Muslimahvoice.com - Sekitar 64.000 anak perempuan Indonesia di bawah umur dikawinkan pada masa pandemi tahun 2020 lalu, menurut data Komnas Perempuan. UU Perkawinan telah direvisi, tapi masih ada 'celah' yang memungkinkan pernikahan warga di bawah 19 tahun. Kementerian PPPA ajak kerja sama sejumlah kementerian lain. (VoaIslam).
Polemik perkawinan anak terus bergulir, selama masa pandemi 2020. Sebelumnya juga ramai pemberitaan mengenai Aisha Wedding telah menguak fenomena gunung es di Indonesia perihal perkawinan dibawah umur atau pernikahan dini.
Sejatinya, pernikahan di Indonesia telah ditentukan batas usianya baik perempuan dan laki-laki pada UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Namun, fenomena pernikahan dini itu masih terjadi dengan syarat ada dispensasi atau keringanan berkaitan dengan adat dan keyakinan atau agama.
Atas dasar itu, Ketua Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Nursyahbani Katjasungkana mengatakan persoalan dispensasi atau keringanan batas minimal usia pernikahan yang diberikan Kantor Urusan Agama (KUA) harus diusut. (CNN Indonesia).
Para sekuler kapitalis memang tidak henti-hentinya menyerang syariat Islam dari berbagi sudut, mulai dari pemikiran, pemahaman, pendidikan dan lain-lain.
Seperti kampanye anti pernikahan anak sudah sejak dulu dikampanyekan oleh negara yang di dukung oleh kelompok liberal. Pandangan mereka bahwa perkawinan anak atau pernikahan dini dianggap mendiskriminasikan perempuan dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Selain berbahaya bagi kesehatan reproduksi, perkawinan anak juga dinilai akan memunculkan KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga), tidak harmonis, perceraian, yang disebabkan tidak adanya kesiapan mental.
Padahal, banyak juga yang menikah diusia dini rumah tangganya harmonis. Dan tidak menjamin juga yang menikah diusia minimal 19 tahun atau dewasa, pernikahannya akan mengantarkan mereka pada keluarga yang harmonis, jika membangun rumah tangganya tanpa didasari ilmu agama yang sesuai dengan syariat Islam.
Sementara itu, ditengah pelarangan pernikahan dini, remaja disuguhi tontonan dewasa yang tak pantas di tonton, pornoaksi, pornografi, konten-konten yang menumbuhkan syahwat beredar luas dimana-mana. Sehingga mereka terjerumus pada pergaulan bebas, cara interaksi dengan lawan jenis yang tidak sesuai dengan aturan Islam.
Oleh karena itu, Revisi UUD perkawinan anak yang memperketat batas usia minimal 19 tahun dinilai bukanlah solusi. Justru hanya akan menambah masalah. Karena banyak usia yang dibawah 19 tahun sudah siap dari segala hal, termasuk membangun rumah tangga. Tapi UUD perkawinan memaksa mereka menunggu sampai batas usia minimal 19 tahun. Akibatnya, muncul rasa takut, kekhawatiran pada masyarakat terkait generasi bangsa ini yang bisa saja terjerumus dalam lubang kemaksiatan, jika aktifitasnya masih pacaran.
Adanya UU Perkawinan ini malah mengakibatkan maraknya pacaran, pergaulan bebas yang menimbulkan perzinahan dikarenakan mereka yang dari segi akidah dan pemahaman belum islam. Sehingga cara pemenuhan syahwat atau naluri tersebut tidak sesuai dengan aturan islam. Sehingga banyak dari mereka yang melakukan hubungan intim tanpa adanya ikatan pernikahan. Kehidupan liberalisme menjadi cara pandang para remaja saat ini.
Setiap manusia memiliki syahwat (gharizah na’u) karena itu fitrah manusia yang diberikan Allah SWT. Seperti ketertarikan kepada lawan jenis yang menuntut pemenuhan. Allah juga memberikan cara yang makruf untuk memenuhi gharizah na’u tersebut dengan cara pernikahan. Seperti firman Allah SWT :
يٰۤـاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوۡا رَبَّكُمُ الَّذِىۡ خَلَقَكُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالًا كَثِيۡرًا وَّنِسَآءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِىۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِهٖ وَالۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيۡبًا
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (QS. An-Nisa :1).
Menikah adalah salah satu cara untuk menghindari dari maksiat antara laki-laki dan perempuan yang sudah baligh. Karena dalam pandangan Islam, menikah muda itu baik jika sudah memenuhi syarat dalam Islam, demi menjauhkan dari fitnah dan maksiat.
Ketika pemerintah mengkampanyekan dan menggencarkan opini terkait anti pernikahan dini, umat seharusnya tahu bahwa tujuan aktivis sekuler adalah ingin menjauhkan agama dari kehidupan sampai ke akar-akarnya. Sehingga agama tidak boleh dibawa dalam pendidikan, politik dan lain-lain. Padahal Islam agama yang sempurna agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan.
Sistem sekarang adalah salah satu bukti, bahwa sistem sekuler kapitalis saat ini jelas sangat rusak. Dari upaya mereka mengadu domba sesama umat Islam dan mengintimidasi ajaran Islam. Jelas, tujuan mereka ingin menjauhkan dan menghilangkan agama atau aturan Islam secara perlahan. Dengan ide kebebasannya (liberalisme) yang memandang hidup hanya untuk kesenangan, sehingga mereka bebas berekspresi melakukan apapun yang diinginkan seperti free sex (pergaulan bebas) tanpa harus agama ikut campur. Sehingga pemahaman Barat tersebut menabrak rambu-rambu Islam.
Memberi solusi yang efektif seharusnya dilakukan pemerintah dari maraknya perkawinan anak. Mulai dari memberi edukasi kepada masyarakat, menutup konten-konten yang menimbulkan syahwat, menutup rapat-rapat pergaulan bebas, memberantas pornoaksi pornografi karena dari tontonan yang tidak mendidik dan tidak bermanfaat.
Islam memandang bahwa perkawinan anak tidak dilarang, karena semua mahdzab membolehkan asal syarat-syarat terpenuhi sesuai aturan Islam. Karena anak laki-laki dan perempuan sudah dikategori baligh ketika mereka menginjak usia 15 tahun atau menstruasi bagi perempuan.
Dalam sistem pendidikan Islam, pendidikan Islam akan diterapkan sejak dini sampai baligh mereka, minimal 15 tahun. Dari pendidikan tersebut inilah, yang akan mencetak generasi Islami yang siap menjalankan syari’at Islam dan menanggung amanah-amanah lainnya, termasuk pernikahan dan menjadi orangtua dengan berbagai tanggungjawab lainnya.
Negara dalam sistem Islam akan memberlakukan aturan pergaulan dalam Islam (nidzamul ijtimai) di masyarakat. Sehingga aturan tersebut secara otomatis akan menyetop pergaulan bebas secara permanen. Penerapan sistem Islam oleh negara juga akan menciptakan masyarakat atau individu memiliki syakhsiyah Islam (kepribadian Islam) dan memiliki aqliyah Islam (pola pikir Islam) yang mengantarkan mereka untuk menjaga perilaku.
Peran negara wajib menciptakan menjaga rakyatnya dari tontonan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Ketika ada yang melakukan maksiat, diberikan sanksi dengan sanksi yang sesuai perbuatannya demi memberikan efek jera dan mengampuni dosa. Seperti perzinahan yang akan dikenai sanksi seperti dirazam bagi yang sudah menikah, dicambuk dan diasingkan bagi yang belum menikah. Sanksi tegas juga diambil bagi pembuat dan penyebar konten-konten yang tak pantas yang menimbulkan syahwat. Sanksi ta’zir yaitu yang jenisnya ditentukan oleh pendapat khalifah (pemimpin).
Ketika hukum Islam yang diterapkan ditengah masyarakat dan bernegara, otomatis problematika manusia akan terselesaikan termasuk perkawinan anak atau pernikahan dini. Sehingga umat akan terlindungi dan terjaga dari segi pendidikan, ekonomi, kesehatan dan lain-lain. Oleh karena ketaatan pada Islamlah, ia akan menjadi rahmatanli’alamin.
Wallahu’alam bi showab
Eti
Kota Banjar