Oleh : Siti Taqiyya Zulaikho
Muslimahvoice.com - Perketatan aturan tayangan televisi yang dikeluarkan oleh KPI sejatinya semakin menunjukkan bahwasanya negeri yang mayoritas muslim ini telah menerapkan kebijakan publik yang sekuler. Umat Islam saat ini jauh dari aturan Islam yang seharusnya. Sehingga dalam urusan penayangan acara televisi saja harus menunggu Ramadhan dulu untuk menerapkan tayangan yang menjauhkan dari tontonan amoral kemaksiatan.
Perketatan tayangan televisi yang ditulis oleh Agung Suprio selaku ketua KPI Pusat tersebut antara lain melarang adegan berpelukan, unsur lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), larangan untuk menampilkan eksploitasi konflik atau privasi seseorang, memperbincangkan seks, dan segala muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan.
Aturan tersebut tercantum dalam Surat Edaran KPI 2/2021 berdasarkan keputusan pleno pada 16 Maret 2021. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kekhusyukan menjalankan ibadah puasa serta sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai agama, menjaga dan meningkatkan moralitas.
Menjaga Moralitas dan Meningkatkan Kekhusyukan Harus Disuasanakan Sepanjang Waktu
Dari pemaparan ketua KPI tersebut, bahwa penghormatan terhadap nilai-nilai agama serta menjaga moralitas merupakan hal yang penting, terlebih dalam menjaga kekhusyukan dalam beribadah di bulan Ramadhan.
Namun sangat disayangkan apabila kebijakan tersebut hanya dilaksanakan selama Ramadhan saja. Seharusnya tayangan-tayangan tidak berfaedah, berunsur pornografi yang meracuni pemikiran masyarakat dicabut tuntas dan dilarang untuk ditayangkan, terlebih di negeri yang dikatakan menjunjung tinggi moralitas serta agama ini.
Kasus-kasus seperti pelecehan seksual, hamil di luar nikah, dan berbagai kerusakan moral yang marak terjadi di negeri ini pun tidak lepas dari hal-hal yang menstimulusnya. Termasuk tayangan-tayangan yang mampu membangkitkan syahwat.
Maka dari itu apabila ingin menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang beradab, sudah seharusnya mensuasanakan masyarakat dengan suasana yang menjunjung nilai-nilai agama, sepanjang waktu dan tidak hanya musiman saja.
Media dalam Sistem Islam
Islam merupakan agama yang sangat menjaga apa saja yang masuk ke dalam pemikiran para pemeluknya. Peran media dalam Islam bertujuan untuk menambah ketakwaan serta mencerdaskan warganya, bukan untuk semata-mata mencari keuntungan materi hingga menerobos hukum syara'.
Tayangan-tayangan yang menjadi racun bagi umat, seperti tayangan tidak berfaedah, apalagi yang mengandung unsur pornografi, berita bohong dan sebagainya dilarang keras oleh Islam. Penjagaan tersebut tidak hanya sebatas pada bulan Ramadhan, sebab kehidupan Islam senantiasa harus berlandaskan pada syariat Islam dan berlaku sepanjang waktu tidak hanya terbatas bulan tertentu.
Media dalam Islam akan senantiasa berlomba-lomba untuk menebarkan kebermanfaatan seluas-luasnya kepada masyarakat sebagai sarana beribadah dan meraih ridho Allah semata. Turut serta membangun dan mendidik masyarakat menuju masyarakat yang cerdas, dan memberikan inspirasi berkepribadian Islam yang mulia.
Dilansir dari artikel muslimahnews.com berjudul "Panduan Siaran Bernilai Agama dan Kesopanan Jangan Hanya di Bulan Ramadhan", Rindyanti Septiana, S.H.I menulis tujuh poin etika penyiaran dalam Islam, antara lain sebagai berikut :
1. Isi siaran hendaknya mengandung nilai pendidikan yang baik, mendorong manusia untuk maju, hidup sesuai dengan ajaran Islam.
2. Menyampaikan berita/informasi yang benar, yang bersih dari penipuan dan kebohongan.
3. Berisi peringatan agar pemirsa tidak melakukan perbuatan tercela atau melanggar hukum syariat.
4. Tidak melakukan fitnah, baik secara ucapan, tulisan, atau gambar yang merugikan kehormatan orang lain.
5. Dilarang membuka atau menyiarkan aib orang lain, kecuali untuk mengungkap kezaliman.
6. Dilarang mengadu domba antara seseorang atau sekelompok orang dengan orang atau kelompok lain karena dapat menimbulkan perpecahan di tengah umat.
7. Menyuruh berbuat baik dan mencegah dari perbuatan mungkar. Yang termasuk perbuatan mungkar ialah menyiarkan hal-hal pornografi dan pornoaksi, serta yang mengandung unsur elgebete karena semua itu diharamkan dalam Islam.
Ketujuh hal diatas sangat mustahil dilaksanakan dalam sistem yang menganut kapitalisme demokrasi dimana sistem tersebut menjunjung tinggi kebebasan, sedangkan kebebasan manusia tidak memiliki titik temu tanpa menggunakan standar yang jelas. Terlebih sistem kapitalisme memiliki standar berupa keuntungan materi, sehingga segala sesuatu akan dilaksanakan apabila menguntungkan secara materi tanpa memperhatikan norma-norma apalagi hukum syara'.
Sudah seharusnya umat ini kembali kepada Islam secara menyeluruh dan tidak hanya menerapkan Islam secara parsial saja. Sistem yang menjamin penjagaan atas moralitas masyarakatnya.
Sistem yang membangun ketakwaan dengan sebenar-benar takwa dengan menerapkan syariat Islam kaffah, tidak hanya berIslam dalam ibadah, namun juga menerapkannya dalam kebijakan publiknya. Sistem tersebut adalah sistem Khilafah Islamiyah.
Dengan penjagaan Islam yang sempurna dan paripurna, akan terwujudlah kehidupan yang dipenuhi keberkahan sebab bertakwa kepada Allah Swt. Dan Allah adalah sebaik-baik pengatur kehidupan, Dia yang Maha Mengetahui segala kebaikan ataupun keburukan, mana yang membawa mudharat, mana yang membawa kemaslahatan untuk seluruh umat manusia.
Wallahu'alam bisshawwab. []