Benarkah Indonesia Menuju Neo Otoritarianisme?

 


Ajeng Najwa FN, S.IP

Pemerhati Sosial dan Politik


Muslimahvoice.com - Wacana merevisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bergulir setelah Presiden Joko Widodo meminta agar implementasi UU tersebut menjunjung prinsip keadilan (nasional.kompas.com 17/02/21). Jokowi akan meminta pada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) untuk merevisi pasal-pasal karet yang menimbulkan multi tafsir.


Seperti yang kita tahu, dalam kurun 2016-2020, UU ITE dengan pasal karetnya telah menimbulkan tingkat penghukuman atau conviction rate mencapai 96,8% (744 perkara) dengan tingkat pemenjaraan sangat tinggi, mencapai 88% (676 perkara), menurut data yang dihimpun koalisi masyarakat sipil (bbcnews.com 19/02/21).


Sejumlah orang yang telah menjadi korban pasal karet dalam UU ITE, antara lain: musisi Jerinx, aktivis Dandy Dwi Laksono, Buni Yani dakam kasus Ahok, hingga guru honorer asal Lombok, Baiq Nuril Maknun.


Ketua bidang Hukum dan HAM Pengurus Pusat Muhammadiyah, Busyo Muqoddas, menyebutkan bahwa negara Indonesia kini memiliki kesamaan situasi dengan era Orde Baru. Hal ini disampaikan Busyro dalam acara "Mimbar Bebas Represi Koalisi Serius" yang membahas permasalahan UU ITE.


"Ada kesamaan situasi Orde Baru dengan sekarang ini. Sekarang orang menilai, termasuk saya juga, sudah bergerak kepada neo otoritarianisme," kata Busyro (nasional.tempo.co 20/02/21). Dilanjutkan oleh Busyro, bahwa hal ini diindikasikan atas dua hal:


Pertama, semakin masifnya kelompok pendengung alias buzzer yang menyerang orang-orang yang kritis terhadap pemerintah dengan berbagai macam cara.


Kedua, penggunaan teror-teror melalui peretasan alat-alat komunikasi dan teror kepada aktivis kampus. Ia mengungkit teror kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada(UGM) ketika akan menggelar diskusi tentang tinjauan konstitusionalitas pemakzulan presiden dengan mengundang Guru Besar Universitas Islam Indonesia Nikmatul Huda (nasional.tempo.co 20/02/21). Sampai saat tulisan ini dibuat, proses pelaporan kepada Kepolisian Daerah Yogyakarta atas peretasan yang dialami aktivis kampus UGM tersebut belum ada jawaban yang memuaskan.


"Orang kritis ditangkap, orang kritis diinteli, orang kritis HP-nya disadap, dan seterusnya. Kemudian kampus sedang akan mengembangkan – meningkatkan budaya akademik yang itu diperlukan masyarakat demokrasi, tapi justru digagalkan,” ungkap Busyro (suaramuhammadiyyah.id (8/7/20).


Merujuk laporan Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada 2018, ada dampak yang tidak diinginkan (unintended consequences) dari UU ITE (bbcnews.com 17/02/21) Berdasarkan laporat tersebut, terlihat bahwa UU ITE telah tidak sesuai dari tujuan awal dan telah menyebabkan dampak sosial dan politik yang kutang baik bagi masyarakat. UU ITE ini juga kerap digunakan politisi dan pemegang kekuasaan untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya.


Beberapa fakta di atas sebenarnya sudah cukup membuat kita sadar bahwa hukum yang dibuat selama ini adalah hukum yang seolah diterapkan sebagai uji coba. Jika tak ada masalah, maka akan dilanjutkan. Namun jika ternyata banyak konflik akibat hukum yang telah dibuat, maka akan direvisi. Hukum yang sangat lemah dan mudah berubah-ubah sudah cukup menjadi bukti bahwa kita tak bisa hidup tanpa aturan dan hukum Islam. Karena hanya hukum Islam yang sempurna dan akan tetap bisa digunakan samapai kapanpun. Jika demokrasi mengagungkan kebebasan bersuara dan hak berpendapat bagi setiap orang, namun nyatanya hanyalah ilusi. Berbeda dengan Islam, Islam tak sekedar mendudukkan berbicara dan berpendapat sebagai hak, namun menjadikan sebagai sebuah kewajiban. 


Hal ini terjadi karena didasari keimanan pada salah satu sumber hukum Islam yang berupa Hadits:


"Siapa saja yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka (ubahlah) dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, maka (ubahlah) dengan hatinya, dan yang demikian itu selemah-lemah iman.” (HR Muslim).


Rasulullah Saw bahkan menyatakan dengan spesifik kewajiban serta keutamaan melakukan muhasabah (koreksi) kepada penguasa. Al-Thariq menuturkan sebuah riwayat:


قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ قَالَ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ إِمَامٍ جَائِرٍ


“Ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw, seraya bertanya, “Jihad apa yang paling utama.” Rasulullah saw menjawab,’ Kalimat haq (kebenaran) yang disampaikan kepada penguasa yang lalim.“ [HR. Imam Ahmad].


Dalam sistem politik Islam, terdapat majelis ummah atau majelis syura sebagai tempat merujuk bagi Khalifah untuk meminta masukan atau nasihat mereka dalam berbagai urusan. Mereka mewakili umat dalam melakukan muhâsabah (mengontrol dan mengoreksi) para pejabat pemerintahan (al-Hukkâm). Keberadaan majelis ini diambil dari aktivitas  (An-Nabhani, Taqiyyudin; Nidzamul Islam, hlm 188)


Beberapa contoh kisah Khalifah yang dengan rendah hati menerima kritikan adalah:


1. Khalifah Umar bin Abdul Aziz


Beliau pernah dikritik putranya sendiri lantaran beristirahat, dikala masih banyak rakyat yang terzalimi. Walau beliau terasa sangat lelah, sang putra menyampaikan kritikan dengan santun "apakah engkau yakin bahwa Allah masih memberimu hidup, sehingga engkau menunda menyelesaikan rakyatmu yg terdzalimi?" Beliau terperanjak dan bergegas mencium putranya dan berterima kasih pada Allah telah dianugerahi putra yg sholih. Seketika beliau menginstruksikan pada juru bicaranya agar membuat pengumuman bahwa siapapun yg terdzalimi harap mengadukan nasibnya pada khalifah sekarang.


2. Umar bin Khattab


Beliau bahkan pernah menerima kritikan dari  seorang wanita yang disampaikan di depan umum ketika beliau menetapkan batasan mahar bagi kaum wanita. Wanita tersebut dengan argumentasi yang kuat menyebutkan surah An Nisa ayat 20 sebagai dasarnya. Kemudian dengan rendah hati khalifah Umar bin Khattab berkata, “Wanita ini benar dan Umar salah,”.(republika.co.id 06/11/15)


3. Khalifah Utsman bin Affan


Beliau menggagalkan hukuman rajam bagi seorang wanita yang melahirkan dengan usia kehamilan enam bulan dan menolak tuduhan zina. Hal itu beliau lakukan pasca mendapat nasehat dari Ali bin Abi Thalib yang berdalil dengan Alquran Surat al-Ahqaf ayat 15 dan al-Baqarah ayat 233. 


Pada ayat pertama disebutkan bahwa masa perempuan mengandung dan menyusui bayinya adalah 30 bulan. Sementara ayat kedua hanya menjelaskan tentang waktu menyusui saja, yakni dua tahun atau 24 bulan.Dengan dua ayat di atas, Ali bin Abi Thalib menyimpulkan bahwa usia minimal kandungan hingga melahirkan adalah enam bulan. Khalifah ketiga yang terkenal dermawan itupun tak segan untuk mengambil pendapat rakyatnya dan mengubah pendapat pribadinya.(muslimahnews.com 17/02/19).


Maka dari itu, telah jelas bahwa dalam islam justru diwajibkan memuhasabahi pemerintah, bahkan dikategorikan sebagai jihad yang paling utama. Setiap rakyat dalam naungan kepemimpinan Islam, akan dijamin kebebasan berpendapat nya selama itu didasari oleh keimanan dan ketaqwaan pada Allah SWT. Bukan didasari pada kepentingan eksistensi kekuasaan seperti zaman sekarang ini. Pemimpin yg taat pada Allah akan senantiasa berhati-hati dalam mengambil kebijakan dan berlapang dada saat mendapat kritikan.


Tidakkah kita rindu kepemimpinan yang adil tersebab taat pada Allah, sehingga mendapat ridhoNya? Bukankah Allah mustahil mengingkari janji? Janji allah dalam QS. Al-A'raf 7: Ayat 96 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ


"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."


Masihkah kita ragu? Akankah kita masih enggan berhijrahbtotal untuk mengikuti hukum Allah saja? Sanggupkah kita berhujjah di akhirat atas sikap abai pada syariat Islam, namun peduli dengan pemikiran yang tidak sesuai dengan fitrah kita?

Wallahua'lam bi shawwab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم