Oleh Laila (Pendidik Generasi)
Sampul majalah satire Charlie Hebdo edisi 17/8/2021 menampilkan karikatur tiga perempuan mengenakan burkak berwarna biru berjudul “Taliban, ini lebih buruk dari perkiraan awal”. Majalah terbitan Prancis itu kembali menebar islamofobia dengan mengungkapkan sinisme atas Islam politik. Karikatur tersebut membuka memori kelam yang mana kekerasan kerap dialami perempuan Afganistan ketika Taliban berkuasa pada 1996 silam. Karikatur itu seolah ingin menunjukkan bahwa penindasan terhadap hak-hak perempuan dengan dalih agama akan kembali terjadi pasca kemenangan Taliban di Afganistan. Mengingat trauma masa lalu akibat perlakuan Taliban terhadap perempuan saat dulu berkuasa masih menjadi gambaran berkabut dibenak perempuan Afghanistan. Bagaimana nasib perempuan setelah Taliban menguasai Afganistan?.
MUNDURNYA PASUKAN AMERIKA DARI AFGHANISTAN
Amerika mulai menarik mundur pasukannya dari Afghanistan sejak bulan April 2021 dan ditargetkan pasukan Amerika benar-benar akan pergi dari Afghanistan pada 31 Agustus 2021. Penarikan pasukan tersebut dilakukan setelah sejak tahun 2001 AS bercokol disana. Meskipun selama menduduki Afghanistan, AS tidak mendapatkan kemenangan secara fisik, namun AS telah menancapkan kontrol dengan mengaktifkan mesin propagandanya yaitu mengangkat isu perempuan yang terkekang dalam syariat Islam.
Penangkapan gubernur perempuan di Afganistan pada Rabu (18/8/2021) semakin menguatkan propaganda yang dibuat AS. Hal tersebut juga memunculkan banyaknya narasi kekhawatiran terhadap nasib perempuan di Afganistan setelah kemenangan Taliban. Namun, jika kita amati, ujung narasinya selalu dialamatkan kepada Islam dan syariat Islam. Narasi berbagai penderitaan yang sangat propagandis, terutama di media Barat antara lain: Perempuan Afganistan menghadapi masa depan yang tidak pasti, Krisis Afganistan: Akankah Taliban mengurangi pembatasan dari sebelumnya pada perempuan? Keadaan buruk nasib para perempuan di bawah pengaturan Afgan, Perempuan Afgan takut kembali ke hari-hari yang gelap dan narasi-narasi lainnya yang sejenis.
Sebelum hengkangnya pasukan Amerika dari Afganistan, terjadi Perjanjian Doha antara Taliban dan Amerika. Salah satu yang dibahas dalam perjanjian tersebut adalah tentang hak-hak perempuan Afghanistan. Taliban berjanji akan memberi porsi besar pada perempuan terutama di ranah publik dan pemerintahan. Adanya perjanjian Doha ini menjadi bukti bahwa Afghanistan sebenarnya tidak benar-benar lepas dari kendali Amerika.
PROBLEMNYA: SISTEM DAN HUKUM BUATAN MANUSIA
Namun, narasi-narasi yang muncul tersebut dikritisi oleh aktifis muslimah sekaligus pengamat ekonomi Islam, ustadzah Nida Sa’adah, S,E.Ak.,M.E.I. Ia berpendapat, kondisi perempuan di luar Afganistan hari ini tidak jauh lebih baik dalam puluhan tahun terakhir. Jutaan perempuan di luar Afganistan-yang katanya menggunakan peraturan yang sesuai dengan perempuan-pada kenyataannya masih sering terjadi eksploitasi dan pelecehan terhadap mereka. Banyak pula jutaan perempuan di dunia yang mengalami kemiskinan. Bahkan ketika pandemi global, banyak perempuan jatuh pada jurang kemiskinan yang sangat dalam. Maka,ulasnya, problem dari persoalan ini adalah sistem buatan manusia yang korup, tidak kompeten dan menindas diberbagai negeri muslim hari ini.
Sistem dan hukum buatan manusia yang diberlakukan pada tata kehidupan masyarakat saat ini hanya memusatkan kekayaan pada segelintir orang. Di sisi lain, sistem ini justru memiskinkan mayoritas rakyatnya termasuk didalamnya perempuan. Sehingga upaya untuk sekedar meningkatkan keberadaan perempuan dengan menambah kuota di parlemen atau jabatan publik lainnya, tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan kehidupan kaum perempuan. Ujung-ujungnya hanya membantu kelas elit perempuan untuk memenuhi ambisi poitik dan kebutuhan ekonomi pribadi mereka, tanpa ada perubahan sedikitpun pada kehidupan perempuan di masyarakat. Inilah sejatinya yang menyebabkan kerusakan di masyarakat yaitu sistem dan hukum buatan manusia. Sistem demokrasi sekulerlah yang menyebabkan segala bentuk penderitaan manusia termasuk perempuan.
SISTEM DAN HUKUM YANG BERASAL DARI ALLAH, SOLUSI EFEKTIF
Para perempuan muslim yang ingin membawa perubahan yang nyata di dunia, hendaknya memusatkan perhatian penuh untuk menghentikan sistem dan hukum buatan manusia yang cacat, yang ada di berbagai negeri muslim hari ini. Menggantinya dengan sistem dan hukum yang berasal dari Allah Rabb semesta alam. Kemudian menerapkannya dalam sistem kenegaraan secara kaffah. Inilah yang sejatinya akan mewujudkan solusi yang efektif untuk masalah seluruh umat manusia termasuk para perempuan, baik di Afganistan maupun di berbagai negeri yang lain.
Ketika manusia hanya menerapkan sistem yang berasal dari Allah, Zat Yang Maha Tahu maka akan mampu memberikan kebahagiaan terhadap manusia termasuk kaum perempuan. Rekam jejak historis dari penerapan hukum yang sangat sempurna ini menjadi bukti, kapabilitasnya dalam melindungi perempuan dari kemiskinan, eksploitasi, pelecehan dan memberikan hak dasar manusia termasuk perempuan, sehingga akan membuahkan kesejahteraan bagi manusia. Sistem Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan dan papan. Juga terpenuhi kebutuhan pokok lainnya seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan, bahkan tanpa sebuah mekanisme yang memaksa perempuan untuk bekerja. Maka melalui peradaban Islam dengan penerapan sistem Islam yang sangat sempurna, keamanan dan kesejahteraan perempuan akan bisa dijumpai.
PEREMPUAN AFGHANISTHAN MULIA DALAM NAUNGAN ISLAM
Barat senantiasa memberikan narasi miring atas pengaturan perempuan dalam Islam. Barat terus mengaruskan ide kesetaraan gender di negeri-negeri muslim dan mengumbar janji kesejahteraan perempuan. Sejatinya, itu hanyalah janji kosong belaka. Sudah 25 tahun sejak Deklarasi Beijing, perempuan di dunia masih jauh dari kesetaraan gender. Bahkan ketimpangan kekayaan, kekuasaan, dan sumber daya lebih besar dari sebelumnya. Sekjen PBB, António Guterres bahkan menyatakan progress pencapaian kesetaraan gender menghadapi ancaman, Bank Dunia memperkirakan perlu waktu 150 tahun untuk mencapai kesetaraan gender.
Muslimah Afganistan harus menyadari bahwa jaminan hak perempuan yang ditawarkan Barat—dalam bingkai kesetaraan gender—hanyalah ilusi. Barat hidup dengan sistem kehidupan dipimpin kapitalisme sekuler yang menjadikan akal manusia sebagai penentu. Faktanya, sistem ini hanya memberikan harapan kosong dan menyisakan berbagai penderitaan termasuk eksploitasi perempuan demi pertumbuhan ekonomi dunia. Muslimah Afganistan harus meyakini bahwa mereka akan berada dalam kebaikan hanya dalam naungan Islam. Sebab, sejatinya keterpurukan dan penindasan yang dialami perempuan di berbagai penjuru dunia, termasuk di Afganistan berpangkal pada tidak adanya penerapan Islam secara kafah.
Islam adalah sistem kehidupan yang diturunkan Allah, Pencipta manusia, yang sempurna dan menyeluruh. Islam memiliki seperangkat aturan yang memuliakan perempuan, menjaga kehormatannya, dan menjamin hak-hak perempuan sesuai dengan aturan syariat, termasuk menuntut ilmu dan bekerja sesuai dengan bidangnya. Islam mewajibkan negara untuk memberikan perlindungan terhadap semua rakyatnya, termasuk perempuan, dan menjamin kesejahteraannya. Islam juga memberikan ruang kepada perempuan untuk berkiprah dalam kehidupan sosial dan politik. Meskipun Islam melarang perempuan sebagai penguasa, tetapi Islam mewajibkan khalifah sebagai kepala negara untuk memikirkan urusan perempuan yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt.
Kesempurnaan Islam ini hanya akan terwujud dalam naungan Khilafah Islamiah sebagai institusi negara yang akan menjalankan Islam secara kaffah. Oleh karena itu, muslimah Afganistan, sebagaimana kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, wajib mengarahkan perjuangannya demi tegaknya Khilafah Islamiah. Tegaknya Khilafah Islamiah akan membungkam seluruh propaganda Barat yang menjerumuskan perempuan pada jalan yang sesat buatan akal manusia. Khilafah Islamiah akan memberikan perempuan arah kehidupan yang mulia dalam naungan rida Allah SWT. Wallahu a’lam bishshawwab.[]