Ramadhan 2021 KPI Perketat Siaran Televisi: Mampukah Mewujudkan Ketakwaan yang Hakiki Setelahnya ?



Oleh: Siti fatimah ( Aktifis Muslimah, Allumni PP Miftahul Ulum Kalisat)


Muslimahvoice.com - Bulan Ramadhan 2021 tidak lama lagi tiba, umat Islam di dunia menyambutnya dengan sukacita. Bagi masyarakat di Indonesia Ramadhan sebagai bulan “marema”, tidak saja bagi sektor perdagangan, tetapi juga hiburan, termasuk siaran televisi.


Untuk itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan, selama bulan Ramadan 2021 siaran televisi diperketat. Lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya.


KPI juga mengimbau untuk tidak menampilkan muatan yang mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan. 


Tidak menampilkan gerakan tubuh, dan/atau tarian yang berasosiasi erotis, sensual, cabul, baik secara perseorangan maupun bersama orang lain;


Tidak menampilkan ungkapan kasar dan makian yang memiliki makna jorok/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan nilai-nilai keagamaan; dsb.

 

Beberapa poin diatas termuat dalam salah satu panduan lembaga penyiaran dalam bersiaran pada saat Ramadhan 2021. Panduan itu termaktub dalam Surat Edaran Nomor 2 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran Pada Bulan Ramadan. (desk jabar.pikiran rakyat.com)


Menurut Agung, surat edaran ini dikeluarkan setelah memperhatikan hasil keputusan Rapat Koordinasi dalam rangka menyambut Ramadan 1442 H tanggal 10 Maret 2021 lalu yang dihadiri KPI, Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, dan perwakilan lembaga penyiaran.


Kemudian penetapan poin tersebut disambut positif oleh Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cholil Nafis. (Deskjabar.com 24 maret 2021)


Sebenarnya, poin-poin aturan yang diterbitkan KPI sangat dibutuhkan publik untuk menjaga dan menghindarkan diri dari segala kemaksiatan. Sayangnya, semua aturan tersebut berlaku selama Ramadan saja.


Apa mau dikata, penjagaan terhadap masyarakat seolah hanya terjadi setahun sekali selama Ramadan. Begitu usai Ramadhan kembali dalam suasana yang mengacu pada pola hidup hedonis akibat penerapan sistem kapitalisme liberal.


Dalam sistem kapitalisme, semua tertuju pada manfaat atau kata lainnya cari untung. Sedikit sekali program acara televisi yang berisi muatan positif. Tentu rating tinggi yang hendak dicari.


Pada hakikatnya kaum muslim tidak hanya membutuhkan tayangan yang mendukung tercapainya tujuan puasa, tapi juga sistem yang benar-benar mewujudkan tujuan taqwa. Apatahlagi larangan tersebut  hanya dalam jangka waktu satu bulan saja. Semestinya larangan tayangan selama Ramadhan itu bisa berlaku sepanjang waktu, bukan hanya di moment puasa.


Sangat berbeda sekali dengan metode penyiaran dalam sistem khilafah. Dalam Khilafah, tidak perlu menunggu bulan Ramadan baru akan menjaga tayangan agar tidak menampilkan konten yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Tapi, setiap hari tanpa melihat momen, negara menjalankan aturan ketat bagi setiap tayangan yang akan ditonton masyarakat, apakah itu mengandung syirik, ide-ide sesat, atau yang berbahaya dan mendangkalkan akidah umat. Sebab peran media berfungsi sebagai media informasi bukan sebagai penghasil materi sebagaimana layaknya sekarang. 


Pengaturan terkait media sangat jelas, negara Islam akan membuat undang-undang yang menjelaskan aturan umum dalam penyiaran sesuai dengan ketentuan hukum syariah. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara untuk menjaga kemaslahatan Islam dan kaum Muslim.


Juga dalam rangka membangun masyarakat Islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan hukum syara, serta menyebarluaskan kebaikan. Bahkan di dalam masyarakat Islami tidak ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak, juga tidak ada tempat bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Jika ada individu yang menyebarkan konten media yang bertentatangan dengan aturan Islam, maka negara akan memberikan sanksi sesuai hukum Islam.


Sudah saatnya kita kembali kepada aturan Islam, karena hanya sistem Islam yang mampu membentengi generasi agar terbebas dari racun sekularisasi. Peran media juga kembali kepada koridornya sebagai alat informasi yang berguna bagi kemaslahatan umat.


Allah Swt. berfirman yang artinya:

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka, ia ucapkan,”kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertawakkal kepadanya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”. (TQS. An-Nur: 51-52).Wallahu’alam bissawab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم