Islam Mengatur Harta Kepemilikan dan Mampu Mengatasi Kerugian




Oleh : Rita Yusnita


Muslimahvoice.com - Kondisi Negara saat ini sedang tidak baik. Bukan hanya karena pandemi Covid-19 yang masih melanda, namun ada hal lain yang tidak kalah penting. Beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang mengalami kerugian bahkan nyaris terpuruk. Sebut saja PT Garuda Indonesia (Persero)Tbk. Perusahaan ini menanggung rugi sampai US$100 juta atau sekitar Rp1,43 triliun (asumsi kurs Rp14.300) per bulan karena pendapatan yang diterima tak sebanding dengan beban biaya yang dikeluarkan. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo atau biasa disapa Tiko mengatakan, beban biaya yang dikeluarkan tiap bulannya sekitar US$150 juta. Sementara, pendapatannya hanya US$50 juta, dilansir detik.com, Jumat (4/6/2021). 


Kondisi serupa juga dialami PT PLN (persero). Seperti  diungkapkan Menteri BUMN, Eric Thohir bahwa utang PLN mencapai Rp500 triliun. “PLN itu utangnya Rp 500 triliun, tidak ada jalan kalau PLN tidak segera disehatkan. Salah satunya kenapa sejak awal kami meminta capex PLN ditekan sampai 50%, kalau bapak-bapak, ibu-ibu ingat waktu itu seperti itu,” katanya saat rapat dengan Komisi VI, Kamis (3/6/2021). Selain PT Garuda dan PT PLN, ada beberapa lagi perusahaan BUMN yang mengalami hal serupa. Adapun laporan keuangan yang dirilis Perusahaan Kontruksi BUMN di antaranya, PT Waskita mengalami kerugian hingga Rp7,3 triliun. Padahal, pada 2019 perseroan mampu mengantongi laba bersih Rp938 miliar. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, laba perseroan terkontraksi dari Rp2,28 triliun menjadi kurang dari Rp183,76 miliar. Sementara itu, kinerja keuangan PT PP (Persero) mengalami penurunan dari Rp819,4 miliar menjadi Rp128,7 miliar, dikutip dari okezone.com, Senin (05/04/2021).


Kerugian yang dialami oleh beberapa perusahaan BUMN, tentu tidak terlepas dari masalah internal perusahaan itu sendiri. Seperti yang dipaparkan Wakil Menteri BUMN, terkait kerugian yang dialami PT Garuda. Menurut Tiko, jebloknya kondisi Garuda karena beban masa lalu, terutama berasal dari penyewa (lessor) yang melebihi biaya (cost) wajar. Garuda juga mengelola banyak jenis pesawat, sehingga menimbulkan masalah pada efisiensi. Kemudian, banyak rute-rute yang diterbangi tidak menghasilkan keuntungan bagi Garuda. 


Begitupun dengan PT PLN, Direktur Utamanya Zulkifli Zaini, menjelaskan secara terbuka bahwa salah satu faktor yang membuat perusahaan merugi karena nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing melemah pada saat itu. Kemudian hal ini membuat adanya kerugian yang bersifat accounting akibat adanya selisih kurs, dan ini masuk dalam catatan kami, dikutip Tribunnews.com, Rabu (17/6/2020). Terkait kerugian yang dialami perusahaan BUMN bidang kontruksi, Ekonom Institute For Development Of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, "Salah satu faktor kerugian karena penugasan proyek pemerintah dan asumsi awal yang tidak sesuai. Penugasan ini sangat berat apalagi salah asumsi karena selalu pada saat uji kelayakan modelnya optimistis. Ekonomi tumbuh 7-8%, kemudian akan terjadi kenaikan permintaan industri dan daya beli masyarakat, dilansir okezone.com, Senin (5/4/2021). 


Lingkungan masyarakat awam, sudah pasti tak mengetahui polemik masalah kerugian di atas. Rakyat sudah sedemikian sibuk karena harus berjuang bertahan hidup, sebab negara terkadang abai dengan kondisinya.


Demikianlah fenomena yang terjadi jika sistem ekonomi kapitalis masih diandalkan untuk mengatur semua aspek kehidupan. Kesalahan orientasi menjadi sebab tingkat kinerjanya dinilai sebatas untung dan rugi sebagaimana korporasi swasta. Cara pengelolaan yang lemah ditambah problem manajemen semakin memerburuk kondisi perusahaan milik negara ini. Pinjaman utang yang menjadi solusi hanya sekedar tambal sulam tanpa bisa menyelesaikan pokok permasalahannya. Akhirnya, perusahaan seakan "menekan" pemerintah untuk ikut menyikapinya. Padahal, pemerintah sendiri masih belum tuntas mengatasi kondisi pandemi saat ini dan juga dampak yang ditimbulkannya. 


Itulah sebagian akibat tidak diterapkannya sistem Islam. Sehingga setiap masalah yang terjadi tidak bisa teratasi. Dalam Islam, kepemilikan harta dibagi atas kepemilikan pribadi atau individu, kepemilikan bersama atau komunal/umum dan kepemilikan milik negara. Islam mengakui kepemilikan individu asal didapatkan dan dibelanjakan dengan cara yang syar’i. Harta pribadi dalam penggunaanya tidak boleh memiliki dampak negatif terhadap pihak lain. Selain itu, individu bebas dalam pemanfaatan harta miliknya secara produktif, melindungi harta tersebut dan memindahkannya dengan dibatasi oleh syariat yang ada. Hal ini untuk mengurangi kesia-siaan dalam kepemilikan harta.


Selain kepemilikan pribadi, Islam juga mengakui kepemilikan umum dan Negara. Kepemilikan umum meliputi mineral padat, cair, dan gas yang asalnya dari dalam perut bumi. Benda-benda tersebut dimasukkan ke dalam golongan milik umum karena memiliki kebermanfaatan besar bagi masyarakat dan menyangkut hajat hidup masyarakat itu sendiri, sehingga dimasukkan ke dalam golongan harta milik umum dan dikelola oleh negara. Sedangkan, harta milik negara yaitu segala bentuk penarikan yang dilakukan oleh negara secara syari kepada masyarakatnya, seperti pajak, hasil pengelolahan pertanian, perdagangan, dan industri yang masuk ke dalam kas negara. Harta milik negara ini kemudian dibelanjakan untuk kepentingan warganya.


Demikian sempurna aturan yang bersumber dari wahyu Allah, semua murni untuk kemaslahatan umat. Rakyat sejahtera sebab negara mampu mengatur dan melindungi harta kepemilikan, sehingga tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. 


Wallahu'alam Bishowab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم