Dakwah Khilafah 'ala Minhajin Nubuwwah, Sebentar?





Muslimahvoice.com - Ketidaksediaan seseorang melakukan suatu hal bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Setidaknya ada dua faktor yang mempengaruhi. Pertama, faktor internal. Kedua, faktor eksternal. 


Faktor internal meliputi ketiadaan ilmu, tujuan hidup, nafsu, dan komitmen. Adapun faktor eksternal meliputi pengaruh keluarga, lingkungan bersosial dan kebijakan negara. 


Faktor-faktor tersebut juga menjadi sebab ketidaksediaan seseorang memperjuangkan khilafah 'ala minhajin nubuwwah. 


/Faktor Internal/


_Pertama_, ketiadaan ilmu tentang khilafah menjadi faktor utama yang menyebabkan seorang muslim tidak memperjuangkannya. Karena setiap muslim adalah individu cerdas yang selalu mendasari perbuatannya dengan ilmu. 


Allah SWT berfirman, _" Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya,  sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati akan dimintai pertanggungjawaban"_ (QS: Al Isra': 36) 


Nabi SAW  bersabda, _"Barangsiapa melakukan amal yang tidak ada perintah dari kami maka amal tersebut tertolak"_ (HR. Muslim)


Imam Bukhari mengatakan,  _al 'ilmu qabla qauli wal 'amali_  -Ilmu itu sebelum berbuat dan berkata-.


Semoga dalil berikut cukup sebagai pijakan ilmu bagi yang belum mengetahui tentang wajibnya menerapkan syariah Islam dalam bingkai khilafah 'ala minhajin nubuwwah.


Allah SWT mewajibkan kita mentaati pemimpin yang mentaati Allah SWT dan RasulNya. Ciri pemimpin yang mentaati Allah dan RasulNya adalah menjadikan syariah Islam sebagai aturan bernegara. 


Perintah untuk mentaati ulil amri ini, dalam firman Allah SWT berikut,  


_"Wahai orang-orang yang beriman! taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."_ (QS: An-Nisa': 59)


Adapun dalil tentang Khilafah sebagaimana sabda Nabi SAW berikut. 


Dari Hudzaifah ra, Rasulullah SAW bersabda: _"Di tengah kalian terdapat zaman kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti minhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan yang zalim. Ia akan tetap ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Kemudian Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkat nya. Lalu akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan. Ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali khilafah yang mengikuti minhaj kenabian"_ (HR. Ahmad, Abu Daud ath Thayalisi dan Al Bazzar) 


Hadist tentang kembalinya khilafah 'ala minhajin nubuwwah ini diriwayatkan sekitar 25 sahabat, 39 tabi'in dan 62 tabi'at tabi'in. 


Imam an Nawawi menyatakan, _" Mereka para imam Madzhab telah bersepakat bahwa wajib atas kaum muslimin mengangkat seorang khalifah"_ (An Nawawi, syarh sahih Muslim 12/205)


Bila dalil tentang khilafah dan wajibnya mengangkat khalifah sudah didapat, maka tidak ada lagi ruang untuk mengatakan khilafah bukan ajaran Islam. Kalau khilafah ajaran Islam, maka tidak seharusnya seorang muslim menolak sistem pemerintahan Islam yakni khilafah. 


Dengan diperolehnya ilmu tentang Khilafah, maka  dalil naqli dan aqli sudah klop, tinggal pertanyaannya, masih mau memilih sistem demokrasi kapitalisme atau sistem Islam? Jawaban ini menentukan gerak seseorang berikutnya.


_Kedua_,  tujuan hidup seseorang. Tujuan hidup seorang muslim pastilah untuk mendapatkan ridho Allah ta'ala. Selamat di dunia dan selamat di akhirat. 


Jalan satu-satunya untuk mendapatkan ridho Allah SWT adalah berbuat sesuai perintah Allah 'azza wa jalla. Untuk bisa selamat dunia akhirat baik skala individu, bermasyarakat dan bernegara harus terikat dengan  syariah Islam.

 

Nah, kalau tujuan hidup sudah seritme dengan QS. Adz Dzariat: 56. Maka tujuan ini akan menggerakkan seseorang untuk berfikir bagaimana biar tujuan itu tercapai. Tidak akan mungkin dalam sistem sekuler syariah Allah SWT bisa ditegakkan semuanya.


_Ketiga_, nafsu. Sebagai qadar maka nafsu tidak bisa dihapus dari dalam diri seseorang. Sekhusyuk apapun seseorang pasti memiliki nafsu. Hanya saja nafsu ini bisa di menej dengan taqarub ilallah. Untuk itulah  Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Tazkiyatun Nafs (2005; 81) mengklasifikasi nafsu, diantaranya nafsu mutaminnah, nafsu lawwamah, nafsu ammarah bis su'.


Jika ilmu sudah didapat, tujuan hidup sudah benar, apa penyebab menolak terlibat dalam penegakan khilafah? Salah satunya karena nafsu ini. Nafsu ini akan mengajak untuk mencukupkan pada kondisi yang ada. Karena dengan kondisi sekuler seperti sekarang, nafsu masih punya ruang diranah publik. Menggoda secara personal tidak mampu, maka manusia digoda di ranah publik untuk merasa nyaman bisa menikmati kebebasan ciptakan sistem sekuler. 


_Keempat_, komitmen. Nah, komitmen seorang muslim adalah bisa berIslam kaffah. Bila komitmen sebagaimana dalam QS Al Baqarah: 208 ini belum dipahami, maka keengganan, kemalasan, keberatan akan mendera individu muslim untuk terikat dengan syariah Islam. 


Tataran personal saja masih berat, apalagi tataran bernegara. Walau ilmu sudah ada, tujuan sudah benar, nafsu juga sudah mutmainnah, tapi tidak ada komitmen berIslam kaffah, ya tidak akan bergerak untuk mewujudkan sistem Islam. 


/Faktor Eksternal/


Adapun faktor eksternal, tidak kalah kuat mempengaruhi pikiran, semangat dan kejiwaan seseorang. Bahkan untuk kondisi saat ini, bisa dikatakan semakin maraknya maksiat karena pengaruh eksternal. Ibaratnya umat Islam saat ini seperti ikan laut yang hidup di air tawar. Pada koleps dengan varian problematika yang beranekaragam. Salah satu variannya adalah ketidakpahaman umat tentang khilafah. Faktor keluarga, lingkungan bersosial dan kebijakan negara mempengaruhi perilaku seseorang terhadap ajaran Khilafah.


_Pertama_, faktor keluarga. Satu atap belum tentu semua satu pemikiran. Bahkan pepatah bilang beda kepala beda isinya. Isi kepala ini bisa sama jika pijakan berfikirnya adalah hukum syara'. Sesuatu yang haram, halal, mubah, makruh, sunnah, wajib, terang dalam Islam. Sehingga menutup pintu antar kepala untuk berbeda. 

 

Tapi fakta keluarga saat ini tidaklah demikian. Ada yang paham akan wajibnya terikat pada syariah Islam, ada juga yang setengah mengerti, ada yang blank sama sekali, dan ada yang tidak mau tahu dengan agamanya. 


Ketika  pemimpin keluarga -ayah atau suami- figur yang setengah mengerti/blank/tidak mau tahu maka perilaku dalam membentuk keluarga akan seperti tingkat ilmu yang dimiliki. Sehingga keberadaan istri/anak yang bermaksud berIslam kaffah akan berhadapan dengan kebijakan kepala keluarga. Inilah titik yang bisa menghentikan niatan seseorang untuk berIslam kaffah. Dan tidak berkenan melibatkan diri dalam penegakan syariah dan khilafah.


_Kedua_, faktor lingkungan bersosial. Sekitar  separuh atau lebih waktu seseorang digunakan untuk bersosial di luar kelurga. Lingkungan tempat kerja, lingkungan pendidikan, lingkungan tempat tinggal, dan lingkungan tempat umum semisal pasar dan lainnya. 


Interaksi saat bersosial tidak akan cukup dengan pembicaraan seputar pekerjaan, perdagangan atau pendidikan semata. Pasti ada pemikiran yang didiskusikan/diperbincangkan dengan orang lain. Pemikiran rekan kerja, rekan sekolah, rekan berdagang ini bisa berpengaruh terhadap diri seseorang. Demikian pula aturan yang ditetapkan di lingkungan tersebut. Berani melawan keumuman tidak jarang beresiko pengucilan, diskriminasi dan sanksi sosial lainnya. 


Hal inilah yang menjadikan seseorang tidak mau terlibat dalam memperjuangkan sistem Islam. Sistem yang terkategori melawan arus sistem yang ada. Akhirnya ilmu tentang khilafah, harus berhenti sampai pada pengetahuan saat berhadapan dengan lingkungan.


_Ketiga_, faktor kebijakan negara. Arus deradikalisasi, melawan terorisme, pengarusan moderasi Islam, menyudutkan pemahaman seorang muslim untuk berIslam kaffah. Aksi penangkapan aktivis Islam, menumbuhkan pemikiran untuk menyembunyikan identitas Islam diantara kalangan muslim. Akhirnya, berdiam atau bersembunyi dari pemahaman Islam kaffah menjadi pilihan. Mewabahlah islamophobia. 


Inilah faktor internal dan eksternal yang menjadikan seseorang 'sebentar ya' untuk terlibat dalam dakwah penegakan syariah dalam bingkai khilafah 'ala minhajin nubuwwah.


Mengubah mindset atas faktor internal dan eksternal adalah jalan untuk menciptakan kesadaran pada individu muslim untuk terlibat dalam penegakan syariah dengan sistemnya yakni khilafah 'ala minhajin nubuwwah.


Sebagaimana analisis SWOT, faktor internal adalah weakness dan faktor eksternal adalah threats. Maka solusinya adalah melawan kelemahan dan mengendalikan tantangan itu dengan mindset berfikir positif. 


Fokus pada tujuan penciptaan manusia dan perintah berIslam kaffah. Lantas berfikir dan beraktivitas untuk mewujudkan Islam kaffah baik tataran pribadi, keluarga, masyarakat dan bernegara. Dan yakin inilah yang akan menghantarkan pada ridho Allah 'azza wa jalla dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Wallahua'lam bis showwab.



Penulis:


Puji Astutik (Pelaku Dakwah by Literasi)


*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم