Potret Hubungan Keluarga dalam Sistem Islam

 



Oleh : Neng Ranie SN (Pegiat Literasi) 



Muslimahvoice.com - Adagium “Air susu dibalas dengan air tuba” barangkali tepat untuk melukiskan perlakuan Deden dan kakak-kakaknya pada RE Koswara (85), ayahnya. Orang tua renta ini digugat secara perdata oleh anak-anak kandungnya. Kakek Koswara dituntut membayar Rp3 miliar atas sengketa tanah dan bangunan yang berlokasi di Jalan AH Nasution, Kota Bandung. Bahkan beliau diteriaki dengan kata-kata kasar oleh anaknya (tribunnews.com, 26/01/2021).


Kasus kakek Koswara menambah deret panjang kasus serupa terkait perseteruan anak dan orangtua yang berujung di meja pengadilan. Tidak ada lagi keharmonisan dalam keluarga. Bahkan tega menjebloskan orangtuanya ke dalam penjara. Miris.


Mengapa hal itu dapat terjadi? Semua itu disebabkan Islam tidak lagi menjadi asas bagi kehidupan manusia. Saat ini sistem kapitalisme sekularisme yang diadopsi oleh negara, telah meracuni pemikiran masyarakat dan terbukti melahirkan generasi durhaka. 


Sistem kapitalisme menilai segala sesuatunya dari aspek materi, bahkan hubungan dalam keluarga. Hubungan keluarga bukan lagi kasih sayang, menghormati, bahkan peduli. Sistem rusak ini menyebabkan hubungan anak dengan orangtua diukur hanya untung rugi alias asas manfaat. Sistem kapitalis yang memisahkan aturan agama dari kehidupan menjadikan gugatan sah dilakukan siapa saja dan kepada siapa saja, bahkan orangtua sendiri. 


Selain itu, hak menggugat bagian dari kebebasan individu yang dilindungi undang-undang. Akibatnya, manusia bebas berbuat sesuka hati, tanpa peduli benar salah menurut standar Islam. Tidak ada lagi rasa hormat, menyayangi atau ingin melindungi orangtua.


Sesungguhnya fenomena anak durhaka ini tidak akan merajalela, jika Islam dijadikan way of life dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkannya harus adanya sinergi antara keluarga, masyarakat dan negara dalam menjalankan perannya masing-masing, sehingga hubungan keluarga yang harmonis akan tercipta.


Keluarga merupakan madrasah pertama dalam perkara penanaman akidah. Keluarga berkewajiban untuk memberi pemahaman Islam sejak dini, sehingga anak-anak menjadi pribadi yang memiliki keimanan yang kokoh. Begitu juga dalam hal pemahaman tentang birrul walidain.


Paradigma Islam, menempatkan birrul walidain sebagai sesuatu yang urgen. Birrul walidain adalah berbakti kepada orangtua, perintah ini disebutkan setelah kewajiban bertauhid. Jadi, berbuat baik dan berbakti kepada orang tua bukan sekadar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, tapi bagian dari perintah Allah Swt. Allah Swt. berfirman:


وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا


Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Isra: 23).


Birrul Walidain juga diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau ditanya oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:


أيُّ العَمَلِ أحَبُّ إلى اللَّهِ؟ قالَ: الصَّلاةُ علَى وقْتِها، قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: ثُمَّ برُّ الوالِدَيْنِ قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: الجِهادُ في سَبيلِ اللَّهِ قالَ: حدَّثَني بهِنَّ، ولَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزادَنِي


Artinya: “Amal apa yang paling dicintai Allah ‘Azza Wa Jalla?”. Nabi bersabda: “Shalat pada waktunya”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”.Nabi menjawab: “Lalu birrul walidain”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”. Nabi menjawab: “Jihad fi sabilillah”. Demikian yang beliau katakan, andai aku bertanya lagi, nampaknya beliau akan menambahkan lagi (HR. Bukhari dan Muslim).


Masyarakat menciptakan iklim saling menasihati, beramar makruf nahi mungkar. Sehingga tidak ada lagi rasa sungkan, karena saling memahami bahwa aktivitas ini bagian dari rasa saling mencintai antar sesama manusia.


Negara sebagai junnah (pelindung) dan ri’âyah (pelayan) akan menjalankan kewajibannya menjaga ketakwaan warganya, memberi pendidikan gratis dan berkualitas, menjaga nyawa dan harta warganya. Arah sistem pendidikannya ditujukan untuk membentuk generasi yang unggul dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi serta kepribadian Islam. Negara juga akan menjadikan media sebagai alat untuk mengedukasi dan meningkatkan ketakwaan individu. 


Jadi, peran negara inilah yang menjadi kunci terbentuknya individu dan masyarakat yang bertakwa. Sehingga senantiasa individu dan masyarakat dapat menjalankan kewajibannya, termasuk perkara birrul walidain. Demikianlah potret hubungan keluarga dalam sistem Islam, dengan penerapan Islam kafah akan tercipta hubungan keluarga yang erat dan harmonis.


Wallahu 'Alam bishowab.[]

*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم