Dilema Antara Mudik, Pandemi, Dan Ekonomi

 


Oleh : Umazka*


Muslimahvoice.com - Puasa dan lebaran selalu identik dengan mudik. Karena mudik sudah menjadi tradisi. Tanpa mudik, serasa tak lengkap. Mudik merupakan perjalanan spiritual yang sangat spesial. Sebuah momentum bagi seorang muslim untuk berkumpul dan bertemu dengan sanak saudara. Sebuah kebiasaan yang selalu ada turun - temurun hingga ke anak cucu. Tak ada keluarga, pun tak ada mudik. Khusus bagi seorang perantau, mudik sudah menjadi aktivitas rutin dikala menjelang hari raya. 


Namun sayangnya di tahun ini mudik kembali dilarang alias ditiadakan. Pemerintah melarang masyarakat untuk tidak mudik dengan alasan yang sama. Larangan mudik ini berlaku mulai tanggal 6 hingga 7 Mei mendatang. Hal tersebut telah disampaikan oleh Menko PMK Muhadjir Effendy  dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual. Larangan mudik berlaku untuk ASN, TNI-Polri, karyawan BUMN, karyawan swasta, pekerja mandiri, dan seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi penyebaran Covid-19, tingginya angka penularan, dan kematian akibat wabah Covid-19. Selain itu memaksimalkan hasil dari vaksin yang telah dilakukan petugas medis kesehatan agar sesuai dengan hasil yang diharapkan. (https://seputarlampung.pikiran-rakyat.com, 27/3/2021). 


Pandemi memang tak bisa diprediksi kapan berakhir. Berbagai upaya menekan angka penyebaran covid terus dilakukan. Masyarakat bisa jadi akan tetap mudik meskipun sudah ada larangan. Seperti yang dilansir m.liputan6.com, 1/4/2021, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, sebagian masyarakat Indonesia masih akan menjalankan aktivitas mudik pada lebaran 2021 meski telah ada larangan dari pemerintah. Berdasarkan data Kemenhub (Kementrian Perhubungan) bahwa menjelang Idul Fitri jika tidak ada larangan mudik maka ada sebanyak 33 persen masyarakat yang akan mudik. Namun bila ada larangan mudik jumlah pemudik berkisar di angka 11 persen. Tentu hal ini menjadikan waspada terhadap kemungkinan terjadi penyebaran covid. 


Karena itu pemerintah tidak boleh hanya mengandalkan vaksin dan kebijakan pelarangan mudik. Sebab prediksi penyebaran akibat mudik akan meningkat signifikan. Apalagi jika tidak diatasi sejak awal. Maka negara perlu untuk mengevaluasi ulang hal-hal apa yang perlu dibenahi serta persiapan apa saja untuk menghadapi ekonomi di masa yang akan datang. Dengan begitu, rakyat tak lagi risau dengan kondisi mudik di masa pandemi. Rakyat akan percaya dan optimis menghadapi kondisi pandemi sebab negara memberi pelayanan yang terbaik bukan sekadar basa basi. 


Tidak seperti yang terjadi saat ini, bantuan sosial (tunjangan) ada hanya pada saat moment tertentu seperti menjelang hari raya. Setelah hari raya rakyat kembali dengan kondisinya seperti semula. Selain itu larangan mudik ini berdampak besar pada alat transportasi. Hal ini semestinya sudah menjadi perhatian serius pemerintah. Sebab kondisi pandemi sangat berdampak pada sektor ekonomi dan sosial. Tak ada mudik, otomatis alat transportasi ikut menanggung beban ekonomi. Sebab minimnya pendapatan sedangkan kebutuhan sehari-hari menjelang puasa dan hari raya melonjak tinggi. 


Dalam hal ini wajar jika pengusaha transportasi merasa dirugikan. Karena itu pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata (UNIKA) Semarang, Djoko Setijowarno menyarankan agar Penerbitan Perpres (Peraturan Pemerintah) itu, bertujuan untuk keberlangsungan usaha di bisnis transportasi umum darat wajib mendapatkan bantuan subsidi, seperti halnya moda udara, laut dan kereta. (m.liputan6.com, 28/3/2021). Sudah semestinya hal ini perlu dipikirkan sejak awal sehingga para pengemudi tak kawatir dengan kondisi ekonomi.


Beginilah jika hidup di dalam sistem Kapitalis Sekuler. Negara hanya sebagai regulator. Sementara rakyat dipusingkan dengan kebijakan yang menguntungkan sepihak. Padahal tak semua kebijakan akan menguntungkan rakyat. Buktinya masih ada rakyat yang harus menanggung derita akibat kebutuhan ekonomi yang sulit didapat bahkan hingga menjelang hari raya. Karena itu perlu kebijakan yang utuh dan benar-benar menjadi pijakan penuntasan pandemi. 


Maka hal ini hanya bisa diatasi ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah oleh negara. Islam menuntun seorang pemimpin untuk amanah. Tugas sebagai pemimpin ialah sebagai pelayan rakyat dan mengurusi rakyatnya dengan sepenuh hati. Segala kebijakan hatus disandarkan pada hukum Islam (syariat Islam). Sebab hukum Islam membawa kesejahteraan. Manakala di suatu negeri mendapat musibah maka negara harus bertindak cepat dan cerdas mengambil keputusan.


Islam memerintahkan pada seorang pemimpin agar berusaha secara sungguh-sungguh dalam melayani rakyatnya. Memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan hingga semua rakyat tercukupi. Terlebih ketika datang musibah di suatu negeri, negara bersikap cepat dan tepat. Seperti pada masa khalifah Umar ra., ketika beliau mengangkat Amr Bin Ash sebagai gubernur untuk menuntaskan wabah tha’un. Maka Amr memutuskan untuk isolasi (lockdown). Ia menyerukan kepada seluruh penduduk untuk mengisolasi dirinya masing-masing. Ia memerintahkan agar pergi jauh dari negeri terkena wabah. Maka di antara mereka ada yang pergi ke gunung, bukit, dan ke daerah-daerah terpencil. Tak lama kemudian wabah tha'un berhasil diatasi. 


Demikian juga dengan kondisi ekonomi rakyat harus dipenuhi negara apalagi dalam kondisi terjadi wabah. Tak ada alasan bagi pemimpin untuk tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi rakyat. Apalagi di di zaman saat ini yang menuntut serba teknologi dan kaya akan SDA (Sumber Daya Alam). Maka sudah semestinya mampu mengatasi kebutuhan rakyat. Semua ini mampu diwujudkan ketika negara tidak menjual SDAnya pada asing dan mempercayakan tenaga ahli dalam negeri untuk atasi masalah dalam negeri bukan pada tenaga asing. Maka hal ini mestinya menjadi sebuah renungan bagi pemimpin saat ini. Pemimpin negeri ini harus meninggalkan aturan Kapitalisme Sekuler yang menyengsarakan dan beralih menerapkan aturan Islam secara kaffah yang terbukti menyejahterakan. Dengan begitu rakyat tak kan merasa dilema baik antara kondisi manakala akan mudik di saat pandemi dan mampu terpenuhi kebutuhan ekonominya. 

Wallahu alam bisshowab.


*Komunitas Pena Cendekia.

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم