Wanita Haid Boleh Berpuasa? Ide Nyeleneh Ulah Penerapan Demokrasi



Oleh Dyan Ulandari


Muslimahvoice.com - Wanita yang sedang haid boleh berpuasa? Pertanyaan ini sontak menghinggapi kepala netizen dengan keheranan. Bagaimana tidak, beberapa hari menjelang akhir bulan Ramadhan di kala umat muslim khusyuk beribadah puasa ada pandangan nyeleneh muncul di jagat maya. Seseorang yang mengaku tokoh serta postingan suatu akun menuliskan pemikiran nyeleneh tersebut. Tokoh serta akun itu menyatakan jika perempuan yang sedang haid diperbolehkan puasa asalkan mereka mampu. Padahal menurut nash tidak ada sama sekali hal yang menunjukkan hal tersebut baik secara _sharih_ maupun _jahr._ (detiknews.com, 3/5/2021)


Tentu saja pemikiran menyimpang tersebut sangat berbahaya bagi umat Islam. Mengapa? Karena jika dianggap remeh bahkan diikuti akan membuat amal sia-sia, tetolak bahkan berdosa. Maka tujuan ibadah menuju taat pun tak tercapai, ridho Allah tak digapai.


Perlu diketahui oleh setiap muslimah bahwa ibadah bersifat _tawqifiyyah_ (mutlak urusan Allah). Artinya, setiap muslim yang melaksanakan ibadah dalam hubungannya dengan Allah wajib terikat sepenuhnya kepada apa yang diturunkan oleh nash, yaitu wahyu Allah SWT. Tata cara, rukun, dan sahnya ditentukan oleh nash diantaranya shalat, zakat, haji,  termasuk juga amal puasa.


Bagaimana Pemikiran Nyeleneh Muncul Serta Apa Solusinya?


Pemikiran yang nyeleneh ataupun menyimpang dari agama merupakan buah pahit dari pemikiran-pemikiran bebas yang kebablasan akibat abainya masyarakat serta minimnya ilmu. Hal itu karena diterapkannya sistem demokrasi yang berasaskan sekulerisme, menjauhkan agama dari kehidupan serta "menjamin" kebebasan individu ala sistem tersebut.


Maka ketika ada kondisi yang menodai agama, belum tentu mendapat sikap tegas dan perlindungan dari pemimpin sebagaimana yang diharapkan. Ada upaya kritik serta kecaman yang muncul dari masyarakat yang sadar maupun ormas tentu hanya bisa mencegah munculnya pemikiran aneh itu secara sementara, sedangkan akarnya tak kunjung terselesaikan. Buktinya, tokoh yang menyatakan sebagaimana pemikiran nyeleneh di atas menyampaikan bahwa ia menghapus tulisan di salah satu akunnya tersebut hanya karena dianggap kontroversial, menuai banyak kritik dan kegaduhan. (detiknews.com, 3/5/2021)



Dalam Islam, penjagaan terhadap aqidah dan pemikiran umat merupakan sebuah kewajiban yang diamanahkan juga kepada pemimpin tertinggi negara. Jika ada pemikiran-pemikiran sesat atau menyimpang, negara harus membentenginya agar tidak merusak kemurnian Islam itu sendiri. Karena penjagaan terhadap pemikiran umat berarti menjaga eksistensi kebaikan dan rahmat seluruh alam. Sebaliknya, pembiaran terhadap hal itu jelas sangat berbahaya, karena akan menyesatkan umat ke dalam amal yang salah dan kerusakan.


Betapa tinggi dan besar tanggungjawab pemimpin tertinggi dalam Islam. Bertanggungjawab di hadapan umat tentang pemeliharaan urusan mereka. Karena ialah yang secara syar'i dibebani untuk menjaga pemeliharaan umat, yaitu menjaga aqidah, menyelesaikan persoalan, mengangkat persengketaan, dan lain-lain. Di hadapan Allah kelak juga akan dimintai pertanggungjawaban apa-apa yang menjadi tanggung jawabnya tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW::

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).


Maka sikap kita sebagai muslim harus berusaha memperdalam ilmu agama dengan sungguh-sungguh, berguru kepada orang-orang yang benar teruji kejujurannya serta berpegang teguh terhadap ajaran-ajaran Islam bagaimanapun keadaannya agar terhindar dari kesesatan. Serta berdo'a dan mendorong penguasa agar mau menerapkan perintah Allah tersebut sebagaimana diantaranya terdapat pada hadist tersebut, melindungi umat Islam dari segala macam bahaya maupun kesesatan. Hal itu tentu saja hanya bisa terlaksana ketika kepemimpinan tunduk kepada apa yang Allah turunkan, yakni bersandar pada syari'ah Islam semata.


_Allahua'lam bisshowab._

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم