Presiden 3 Periode?




Oleh: Rina Fauziah 

(Pegiat Literasi Komunitas Pena Langit)


Muslimahvoice.com - Isu panas mengenai pemerintahan Jokowi kembali bergulir, kali ini opini masa jabatan presiden 3 periode tengah dibahas publik sejak senin lalu. Dikutip dari kompas.com, isu tentang perpanjang jabatan presiden 3 periode kembali berhembus. Kabar ini datang dari pendiri Partai Ummat, Amien Rais yang menyebutkan bahwa ada skenario mengubah ketentuan dalam Undang Undang Dasar 1945 soal masa jabatan presiden dari 2 periode menjadi 3 periode.

 

Banyak diantara para politisi mendukung masa perpanjang jabatan presiden dikarnakan elektabilitas Presiden Jokowi kurang optimal dimasa pandemi sehingga membutuhkan waktu untuk mengoptimalkan upaya pemerintahan Jokowi. Namun disisi lain banyak pula para pengamat dan politisi oposisi yang menolak dan mengingatkan bahwa wacana 3 periode akan mencederai amandeman UUD 1945 yang telah mengatur dengan jelas bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 2 periode. 


/3 Periode Demi Siapa?/


Meskipun Presiden Jokowi telah memberikan pernyataan sikap menolak wacana 3 periode masa jabatan presiden senin lalu (detik.com). Para pendukung serta oposisi masih saja beradu pendapat mengenai wacana 3 periode tersebut. Diluar kontroversinya tidak mengherankan bahwa wacana tersebut bisa keluar begitu saja dan bahkan bisa jadi disahkan. Hal ini bisa terjadi dikarnakan terpimpinnya pemerintahan money politic yang telah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat. Biaya kampanye yang mahal serta adanya perselingkuhan penguasa dengan pengusaha untuk memuluskan kepentingan masing-masing disinyalir menjadi dalil wacana tersebut lahir. Apalagi dengan tubuh gemuk petahana di dalam pemerintahan era sekarang sangat memuluskan legitimasi. 


Perlu kita menelisik kembali bahwa wacana 3 periode ini sangat berbahaya sebab dapat melahirkan penguasa yang otoritarianisme jika benar akan disahkan. Sejarah Indonesia dimasa Orde Lama dan Orde Baru telah banyak memberikan pelajaran bagi bangsa ini. Selama masa Orde Lama dan Baru, pemerintahan tersebut menghasilkan kepemimpinan yang otoriter dan banyak memunculkan penyimpangan di negeri ini. Setelah berakhirnya masa Orde Baru, Indonesia memasuki masa reformasi yang diberlakukan amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali dari tahun 1999 sampai 2002. Salah satu pasal penting yang diamandemen ialah pasal 7 tentang jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Namun setelah amandemen di tahun 2004, Presiden Indonesia yang dulu dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dapat dipilih langsung oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum yang diselenggarakan 5 tahun sekali. Dimana Presiden dan Wakil Presiden dapat menjabat kembali satu periode berikutnya. Sejak saat itu masa jabatan presiden diberlakukan selama 2 periode atau 10 tahun lamanya.


Mekanisme ini bertujuan untuk mewujudkan kepemimpinan yang demokratis dan transparan bagi rakyat Indonesia. Namun pada faktanya pergantian pemimpin yang telah berulang kali dilalui Indonesia tak memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan Indonesia dalam segala bidang. Justru sarat akan hegemoni perebutan kekuasaan dan kepentingan dikalangan para politikus. 


Disisi lain krisis akibat pandemi yang dialami Indonesia tak sepatutnya petahana mengungkapkan wacana 3 periode masa jabatan presiden. seharusnya topik utama yang dibahas ialah upaya membangkitkan kembali Indonesia dari krisis pandemi bukan membahas masalah yang tak urgent ke tengah publik. Ini malah menampakan wajah rezim yang haus akan kekuasaan. 


Berbeda dengan cara pandang Islam, kepemimpinan tidak dijadikan ajang rebutan namun kepemimpinan dipandang sebagai suatu hal yang berat dan penuh tanggung jawab. Sehingga mendorong orang-orang yang kapabel dalam bidang kepemimpinan saja untuk mencalonkan dirinya menjadi khalifah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw kepada Abu Dzar Al Gifari ketika ia meminta sebuah jabatan kepada Nabi Saw, Nabi menjawab, "Hai Abu Dzar, kau seorang yang lemah, sedangkan jabatan itu adalah amanah. jabatan kelak pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan, kecuali bagi orang yang dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya (HR Muslim).


Kepemimpinan Islam merupakan amanah dan tanggung jawab besar dalam pengurusan urusan umat di dalam kehidupan. Khalifah tak hanya memastikan kebutuhan sandang, pangan dan papan saja namun memastikan pula penerapan hukum islam secara kaffah diantara masyarakat bisa berjalan dengan baik. Maka Islam sendiri memiliki beberapa kriteria wajib bagi calon khalifah diantaranya muslim,  laki-laki,  baligh, berakal, merdeka, mampu dan adil. Syarat tersebut meniscayakan lahirnya pemimpin adil dan amanah terhadap kepemimpinanya. Islam juga memiliki mekanisme kontrol dari masyarakat serta partai politik (jamaah) untuk memuhasabahi penguasa jika mereka melakukan penyimpangan. Upaya yang diatur dalam Islam ini alhasil mewujudkan kepemimpinan yang baik dan seimbang berbeda nyata dengan kepemimpinan kapitalisme sekuler yang kini diterapkan di seluruh dunia. Tidakkah kaum muslim merindukan kepemimpinan Islam?

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم