalam Undang-undang Pesantren yang paling mencolok adalah masalah pembiayaan Pesantren. Tentu saja, jika negara mampu mengobok-obok kemandirian Pesantren, Pesantren akan mudah tunduk dengan setiap agenda yang diaruskan. Termasuk agenda moderasi Pesantren. 


Dalam konteks UU Pesantren maka entitas yang menjadi obyek hukum adalah pesantren. Pesantren dalam berbagai dinamika baik historis maupun empiris. Secara historis berkaitan dengan tumbuh kembang pesantren yang memiliki ke khas-an nilai-nilai sosial, budaya dan pendidikan. Dan secara empiris berkaitan dengan keberadaannya yang tumbuh jauh sebelum negara terbentuk. Sehingga melahirkan pola hubungan atau interelasi antara negara yang direpresentasi oleh rezim penguasa dengan pesantren. Maka pesantren mengalami berbagai dinamika mengikuti jamannya.


Realitas kekinian UU Pesantren yang muncul di balik latar periode kedua pemerintahan Jokowi pada tahun 2019 tidak bisa dipisahkan dengan dua hal yaitu: 


1) Kepentingan politik kekuasaan. Apalagi pembahasan produk aturan turunannya gencar dibahas akhir akhir ini di tengah semakin gencar dan populernya moderasi Islam sebagai arus kebijakan negara utama. 


2) Termasuk tak bisa dipungkiri aroma road to kontestasi politik 2024 begitu tercium baunya. Secara politik, pesantren adalah basis konstituen yang sangat menentukan konstelasi politik nasional. Hal yang sangat nampak direpresentasikan oleh NU dan Muhammadiyah sebagai pengampu besar keberadaan pesantren. Selain ormas Islam lainnya.


Dalam konteks politik hukum, maka wajah pesantren dan UU pesantren sebagai regulasi yang menjadi bantalannya akan sangat ditentukan oleh cara pandang rezim penguasa sebagai representasi negara dan pijakan basis nilai negara yang digunakan. Idealita hadirnya negara memberi sesuatu pada pesantren dalam bentuk UU pesantren beserta turunannya akan sangat ditentukan setidaknya oleh kedua aspek di atas. 


Dan sebuah keniscayaan gap antara idealita dan realita kebijakan atas pesantren akan sangat ditentukan oleh seberapa political will rezim penguasa sekarang baca rezim Jokowi dan basis nilai kebijakan yang digunakan oleh rezim Jokowi. Fokus pembahasan kepada mendiagnosis genre politik hukum UU Pesantren berikut turunannya lebih mendasar dan presisi ketimbang membahas kerangka normatif dan idealis hadirnya negara oleh rezim status quo atas pesantren yang direpresentasikan oleh produk legislasi berikut turunannya tersebut.


Kontroversi keberadaan UU Pesantren berikut turunannya selain dipahami sebagai sebuah keniscayaan mestinya dipahami juga sebagai ekspresi dari belum sepenuhnya kepercayaan masyarakat atas rezim dengan segala kebijakannya. Atau dengan kata lain semakin terang publik terutama pesantren melihat arah politik hukum UU Pesantren dan turunannya kemana akan dibawa. Narasi pentingnya membangun kesadaran pesantren atas Islam Moderat dan Islam Rahmatan Lil Alamin yang berulang kali disebut di dalam UU Pesantren. 


Dan sebaliknya pentingnya membangun iklim pendidikan pesantren jauh dari radikalisme, ekstremisme dan terorisme yang didokumentasikan dalam Bab III Raperda Jawa Timur up date per 12 September 2021 cukup jelas untuk membaca genre politik hukum UU Pesantren. Pembahasan Perpres tentang pengelolaan dana pesantren dan KMA - Keputusan Menteri Agama tentang pengelolaan pendidikan pesantren adalah kesatuan legal of frame yang tidak akan bisa dilepaskan dari kepentingan politik hukum keberadaan aturan ini.


Menjaga keselerasan hubungan negara yang direpresentasi oleh rezim penguasa dengan pesantren tidak harus dengan hadirnya keberadaan UU berikut turunannya. Menurut anak jaman now ini seperti baper. Jika pada akhirnya hadirnya UU Pesantren berikut turunannya justru menimbulkan kontraksi dan resistensi nilai nilai sosial, kultural dan pendidikan pesantren dengan segala keberagaman dan ke khas annya. Kalaupun perlu hadir sebuah produk undang undang berikut turunannya buatlah yang ramah terhadap nilai nilai pesantren jauh dari arah politik hukum untuk kekuasaan pragmatis. Pesantren lahir dan berada sebelum negara ini ada. Dan pesantren telah memberi kontribusi besar terhadap kemerdekaan negeri yang gemah ripah loh jinawi.


Sehingga, sudah sepantasnya membalas budi pesantren dengan penuh adab dan ketulusan. Jauhkan syahwat politik mengintervensi pesantren sebagai komoditas politik penuh kontroversi. Belajarlah dari pesantren budaya mendengar dengan ilmu hindari budaya memaksakan  kehendak atas pesantren dengan kekuasaan. Karena bagaimanapun dengan menjaga kemandirian Pesantren dan meletakkan Pesantren dalam posisi sebagai kawah candradimuka diharapkan mampu menjadikan Pesantre tetap pada khitahnya dan menghasilkan output yang berkualitas. 


Jika begitu, memang layak UU Pesantren berikut turunannya ini banyak ditolak dan dipending pemberlakuannya sampai dengan waktu yang tidak ditentukan oleh para Pengasuh pesantren. Meskipun ada pengakuan eksistensi pesantren termasuk diadopsinya system Pendidikan Muadalah, namun kurikulum Pendidikan Pondok pesantren tradisional belum terakomodasi kepentingannya sehingga UU Pesantren ini alih-alih mengakui eksistensi pondok pesantren tradisional, justru akan menyulitkan mereka baik secara prosedur maupun substani untuk memenuhi keseluruhan kewajiban dan tanggungjawab pesantren sebagaimana diatur dalam UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren Jo Permenag tentang Pendidikan Pesantren. 


C. Solusi atas Kontroversi Undang-undang Pesantren


Tantangan dan kendala besar akan terus membayangi masa depan Pesantren. Terkhusus di era sekuler seperti saat ini, pesantren jadi bagai makan buah simalakama. Di satu sisi butuh dana, di sisi lain harus menggadaikan idealisme terhadap syariat Islam jika mengikuti permainan. 


Tersebab hal ini, ketika aspek swadaya pesantren yang di baliknya menyimpan sumber daya manusia polimat—memiliki banyak keahlian tak hanya ilmu agama Islam, sehingga diartikan bisa menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan-, sungguh terlalu receh jika malah sekadar diarahkan pada orientasi ekonomi ala kapitalisme. Potensi pesantren sungguh tak layak “dibelokkan” menjadi pion penggerak roda ekonomi sebagaimana kacamata kapitalisme, di mana segala aspek harus berorientasi profit. Karena santri sejatinya adalah sumber daya manusia problem solver, bukan sumber daya tumbal eksploitasi ekonomi.


Atas dasar problem normatif di atas maka logik rasional banyak Pengasuh Pesantren yang mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk melakukan langkah langkah sebagai berikut :


1) Memberlakukan vakum terhadap implementasi UU Pesantren berikut aturan turunannya sampai dengan waktu yang tidak ditentukan atau setidaknya sampai ditetapkannya revisi UU pesantren yang telah memenuhi keseluruhan aspirasi dan kehendak, serta nilai-nilai yang berlaku di pesantren.


2) Mengagendakan revisi UU Pesantren ke dalam Prolegnas Prioritas tahun 2022 dan melibatkan tim hukum penyusun revisi UU Pesantren yang menggugat atau menolak sembari menyerap substansi revisi yang sudah disusun oleh tim hukum penyusun revisi UU Pesantren representasi dari Para Pengasuh Pesantren yang menggugat atau menolak.


3) Membuat kemudahan aturan realisasi pemberian dana abadi dan muadalah untuk recognisi dan afirmasi ke dalam bentuk aturan tekhnis setingkat menteri di bawah payung hukum perundangan yang ada selain UU Pesantren sebagai wujud kewajiban konstitusional negara dalam melayani dan berkhidmat kepada pesantren. Tanpa syarat dan embel-embel apapun. Karena bagaimanapun penyelenggaraan pendidikan adalah tugas negara. 


Inilah langkah paling dekat yang bisa dilakukan. Harapannya Undang-undang Pesantren ini bisa menjadi perhatian bersama karena krusial dari berbagai sisi. Hanya kepada Allah SWT saja berserah diri dari segala urusan dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas segala urusan kita. 


VI. KESIMPULAN

 Dari uraian di atas tentang Undang-undang Pesantren dilihat dari sisi lain, maka dapat di tarik benang merah sebagai berikut: 


1) U Pesantren ini bisa saja menjadi ancaman bagi kemandirian Pesantren dan ancaman bagi pembentukan out put Pesantren. Apalagi jika sampai moderasi pendidikan harus diaruskan dalam pesantren bisa menjadi ancaman bagi kemurnian aqidah. 


2) Moderasi Pesantren menjadi target dalam UU Pesantren hal memungkinkan tercapai jika Pesantren bisa tertaget dalam pelaksanaan undang-undang. Termasuk realitas kekinian UU Pesantren yang muncul di balik latar periode kedua pemerintahan Jokowi pada tahun 2019 tidak bisa dipisahkan dengan dua hal yaitu: 


a) Kepentingan politik kekuasaan. 

b) Termasuk tak bisa dipungkiri aroma road to kontestasi politik 2024 begitu tercium baunya.


3) Langkah yang paling dekat menyangkut UU Pesantren ini setidaknya adalah sebagai berikut :


a) Memberlakukan vakum terhadap implementasi UU Pesantren berikut aturan turunannya sampai dengan waktu yang tidak ditentukan atau setidaknya sampai ditetapkannya revisi UU pesantren yang telah memenuhi keseluruhan aspirasi dan kehendak, serta nilai-nilai yang berlaku di pesantren.


b) Mengagendakan revisi UU Pesantren ke dalam Prolegnas Prioritas tahun 2022 dan melibatkan tim hukum penyusun revisi UU Pesantren yang menggugat atau menolak sembari menyerap substansi revisi yang sudah disusun oleh tim hukum penyusun revisi UU Pesantren representasi dari Para Pengasuh Pesantren yang menggugat atau menolak.


c) Membuat kemudahan aturan realisasi pemberian dana abadi dan muadalah untuk recognisi dan afirmasi ke dalam bentuk aturan tekhnis setingkat menteri di bawah payung hukum perundangan yang ada selain UU Pesantren sebagai wujud kewajiban konstitusional negara dalam melayani dan berkhidmat kepada pesantren. Tanpa syarat dan embel-embel apapun. Karena bagaimanapun penyelenggaraan pendidikan adalah tugas negara. 


#LamRad

#LiveOppresedOrRiseUpAgaints


Daftar Bacaan: 


http://www.pojok-aktivis.com/2021/10/berbagai-pesantren-dan-para-kyai-dari.html


http://www.pojok-aktivis.com/2021/10/membaca-arah-politik-hukum-uu-pesantren.html


https://www.muslimahnews.com/2021/06/22/road-map-pengembangan-kemandirian-ekonomi-pesantren-menuju-moderasi-yang-konsisten/

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم