Oleh : Mu’allimah
(Pengamat Kebijakan Publik)
Muslimahvoice.com + Di laman situs okezone.com diberitakan bahwa jumlah korban covid-19 per hari ini 14 Februari 2021, sudah tembus di atas angka sejuta lebih, tepatnya 1.210.703 orang. Saat ini Indonesia Bersama- sama dengan Iran masih berada dalam 20 besar kasus Covid -19 di Asia dan sekaligus merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19, Dr. Dewi Nur Aisyah bahwa terus menanjaknya kasus covid-19 ditengarai dipicu oleh adanya angka positivity rate yang meningkat yaitu diatas 20 persen berikut juga jumlah spesimen yang diperiksa serta adanya delay data sehingga terkadang ada perbedaan data antara daerah dan pusat sebelum lebih lanjut diverifikasi.
Terlepas dari berbagai fakta diatas, adanya pandemi menuntut kepada pemangku kebijakan untuk bergerak cepat dan tepat melakukan penanganan dan penyelesaian secara tuntas karena berkaitan dengan keselamatan nyawa manusia. Bagaimanapun kesehatan adalah pintu pertama dan utama bagi keberlangsungan berbagai aktivitas kehidupan yang lain seperti ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, politik, keamanan dan juga pertahanan negara. Sehingga paradigma penanganan juga harus berdasarkan parameter kesehatan bukan paradigma untung rugi. Berlarut-larutnya pandemi mengindikasikan adanya pengabaian terhadap keselamatan nyawa manusia yang dipandang tidak lebih penting ketimbang perkara ekonomi.
/Inkonsistensi Anggaran Cermin Kebijkan Plin Plan/
Menurut pendapat ekonom Faisal Basri, indikasi adanya inkonsistensi pemerintah terhadap penanganan covid-19 ini sangat terasa dimana anggaran kesehatan turun dari Rp 87,5 triliun menjadi hanya Rp 25,4 triliun saja, padahal pada pos alokasi anggaran infrastruktur dalam RAPBN 2021 naik drastis dari Rp 281,1 triliun menjadi Rp 414 triliun.
Demikian juga halnya dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021. Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, alokasi yang semula hanya senilai Rp 619 triliun kini menjadi Rp 627,9 triliun. Adapun rincian anggaran tersebut meliputi lima pos anggaran yaitu anggaran Kesehatan Rp 133,07 triliun, Perlindungan Sosial sebesar Rp 148,66 triliun, lalu untuk dukungan UMKM dan Koperasi sebesar 157,57 triliun, kemudian Insentif Usaha dan Pajak sebesar 42,27 triliun dan terakhir Program Prioritas sebesar 141,35 triliun.(cnnindonesia.com, 7/2/2021).
Berbagai perubahan pada besaran pos anggaran tersebut sekilas nampak melegakan, akan tetapi jika dicermati lebih jauh sejatinya menunjukkan inkonsistensi sikap pemerintah terhadap pandemi ini sehingga berlarut-larut tak jelas nampak ujungnya akan berakhir. Menurut Konsultan Biologi Molekuler Independen, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, PhD dalam sebuah wawancara dengan Tabloid Media Ummat di edisi 282, Pemerintah tidak fokus mengendalikan wabah.
Rangkaian pengendalian pandemi memerlukan tiga lapis yakni 3M(Memakai masker, Menjaga Jarak dan Mencuci tangan), 3T(Test/tes, Trace/telusur dan Treat/obati) dan Vaksin. Ketiganya harus saling mendukung. Ketika negara lain fokus melaksanakan 3M dan 3T, pemerintah malah sudah mewacanakan vaksin, padahal belum lulus uji klinis fase ketiga. Ini artinya ada proses yang dilewati dengan langsung mengambil solusi praktis pada program vaksin. Walhasil, angka Covid-19 di Indonesia tidak semakin landai bahkan sebaliknya, sehingga tidak heran jika masyarakat tidak puas terhadap kinerja pemerintah. Lalu pertanyaannya kemudian adalah mau dibawa kemana kapal ini bermuara.
/Solusi Islam Tuntaskan Pandemi/
Persoalan pandemi tidaklah berdiri sendiri terpisah dari aspek lainnya melainkan memiliki korelasi satu dengan lainnya. Islam menempatkan Keselamatan Jiwa adalah segalanya, sehingga tidak akan mentolerir sedikitpun celah untuk membelokkan fokus penanganan apalagi mempermainkan kebijakannya. Dengan menempatkan kebijakan tersebut maka anggaran disediakan dengan sangat cukup dan memadai serta tidak spekulatif.
Kebijakan Lockdown atau karantina wilayah diambil sebagai langkah awal pemisahan antara wilayah wabah dan yang non wabah untuk mencegah penyebaran virus. Berikutnya memberikan jaminan logistik masyarakat berikut ternak yang ada di area wabah untuk mencegah potensi adanya mobilisasi warga untuk keluar dari zona wabah karena kebutuhan sudah terjamin. Selanjutnya mengoptimalkan upaya 3M dan 3T untuk kemudian digenapkan dengan vaksinasi sehingga tuntas penanganan pandemi yang bersifat lahiriyah.
Pada aspek spiritual, pelaksanaan ibadah yang bersifat mahdhoh maupun ghairu mahdhah tetap dilaksanakan dengan memperhatikan protokol Kesehatan. Rakyat diajak untuk melakukan muhasabah, meningkatkan ketaqwaan dan sekaligus terus menerus mendekatkan diri kepada Allah SWT. Selain itu, khilafah juga mendorong para ahli untuk menemukan obat-obat dan racikan makanan yang dapat membentuk dan meningkatkan imunitas tubuh, merusak potensi pertumbuhan virus serta mengatsi dampak-dampaknya.
Sedemikian sempurna Islam melakukan penjagaan keselamatan jiwa sehingga tidak layak untuk disandingkan dengan sistem kapitalisme yang rusak, terbukti gagal dalam mengatasi pandemi. Hanya Islamlah satu-satunya harapan untuk menuntaskan pandemi ini agar kehidupan yang berkualitas, sejahtera lahir dan batin segera terwujud. Wallaahu a’lam bish showab.[]