Oleh Adzkia Firdaus
Muslimahvoice.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai, perlindungan data pribadi di Indonesia belum disikapi secara serius berkaca dari kasus dugaan kebocoran data 279 juta warga negara Indonesia. Isu kebocoran data pribadi penduduk ini bukan yang pertama kali terjadi setelah sebelumnya muncul isu kebocoran data pasien Covid-19. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum serius untuk melindungi data pribadi, berbeda dengan negara-negara lain yang justru sangat serius memikirkan perlindungan data pribadi warganya. (nasional.kompas.com/21/5/21)
Selain itu kesadaran masyarakat terhadap keamanan pribadinya juga masih rendah. Padahal, kebocoran data pribadi merupakan persoalan yang mengkhawatirkan karena menyangkut data sensitif.
Mengutip laporan CNN Indonesia pada 8 Januari 2021, analis media sosial Drone Emprit and Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, mengatakan sejumlah masyarakat tidak paham dengan potensi kejahatan akibat kebocoran data pribadi. Data itu seperti nama lengkap, tempat tanggal lahir, alamat, nomor telepon hingga email.
Bahaya yang bisa saja mengintai jika data diri bocor antara lain masih banyak dari pengguna internet yang menggunakan tanggal lahir sebagai password atau kata kunci untuk mengakses akun email dan media sosial. Dengan mengetahui tanggal lahir korban, peretas bisa saja membuka dan membajak akun korban.
Data pribadi kita juga bisa disalahkgunakan bagi peretas untuk mengajukan pinjaman online. Bahaya lainnya adalah Data-data personal yang diambil bisa dipakai untuk rekayasa sosial hingga profiling (membuat profil pengguna). Hal ini serupa dengan yang dilakukan Cambridge Analytica dengan data pengguna Facebook. Perusahaan itu menggunakan profiling warga AS untuk menargetkan artikel tertentu kepada pengguna. Artikel ini berisi penggiringan opini agar warga pada akhirnya mendukung calon Presiden Donald Trump saat itu. Selain itu, SMS spam berbau penipuan mulai penawaran berhadiah juga cukup menjengkelkan. Kita bisa menjadi 'korban' telemarketing ketika data nomor ponsel sudah tersebar.
Begitu besar resiko jika data pribadi bocor, namun hal ini tidak disadari dan dimengerti oleh masyarakat kebanyakan, dan ini tidak lepas dari peran negara yang lalai dalam menjaga perlindungan data pribadi.
Inilah jika sistem kapitalis berkuasa di sebuah negeri, apapun yang bisa menghasilkan materi akan menjadi sasaran empuk untuk dinikmati, dalam sistem ekonomi kapitalis selama sesuatu itu bernilai jual, tanpa melihat halal dan haram akan dijadikan komoditi seperti halnya minuman keras, selama masih ada pangsa pasarnya maka tak ada alasan untuk melarang barang haram itu dijual.
Hal yang sama berlaku bagi data pribadi masyarakat, tanpa berfikir dosa ataukah tidak, mereka seenaknya menyalahgunakannya untuk di ambil oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab diluar sana.
Lalu dimana peran negara, padahal data yang bocor sebagian besar dari BPJS kesehatan yang notabenenya adalah patner pemerintah dalam pelayanan kesehatan. Kepercayaan masyarakat dengan memberikan data pribadi mereka demi mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai ternyata disepelekan kerahasiaannya sehingga bisa bocor begitu saja dengan jumlah 297 juta peserta. Kejadian kebocoran data pribadi harusnya tidak terjadi pada data yang dihimpun oleh negara.
Namun yang terjadi justru tanggungjawab terhadap keamanan data masih diperdebatkan apakah berada ditangan Kemkominfo atau Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Saling lempar tanggungjawab untuk menutupi kesalahan merupakan hal yang lumrah dalam alam demokrasi.
Anggota Komisi I DPR Sukamta mendesak pemerintah segera menginvestigasi kasus dan mengambil langkah mitigasi agar data yang sudah terlanjur bocor disetop dan dimusnahkan. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pengesahan RUU perlindungan data pribadi (PDB), di mana, bentuk lembaga adalah independen tidak berada di bawah Kementerian.(m.liputan6.com/23/5/21).
Apakah pengesahan RUU perlindungan data pribadi merupakan solusi yang jitu untuk mencegah terulangnya kasus serupa, selama sistem yang menaungi negara ini mendewakan materi, ada duit urusan lancar atau jika ada kepentingan-kepentingan tertentu didalamnya maka semua bisa tetap terjadi. Terlebih Undang-undang buat manusia mudah dimultitafsir sesuai kehendak penguasa.
Dalam pandangan Islam menjaga rahasia orang lain termasuk dalam kategori amanah. Oleh sebab itu, setiap muslim harus menghormatinya agar terwujud rasa saling percaya di antara anggota masyarakat dan tidak timbul rasa permusuhan, pertikaian, serta hilangnya rasa aman. Apalagi jika rahasia itu bocor menyebabkan bahaya atau dharar maka menjadi suatu kewajiban besar untuk dijaga oleh negara. Harusnya ada keseriusan yang besar untuk menjaga data pribadi ini.
Berbagai upaya mestinya dilakukan seperti menguji sistem alias penetration test secara berkala. Uji ini dilakukan di semua sistem lembaga pemerintahan. Ini sebagai langkah preventif sehingga dari awal dapat ditemukan kelemahan yang harus diperbaiki segera. Penguatan sistem dan SDM harus ditingkatkan, adopsi teknologi utamanya untuk pengamanan data juga perlu dilakukan. Disamping juga melakukan upaya memberikan kesadaran kepada masyarakat secara konsisten dan berkesinambungan agar mereka sadar tentang menjaga data pribadi mereka.
Negara dalam konsep Islam akan mengerahkan dana dan perhatian besar dalam menjaga amanah masyarakat yang telah mempercayai dan memberikan data mereka kepada negara.
Wallahu alam bis showab.[]