Ramsa
Belum lepas badai corona memporak-porandakan ekonomi Indonesia, masih begitu terasa lesunya ekonomi dan rendahnya daya beli masyarakat. Kini tersebar kabar adanya kenaikan tarif pajak bagi individu warga negara di nusantara. Kamis, tanggal 7 Oktober 2021, ketuk palu sudah berbunyi. Wakil rakyat dan pemerintah sudah sepakat dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi Undang-Undang (RUU HPP).
Dengan Pengesahan ini, pemerintah mengubah tarif dan menambah lapisan (layer) PPh orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar. Perubahan-perubahan ini ditekankan untuk meningkatkan keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah, termasuk pengusaha UMKM orang pribadi maupun UMKM badan, dan bagi orang pribadi yang lebih mampu harus membayar pajak lebih besar. RUU HPP juga menetapkan tarif PPh Badan sebesar 22 persen untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya. Sebagaimana dikutip dari Kemenkeu.go.id tanggal 7 Oktober 2021.
Sekilas Undang-Undang ini memperhatikan nasib rakyat kecil yang sudah begitu sulit mencari penghidupan di negeri yang katanya "gemah repah loh jinawi" ini. Namun, saat kita menganalisa dan mengkaji lebih dalam, maka implementasi dari Undang-Undang HPP ini sejatinya adalah bentuk "pemalakan negara terhadap rakyat". Bagaimana tidak, di tengah himpitan berbagai kesulitan hidup yang mendera warga negara dalam bidang ekonomi, sosial, pendidikan bahkan di segala bidang, dengan mudahnya wakil rakyat dan pemerintah meneken suatu aturan yang sejatinya akan semakin merogoh kantung rakyat, memaksa rakyat membayar pajak walau tanpa penghasilan tetap. Hal ini tentu akan berujung pada tingginya kesulitan hidup anggota masyarakat.
Kebayang dengan apa orang miskin akan bayar pajak, yang sehari-hari buat makan saja sudah sulit. Apatah lagi bayar pajak yang persentasinya naik dari tahun ke tahun. Maka wajar ketika mengemuka pertanyaan bagaimana kabar pengelolaan sumber daya alam di negeri ini. Apakah emas dan tembaga di Papua sudah dikelola negara dengan baik agar bisa mensejahterakan? Ada begitu banyak batubara di Pulau Kalimantan yang sedang meroket harganya, bilakah mensejahterakan? begitu melimpah hasil hutan dan potensi kelautan di nusantara ini, apakah mampu menghadirkan kesejahteraan yang lama dinantikan?
Pajak Bukanlah Sumber Kesejahteraan
Pajak sejatinya merupakan bentuk pelaksanaan aturan hidup dalam negara berpaham kapitalisme. Hampir semua sendi kehidupan dalam ekonomi kapitasllisme bertumpu pada sektor pajak. Tidak heran, pada usaha kecil-kecilan pun akan dipajaki. Namun, jika kita sedikit lebih jeli melihat ke berbagai negara yang menerapkan pajak tinggi dan terus-menerus, tidak kita akan dijumpai kesejahteraan secara individu perindividu yang merata. Dan sudah jadi rahasia umum bahwa besarnya pajak dan beragamnya objek pajak hanya melahirkan mafia pajak yang menggurita dan sulit terungkap kejahatannya. Semestinya rakyat yang sudah dirundung berbagai masalah kehidupan diberi perhatian, bantuan dan keringanan. Apa hendak dikata, beginilah nasib jadi warga negara Kapitaslis, sudah jatuh, terinjak bahkan hendak dikebumikan sekalian. Miris.
Warga Negara Sejahtera tanpa Pajak
Mengharapkan kesejahteraan, kenyamanan dan kebahagiaan merupakan dambaan semua umat manusia di mana pun berada. Dalam negara Islam negaralah yang memiilki wewenang penuh dalam menghadirkan kesejahteraan bagi warga negaranya, tanpa memandang agama, ras ataupun warna kulitnya. Sarana yang bisa dimanfaatkan untuk mencapai kemakmuran bisa meliputi sumber daya alam yang ada di darar, laut maupun udara. Juga tata kelola ekonomi dan politik yang mendasarkan aktivitasnya sungguh-sungguh dalam rangka pelayanan pada rakyat sebagai bukti iman dan amanah menjalankan pemerintahan.
Dalam sistem politik dan ekonomi Islam sarana-sarana yang jadi sumber kesejahteraan rakyat, mutlak dan wajib dikelola oleh negara secara utuh sebagai pihak yang mewakili rakyat dalam mengelola sumber daya alam baik berupa tambang, hasil laut, sumber energi dan lain-lainnya yang merupakan kepemilikan umum. Negara tidak boleh melepaskan kepada pihak swasta ataupun asing dalam mengelola sumber daya alam. Negara wajib hadir merealisasikan kesejahteraan itu dengan hasil kelola pemasukan negara baik dari hasil sumber daya alam secara umum, hasil ghanimah, kharaj atau Fa'i.
Ketika semua sumber pemasukan negara sudah terkelola dengan baik, maka hasilnya sebesar-besarnya akan diwujudkan dalam bentuk pendidikan berkualitas yang gratis, keamanan yang memadai, transportasi murah dan nyaman, fasilitas dan pelayanan kesehatan yang gratis dan perlakuan yang sama untuk semua lapisan masyarakat. Pajak bukanlah bagian dari pemasukan dalam negara islam. Jika semua kebutuhan publik sudah terpenuhi, maka kesejahteraan menjadi hal yang mudah didapati. Sehingga warga negara tidak akan terbebani dan pasti lebih nyaman dalam negara bebas pajak, bebas pungutan dan tanpa mafia. Semua hanya akan terwujud dalam negara Islam yang menerapkan syariah secara Kaffah atau totalitas. Belum mau kah kita menghadirkannya?
Wallahu A'lam.[]