Work From Bali, Untung atau Buntung?

 


Oleh: Adzkia Firdaus


Muslimahvoice.com - Pemerintah akan mewajibkan 25 persen aparatur sipil negara (ASN) di tujuh kementerian/lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk bekerja dari bali (work from Bali/WFB).


Tujuh kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Investasi. (www.cnnindonesia.com/23/05/21).


kebijakan ini dianggap akan mendorong pemulihan ekonomi pasca-dihantam pandemi Covid-19. Pasalnya, dengan adanya 25 persen ASN yang bekerja di Bali secara otomatis akan meningkatkan tingkat okupansi hotel di wilayah tersebut.


WFB diinisiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan untuk memulihkan pariwisata Bali yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Komitmen program WFB dituangkan dalam nota kesepahaman Dukungan Penyediaan Akomodasi untuk Peningkatan Pariwisata The Nusa Dua Bali, Selasa (18/5) lalu. (www.cnnindonesia.com/23/05/21).


Alasan yang jelas tidak bisa diterima begitu saja mengingat memberangkatkan ASN yang ada di tujuh kementerian meskipun dikatakan hanya sebagian, tetap saja membutuhkan anggaran APBN yang besar. Padahal relevansinya terhadap pariwisata belum tentu tercapai. Alih-alih untung yang didapatkan, justru malah akan menambah pengeluaran negara yang katanya mengalami defisit anggaran. Alangkah lebih baik pemerintah mengalokasikan dana tersebut untuk mengatasi persoalan kemiskinan yang terus melonjak naik akibat pandemi ini ketimbang menyelamatkan tingkat okupansi hotel yang hanya 10 persen selama pandemi.


Dengan alasan membantu para pekerja hotel agar mereka tidak kehilangan pekerjaan akibat hotel tempat mereka bekerja mengalami defisit pendapatan, tentu menjadi alasan yg dibuat-buat karena diluar Bali juga masih sangat banyak pekerja yang kena PHK. 


Tak hanya itu, kemungkinan  adanya potensi kerugian terkait kesehatan bisa saja terjadi. Pasalnya, penyebaran Covid-19 masih berkembang, ditambah dengan bahaya adanya mutasi virus yang dibawa oleh wisatawan atau transmisi lokal. Sangat jelas terlihat kebijakan ini mengkonfirmasi keberpihakan pada pengusaha dibandingkan kepentingan rakyat. 


Anggaran jelas akan terkuras dengan kebijakan ini, sementara para ASN belum tentu bisa maksimal menjalankan pekerjaan dari Bali, kecemburuan tempat wisata yang lain mungkin saja akan terjadi, ditambah penyebaran virus tak ada yang bisa menjamin akan terhenti meski vaksin sudah direalisasi, sementara jaminan pariwisata akan meningkat belum ternilai pasti. Hal ini jelas memperlihatkan kerugian besar ketimbang untung. Mestinya penguasa negeri ini lebih cermat lagi dalam mengambil keputusan agar tidak menguntungkan sebagian pihak dan merugikan banyak pihak dalam hal ini rakyat seluruhnya.


Inilah akibat dari dicampakkannya aturan Allah Swt.. Inilah jadinya, jika tata kelola negara tak disandarkan pada aturan Sang Pencipta.


Sementara dalam Islam, seorang pemimpin harus memiliki kekuatan akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan syariah Islam. Seorang yang lemah akalnya pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan-urusan rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara pelik yang harus segera diambil tindakan.


Pemimpin yang memiliki kekuatan akal akan mampu menelurkan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana yang mampu melindungi dan menyejahterakan rakyatnya. Sebaliknya, pemimpin yang lemah akalnya sedikit-banyak pasti akan menyusahkan rakyatnya.


Ia sadar bahwa kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak pada Hari Akhir. Untuk itu, ia akan selalu menjaga tindakan dan perkataannya.


Terkait kebijakan meningkatkan ekonomi selama pandemi tentu tidak hanya dengan menggenjot pariwisata, masih banyak sektor lainnya yang lebih menguntungkan dan tentu saja tidak membahayakan rakyat, diantaranya sektor pertanian mengapa tidak digalakkan, sektor sumber daya alam mengapa tidak dikelola sendiri ketimbang membaginya dengan korporasi,  sektor kehutanan mengapa habis terbakar begitu saja tanpa ada kepastian apa sebab utamanya, dan masih banyak sektor lainnya yang akan menjadi perhatian negara dalam konsep Islam.[]


*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم